tirto.id - Pemerintah mulai bersikap ofensif terhadap para pelaku fintech peer to peer (P2P) lending ilegal. Tak hanya melakukan blokir usaha pinjam-meminjam ilegal itu, tapi Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) juga bilang utang yang dipinjam melalui P2P lending ilegal tak perlu dibayar.
Pernyataan itu bisa dinilai sebagai sikap jengkel pemerintah atas banyaknya jasa P2P Lending ilegal yang merugikan masyarakat. Dari ratusan fintech P2P lending di tanah air, yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hanya berjumlah 73.
Ketua Harian Asosiasi Financial Technology (Aftech) Indonesia Kuseryansyah mengaku kaget dengan pernyataan yang dilontarkan Kemenkominfo. Namun ia akhirnya mewajarkan sebab pemerintah memang tengah gencar-gencarnya menutup usaha-usaha fintech P2P lending ilegal yang mulai menjamur.
Masalahnya, kata Kuseryansyah, selama ini pengetahuan masyarakat terhadap fintech P2P lending yang legal dan ilegal masih minim. Artinya, ada potensi ucapan tersebut juga bakal merugikan fintech yang terdaftar di OJK. Karena itu, ia sempat khawatir jika hal ini dapat berdampak buruk bagi industri fintech secara umum.
"Problemnya, kan, penetrasi fintech, kan, masih rendah, walaupun tumbuhnya bagus. Kalau ada case 260 juta penduduk Indonesia gampang tahunya. Tapi untuk menjelaskan bagaimana industri fintech dan penjelasan itu belum tentu 260 juta itu mau dengar,” kata dia pada reporter Tirto, Selasa (27/11/2018).
Menurut Kuseryansyah, langkah pemerintah untuk mengantisipasi kerugian konsumen dalam industri fintech P2P lending sudah cukup baik. Hanya saja, masih ada masalah struktural yang belum bisa diselesaikan oleh Kemenkominfo, yaitu memastikan penyedia jasa pencarian di internet seperti Google mengikuti ketentuan yang ada di Indonesia.
Misalnya, kata dia, mendorong penyedia jasa pencarian seperti Google menyaring aplikasi serta situs fintech P2P lending mana saja yang bisa diakses publik. Sebab, aplikasi serta situs tersebut kian marak dan sangat mudah ditemui via playstore atau mesin pencarian Google.
“Kami juga minta dan berharap Google dengan semangat untuk demokratisasi inovasinya, tetapi ikut dengan aturan hukum di Indonesia. Yang sudah masuk ke sana harusnya yang sudah dapat izin dan terdaftar di OJK,” kata dia.
Meski ada kekhawatiran, kata dia, langkah yang telah dilakukan Kemenkominfo patut didukung lantaran sejalan dengan tujuan asosiasi, yakni membangun kepercayaan konsumen terhadap jasa P2P lending.
Terlebih, Peraturan OJK (POJK) Nomor 77 tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Berbasis Teknologi juga memberikan hak kepada asosiasi untuk melakukan tindakan tegas apabila ada anggota yang melanggar aturan yang ditetapkan oleh OJK.
Dalam hal ini, asosiasi dapat menggandeng sejumlah pihak untuk memberantas fintech P2P lending ilegal, diantaranya Kemenkominfo, Direktorat Cyber Crime Polri, perbankan nasional hingga Google Indonesia.
Klarifikasi Kominfo
Dirjen Aplikasi dan Informatika Kemenkomenfo Samuel Abrijani menyatakan kalimat soal “tak perlu melunasi pinjaman dari fintech P2P lending ilegal” sebanarnya dilakukan agar ada efek jera bagi para pelaku dan mereka dapat mengikuti aturan yang berlaku di OJK.
Sejauh ini, kata dia, Kemenkominfo telah melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk menciptakan kondusifitas pasar keuangan digital dan melindungi konsumen. Salah satunya adalah pemblokiran 385 aplikasi serta situs fintech ilegal yang ada di dunia maya. Dari jumlah tersebut, 2 aplikasi dan 1 situs di antaranya dinormalisasi.
Pemblokiran itu dilakukan atas saran OJK yang telah mendata jumlah fintech P2P lending ilegal. Sementara situs dan aplikasi yang dinormalisasi atau dinaikkan kembali, juga telah disetujui OJK karena telah terdaftar.
Kemenkominfo, kata Semuel, juga telah melakukan pemblokiran sesuai prosedur, yakni hanya pada aplikasi dan situs yang berada di luar layanan digital seperti Google Play dan App Store.
Untuk aplikasi-aplikasi fintech P2P lending ilegal yang tersedia di Google Play dan App Store, seperti yang disarankan Aftech, Kemkominfo memang perlu berkoordinasi terlebih dahulu dengan perusahaan terkait.
Menurutnya, Google Indonesia cukup patuh dan telah menutup semua aplikasi yang diajukan Kemenkominfo ke raksasa teknologi asal Amerika Serikat tersebut. “Kalau ada aplikasi fintech yang ilegal di Google Play, kami minta Google untuk tutup,” kata Semuel.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Abdul Aziz