Menuju konten utama

Di Balik Ribut-Ribut PB Djarum dan KPAI soal Audisi Bulutangkis

KPAI berulang kali mengadakan diskusi dengan media, tapi tak sekalipun mereka menghadirkan perwakilan Djarum atau kaum pro-rokok. Di sisi lain, Djarum juga mangkir dari undangan rapat.

Di Balik Ribut-Ribut PB Djarum dan KPAI soal Audisi Bulutangkis
Gedung Olahraga (GOR) PB Djarum. foto/pbdjarum.org

tirto.id - Perkumpulan Bulu Tangkis Djarum (PB Djarum) pertama kali mendapat teguran dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada Oktober 2018. Saat itu KPAI menyampaikan keberatan kalau para peserta audisi beasiswa bulutangkis diwajibkan memakai seragam dengan tulisan dada Djarum Badminton Club.

Pertemuan ini terselenggara satu bulan setelah PB Djarum mengadakan final Audisi Umum Beasiswa Bulutangkis 2018 di GOR Djarum Jati, Kudus, Jawa Tengah.

“Waktu itu kami dipanggil KPAI. Kami dianggap mengeksploitasi anak karena memasang logo. Kami punya pendapat beda dengan KPAI,” tutur Direktur Program Bakti Olahraga Djarum Foundation, Yoppy Rosimin, kepada reporter Tirto, Senin (9/9/2019).

Bagi Yoppy, logo di seragam peserta audisi bukan masalah karena Djarum Badminton Club bukan bagian dari perusahaan rokok Djarum. Dana yang didapat PB Djarum untuk mengelola dan membina atlet juga bukan murni/sepenuhnya dari sokongan Djarum.

“Ada dana pertanggungjawaban dari banyak perusahaan,” aku Yoppi.

Sementara bagi KPAI, sebeda apa pun, simbol Djarum di seragam menjurus ke produk rokok. KPAI punya dasar karena mendaku telah melakukan riset dengan bantuan Yayasan Lentera Anak dan Departemen Komunikasi Universitas Indonesia (UI).

“Empat dari lima anak yang ditanya mengatakan kalau Djarum itu rokok, Djarum Foundation itu [menjurus ke] rokok,” kata Komisioner KPAI Bidang Kesehatan dan Napza, Sitti Hikmawaty.

Riset yang sama juga menyebut beriklan di seragam peserta itu adalah “akal-akalan Djarum” untuk menghemat pengeluaran. “Djarum harus mengeluarkan uang sekitar enam kali lebih banyak dibanding beriklan menggunakan kaos apabila memakai spanduk,” tulis salah satu kesimpulan dalam salinan naskah yang diperoleh Tirto.

Perbedaan pendapat di atas kemudian bikin pertemuan berakhir tanpa keputusan. Kedua pihak sama-sama mempertahankan pendapatnya sampai pada Juli lalu, Audisi Umum Djarum Beasiswa Bulutangkis 2019 kembali dihelat. Kali ini di GOR KONI, Bandung.

Djarum merasa tidak ada yang perlu diubah tahun ini. Audisi berjalan seperti tahun-tahun sebelumnya. Sementara KPAI—yang juga tetap meyakini pandangan mereka—menganggap langkah Djarum keliru.

KPAI lantas menilai Djarum telah melanggar Pasal 47 (1) dan 37 (a) PP Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Aditif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. Djarum juga dianggap melanggar Pasal 76 UU Perlindungan anak serta Peraturan Wali Kota Bandung Nomor 315 Tahun 2017 tentang Kawasan Tanpa Rokok.

Djarum enggan memperpanjang masalah. Mereka memilih menghentikan sementara audisi umum tahun depan.

“Keputusan ini proses panjang. Saya tegaskan, bukannya kami mutung,” tutur Yoppy.

Komunikasi Buruk

Ribut-ribut ini menjalar hingga media sosial. Tagar-tagar seperti #KamiBersamaKPAI, #BubarkanKPAI, dan sebagainya silih berganti tersemat sebagai trending topic di jagat Twitter.

Di balik itu sebenarnya ada komunikasi yang pampat. Ini terlihat lewat kejadian-kejadian beberapa bulan terakhir, sebelum akhirnya Djarum memutuskan menghentikan audisi.

Reporter Tirto dua kali menghadiri acara diskusi yang diselenggarakan KPAI, Yayasan Lentera Anak, dan Lintas Kementerian selama dua bulan terakhir. Sayangnya, dalam diskusi ini, KPAI sama sekali tidak mengundang pihak Djarum atau aktivis rokok yang punya perspektif berbeda dari mereka.

Diskusi terakhir yang mereka bikin di Hotel Ibis Tamarin Jakarta, 2 September lalu misalnya, cuma dihadiri orang-orang yang berideologi anti-rokok (dokter, peneliti tembakau). Yang kami rasakan: acara ini malah jadi ajang penggalangan dukungan, ketimbang diskusi untuk menambah perspektif.

Sikap KPAI yang terkesan enggan ‘merangkul’ Djarum juga terlihat dari cara mereka menentang audisi. Alih-alih menggencarkan komunikasi dengan Djarum, mereka justru menghindar dan menyerahkan tanggung jawab interaksi kepada pihak lain.

Untuk menekankan apa yang mereka anggap ‘eksploitasi’, KPAI memilih mengundang Pemerintah Daerah (Pemda). Mereka bahkan sampai mengusulkan kemungkinan dicabutnya predikat Kota Layak Anak (KLA) yang dimiliki kota-kota tempat audisi seperti Bandung, Surabaya, Purwokerto, Karanganyar, dan Kudus.

Tapi bukan cuma KPAI yang playing victim. Djarum, di sisi lain, juga tampak enggan menceburkan diri ke ruang diskusi. Sikap ini, misalnya, terlihat ketika mereka tidak menghadiri rapat dengan Lintas Kementerian dan KPAI yang dijadwalkan berlangsung di Kantor Kemenko Polhukam, 4 September lalu.

Djarum mengklaim kalau mereka sempat mengusulkan penghapusan nama Djarum dan ‘logo mirip rokok’ pada audisi umum, tapi saran ini ditolak dan KPAI ngotot ingin membubarkan audisi.

Klaim ini berbeda dari keterangan yang disampaikan notulensi hasil rapat koordinasi di Kemenko Polhukam.

“Tidak benar statement pihak Djarum yang mengatakan bahwa KPAI tidak mau mengambil jalan tengah, karena justru pihak Djarum yang tidak hadir dalam pertemuan lanjutan, sebagai tindak lanjut pertemuan di Kemenko Polhukam,” tutur Deputi Kamtibnas Kemenko Polhukam, Carlo B Tewu, dalam pernyataan yang diterima Tirto.

Secepatnya Mediasi

Sabtu (7/9/2019) lalu, Yoppy Rosimin mengatakan kalau keputusan PB Djarum mengakhiri audisi umum sifatnya final tapi sekaligus sementara’ Artinya, meskipun audisi umum tidak akan dihelat, bukan tidak mungkin PB Djarum mau ikut berkontribusi untuk program seleksi lain dengan format dan kesepakatan baru.

Yoppy kembali menyiratkan peluang itu terbuka dalam wawancara Senin (9/9/2019) kemarin. Namun dia mengultimatum, jika memang ingin mengadakan seleksi lain tanpa embel-embel nama ‘Djarum’, harus ada perusahaan lain yang bersedia berkontribusi.

“Ayo kumpulkan 10 perusahaan kalau mau tanpa nama, kami mau. Kalau sendirian [dan tanpa nama] kami tidak mau,” ujarnya.

Menurut Yoppy, fakta bahwa KPAI punya pijakan Undang-Undang bukanlah sesuatu yang menguntungkan pihak Djarum. Sikap KPAI, menurutnya, bikin ruang gerak Djarum terbatas.

Momentum Djarum masih bersedia membuka diri ini, tentunya, harus segera disikapi dengan gesit oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pemuda dan Olahraga. Bagaimanapun, cuma mereka yang punya kekuatan dan otoritas untuk itu.

Dan itulah yang tengah mereka lakukan, meski belum terealisasi.

“Kami sudah berencana melakukan mediasi hari ini, tapi belum terlaksana akhirnya. Dalam waktu dekat, seminggu ke depan, kami akan terus mengupayakannya,” tutur Sekretaris Menpora, Gatot S Dewabroto, Senin (9/9/2019).

Baca juga artikel terkait EKSPLOITASI ANAK atau tulisan lainnya dari Herdanang Ahmad Fauzan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Herdanang Ahmad Fauzan
Editor: Rio Apinino