tirto.id - Wakil Ketua KPK Laode M. Syarief tidak memungkiri pertemuan antara KPK dengan pemerintah Inggris yang diwakili Wakil Dubes Inggris untuk Indonesia Rob Fenn membahas kasus korupsi Garuda terkait pembelian mesin dari Roll-Royce.
Syarief pun menyebut pemeriksaan kasus yang menjerat mantan Direktur Utama Garuda Indonesia, Emirsyah Satar segera selesai, sehingga bisa dilimpahkan ke pengadilan.
"We do a little bit actually discussing it, but this particular case actually about to finish (Kami memang sedikit mendiskusikannya, tapi kasus tersebut memang segera selesai)," kata Syarief di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Senin (11/2/2019).
Syarief mengatakan, KPK sudah mendapatkan dokumen penting dari Serious Froud Office (SFO/KPK-nya Inggris) untuk penyidikan kasus yang menjerat pengusaha Soetikno Soedarjo selaku pemilik atau beneficial owner Roll-Royce dan Emirsyah itu.
KPK berterima kasih, karena seluruh dokumen sudah berada di tangan lembaga anti-rasuah. Syarief berjanji, berkas Garuda akan segera naik ke tahap penuntutan dalam waktu dekat.
"You can actual just wait and Garuda case will send to court very very soon (tunggu saja dan kasus Garuda segera masuk pengadilan)," ujar Syarief.
Kasus korupsi Garuda berawal saat KPK melakukan penelusuran pada 2016. Kasus ini sendiri melibatkan SFO Inggris dan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB/KPK-nya Singapura).
Setelah dilakukan penyelidikan bersama, KPK mulai menggeledah senjmlah tempat seperti rumah Emir di Jakarta Selatan serta kantor Soetikno di Wisma MRA daerah Jakarta Selatan.
Emirsyah merupakan mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia. Saat ini Emirsyah berstatus tersangka di KPK.
Dia diduga menerima suap dari beneficial owner Connaught International Pte Ltd Soetikno Soedarjo terkait pengadaan pesawat Airbus SAS dan mesin pesawat Rolls-Royce untuk PT Garuda Indonesia.
KPK menduga Soetikno memberikan uang kepada Emirsyah sebesar 1,2 juta Euro dan 180 ribu dolar AS atau setara Rp20 miliar.
Emirsyah juga diduga menerima suap dalam bentuk barang senilai 2 juta dolar AS yang tersebar di Indonesia dan Singapura.
Emir disangka melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU Tipikor (UU 31/1999 tentang pemberantasan korupsi sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001) jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 ke-1.
Sementara Soetikno dijerat pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU Tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Zakki Amali