Menuju konten utama

Di Balik Tutupnya 7-Eleven di Indonesia

Setelah gagal mencapai kesepakatan akuisisi dengan Charoen Pokphand Indonesia, Modern International, induk usaha dari pengelola 7-eleven (Sevel) mengumumkan penutupan seluruh gerai mulai 30 Juni 2017.

Di Balik Tutupnya 7-Eleven di Indonesia
Ilustrasi. Konsumen sedang mengantri untuk membayar belanjaan mereka dikasir Gerai Seven Eleven, Jakarta. TIRTO/Andrey Gromico

tirto.id - Kabar mengejutkan datang dari PT Modern International Tbk (MDRN). Induk usaha pengelola jaringan convenience store 7-Eleven (Sevel) di bawah kendali PT Modern Sevel Indonesia, mengumumkan penutupan seluruh gerai mereka mulai 30 Juni 2017. Alasannya karena mereka keterbatasan sumber daya untuk melanjutkan operasional gerai-gerai Sevel.

“Bahwa per 30 Juni 2017, seluruh gerai 7-Eleven di bawah manajemen PT Modern Sevel Indonesia yang merupakan salah entitas anak perseroan akan menghentikan kegiatan operasional,” kata Direktur PT Modern International Tbk Chandra Wijaya dalam keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia 22 Juni 2017.

Pantauan Tirto, di gerai Sevel di Gaplek, Tangerang Selatan, Banten, sudah tak ada aktivitas sejak Senin Malam, 19 Juni 2017. Meja dan kursi yang biasa terhampar di pelataran Sevel sudah tak tersedia. Kaca transparan gerai Sevel yang biasanya bisa untuk mengintip jeroan gerai dari luar sudah tertutup rapat dengan kertas putih mengelilingi gerai. Lampu-lampu di gerai yang berlokasi di perempatan jalan itu pun sudah padam.

Penutupan Sevel ini merupakan buntut dari gagalnya kesepakatan MDRN dengan PT Charoen Pokphand Restu Indonesia, anak usaha PT Charoen Pokphand Indonesia (CPIN) terkait akuisisi yang sudah diumumkan 21 April lalu. Business Acquisition Agreement yang diperkirakan akan tuntas 30 Juni 2017 malah jadi antiklimaks

“Setelah rencana transaksi material perseroan atas penjualan dan transfer segmen bisnis restoran dan convenience store di Indonesia dengan merek waralaba 7-Eleven beserta aset-aset yang menyertainya oleh PT Modern Sevel Indonesia sebagai salah satu entitas anak dari perseroan kepada PT Charoen Pokphand Restu Indonesia, mengalami pembatalan karena tidak tercapainya kesepakatan atas pihak-pihak yang berkepentingan,” katanya.

Santo Kadarusman, Public Relations & Marketing Event Manager PT Singa Mas Indonesia--anak Perusahaan Charoen Pokphand Indonesia kepada Tirto, tak bisa berkomentar soal keputusan tersebut.

“Saya tidak berkenan untuk menjawabnya. Mohon maklum,” kata Santo.

Pengumuman penutupan gerai Sevel sejatinya tak muncul begitu saja. Pada 31 Mei lalu, MDRN juga sudah sedikit membuka tabir keputusan dramatis mereka. Dalam keterbukaan informasi perseroan, MDRN menanggapi surat OJK Nomor:S-500/PM.221/2017 pada 24 Mei 2017 mengenai rencana akuisisi telah gagal. Sehingga rencana RUPS Luar Biasa yang akan berlangsung 21 Juni yang membahas soal akuisisi pun otomatis dibatalkan.

Persoalan pembatalan ini ditenggarai karena beberapa kendala krusial. Seorang sumber Tirto yang terpercaya mengatakan ada persoalan kerumitan dalam proses pengalihan aset. Pemilik Sevel kesulitan mendapatkan izin menjual aset mereka dari berbagai instansi. Namun, alasan itu memang terlalu klise, masalah yang cukup membuat Charoen Pokphand mundur salah satunya karena ketentuan pembayaran franchise fee yang harus ditanggung pembeli sejak awal.

Faktor lain, karena Charoen Pokphand mempertimbangkan jumlah jaringan Sevel yang masih terbatas dan hanya di sekitar Jakarta, jauh di bawah gerai Alfamart maupun Indomaret yang makin menggurita. Saat kesepakatan transaksi akuisisi batal, memang tak ada yang menyangka bahwa manajemen Sevel akan mengambil keputusan dramatis menutup seluruh gerai Sevel. Sampai tahun 2014, jumlah gerai 7-Eleven di Jakarta mencapai 190 unit.

Penutupan seluruh gerai Sevel memang tak terpisahkan dari dugaan kemelut yang dialami PT Modern Sevel Indonesia di bawah nakhoda Henri Honoris, salah satu pewaris bisnis Modern Group. Persoalan manajemen dan para pemegang saham keluarga dipercaya turut mewarnai kemelut bisnis Sevel karena kerugian yang terus ditangguk.

Kejayaan bisnis Sevel terjadi pada 2014 semenjak mereka membuka gerai di Bulungan Jakarta Selatan pada 2009. Penjualan bersih 2014 naik 24,5 persen menjadi Rp971,7 miliar dari tahun sebelumnya yang hanya Rp778,3 miliar. Namun, keterpurukan Sevel mulai terjadi pada 2015, kala itu total penjualan bersih Sevel turun menjadi Rp886,84 miliar. Untuk pertama kalinya 7-Eleven melakukan penutupan gerai. Tahun itu, ada 20 gerai yang ditutup. Sementara gerai baru hanya dibuka 18, angka terkecil penambahan gerai sejak 2011.

Binus Business Reviewedisi 1 Mei 2013 mengungkapkan peta persaingan dalam industri convenience store sudah diprediksi tidak akan menarik lagi pada masa mendatang karena kemungkinan persaingan akan semakin ketat. Dengan jumlah pemain yang semakin banyak, maka bayangan laba di masa mendatang akan semakin sempit.

Baca juga artikel terkait SEVEL atau tulisan lainnya dari Suhendra

tirto.id - Bisnis
Reporter: Suhendra
Penulis: Suhendra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti