tirto.id - Selasa, 23 Juli 2019, adalah hari paling sial bagi Tengku Munirwan. Petani sekaligus Kepala Desa Meunasah Rayeuk, Kecamatan Nisam, Aceh Utara dijadikan tersangka dan langsung ditahan aparat dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Aceh. Ia dituding menjajakan bibit padi unggul IF8 yang belum tersertifikasi.
Pentersangkaan dan penahanan Munirwan ini berlangsung cepat, hanya 12 hari setelah munculnya laporan polisi bernomor LP.A/57/VII/2019/SPKT tanggal 11 Juli 2019 yang diduga dilaporkan Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh.
Namun, Direktur Krimsus Polda Aceh Kombes Teuku Saladin berdalih Munirwan jadi tersangka bukan sebagai petani yang mengembangkan dan menjual bibit padi IF8, melainkan sebagai Direktur Utama PT Bumdes Nisami Indonesia (BNI).
Status terakhir ini yang membikin Munirwan dituding leluasa mengedarkan benih padi IF8 tanpa label, padahal PT BNI dianggap bukan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes).
“Tersangka bersama teman-temannya mendirikan perusahaan pribadi dan memperjualbelikan bibit padi,” kata Saladin di Aula Dit Reskrimsus Polda Aceh, Jumat (26/7/2019).
Menurut Saladin, penyidikan kasus ini berawal dari informasi Kementerian Pertanian yang menyebut telah beredar benih padi IF8 tanpa label di Kabupaten Aceh Utara. Dari penelusuran di lapangan, kata dia, aparat menemukan berton-ton benih padi itu.
Hasil penjualan benih sebesar Rp2 miliar, kata Saladin, tak lantas masuk kas desa, melainkan masuk ke rekening perusahaan sebesar Rp1 miliar lebih. “Ini murni bisnis yang dilakukan tersangka,” kata Saladin.
PT BNI Bukan Perusahaan Pribadi
Ketua Departemen Penataan Produksi dan Usaha Tani Aliansi Petani Indonesia (API), Muhammad Rifai membantah pernyataan Saladin. Menurut Rifai, PT BNI dibentuk berdasarkan musyawarah Pemerintah Gampong Meunasah Rayeuk pada 29 Januari 2019.
“Itu bukan milik dia pribadi, meskipun [Munirwan] tercantum sebagai direktur [ di akta perusahaan],” kata Rifai kepada reporter Tirto, Senin (29/7/2019).
Dalam dokumen berita acara pendirian perusahaan yang diterima Tirto, musyawarah itu dihadiri ketua, wakil ketua, dan anggota Tuha Peut (lembaga legislatif gampong), keuchik, perangkat gampong, dan pengurus Badan Usaha Milik Gampong (BUMG) Makmu Sejahtera--demikian tertulis dalam kop surat yang kami pegang--.
Musyawarah menyepakati rancangan pembentukan perusahaan baru di bawah BUMG Makmu Sejahtera dan penetapan pengurus perusahaan. BUMG kemudian memberikan surat kuasa kepada Tengku Munirwan selaku Kepala Desa Meunasah Rayeuk, Ibnu Khatab selaku Camat Nisam, dan Muhammad Ismail selaku Tenaga ahli P3MD Aceh Utara untuk membangun perusahaan baru.
Surat inilah yang jadi dasar Munirwan bersama Khatab dan Ismail mendirikan PT BNI.
Sementara itu, Kombes Tengku Saladin mengaku tak tahu soal ini. Saat ditanya reporter Tirto perihal status pendirian PT BNI, ia menjawab “tidak [tahu].”
Munirwan Bikin Dinas Tak Senang?
PT BNI punya tugas membangun kerja sama dengan BRI untuk menambah modal BUMG. Selain itu, PT BNI juga bertugas mendistribusikan benih IF8 karena tingginya permintaan dari desa lain.
Tingginya permintaan ini sebenarnya berasal dari keberhasilan Munirwan mengembangkan bibit padi yang dibagikan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf pada 2017. Keberhasilan ini bikin Meunasah Rayuek diganjar juara II nasional Inovasi Desa, dan Munirwan diberi hadiah oleh Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo.
Atas keberhasilan Munirwan pula, perangkat desa di kabupaten Aceh Utara kemudian membuat komitmen menggunakan padi hasil pengembangan Munirwan. “Bibit itu laku keras,” kata Muhammad Rifai.
Pada sisi lain, keberhasilan ini diduga bikin Dinas Pertanian tak senang. Dugaan ini muncul lantaran bibit IF8 hasil inovasi Munirwan menyebar luas ke lima kecamatan di Kabupaten Aceh Utara.
Muksalmina Asgara, Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Asosiasi Pemerintah Desa seluruh Indonesia (Apdesi) Provinsi Aceh, adalah salah seorang yang punya dugaan ini. Ia menilai pelaporan yang dilakukan Dinas Pertanian--dan akhirnya jadi pintu penetapan Munirwan sebagai tersangka--terasa janggal.
Menurut Muksalmina, benih IF8 ini sudah menjadi ikon Kabupaten Aceh Utara dalam Bursa Inovasi Desa tingkat nasional tahun 2018 dan sudah diluncurkan Gubernur Irwandi pada 2017. Namun, Dinas Pertanian dinilai Muksalmina tak pernah memfasilitasi para petani dan Bumdes mengembangkan bibit ini.
“Yang terjadi adalah sebaliknya, penanganannya langsung dititikberatkan pada proses hukum,” kata Muksalmia seperti dilansir desapedia.
Pendapat serupa dikatakan Alfian, Koordinator Badan Pekerja Masyarakat Transparansi Aceh. Ia menduga, pelaporan terhadap Munirwan ini karena ada kepentingan menyingkirkan bibit IF8, padahal Dinas Pertanian semestinya sebagai regulator dan fasilitator dalam pengembangan benih ini.
“Pengembangan bibit ini [IF8] bikin ada yang terancam,” kata Alfian kepada reporter Tirto, Selasa (30/7/2019).
Alfian menduga, salah satu alasan yang bikin Munirwan dilaporkan karena Dinas Pertanian diduga punya proyek pengadaan benih pada Inbrida lahan kering di Aceh Utara senilai Rp2,8 miliar. Kualitas benih ini kalah jauh dengan benih IF8.
“Bibit Inbrida hanya menghasilkan panen di bawah 8 ton per hektar. IF8 menghasilkan paling kecil 10 ton,” kata Alfian.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh A. Hanan membantah dugaan tersebut. Ia juga menampik tudingan Dinas Pertanian melaporkan Munirwan.
“Kami tidak pernah melaporkan kepala desa Munirwan ke Polda Aceh. Kami sudah klarifikasi kepada polisi terkait masalah ini,” kata Hanan, seperti dikutip dari Antara.
Penulis: Reja Hidayat
Editor: Mufti Sholih