Menuju konten utama

Dewas TVRI Berbeda Pendapat Soal Pencopotan Helmy Yahya

Liga Inggris yang disiarkan TVRI merupakan monster program atau killer program, yang artinya televisi lain tak berhasil membelinya.

Dewas TVRI Berbeda Pendapat Soal Pencopotan Helmy Yahya
Helmy Yahya dan Direksi TVRI. tirto.id/Riyan Setiawan

tirto.id - Komisi I DPR RI melakukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan Dewan Pengawas TVRI untuk membahas kasus pemecatan mantan Direktur Utama TVRI Helmi Yahya, Selasa (21/1/2020) siang.

Pimpinan Dewan Pengawas TVRI yang hadir adalah Arief Hidayat Thamrin, Supra Wimbarti, Maryuni Kabul Budiono, Pamungkas Trishadiatmoko, dan Made Ayu Dwie Mahenny.

Jajaran Komisi I DPR RI yang hadir adalah Wakil Ketua Komisi I Fraksi PKS Abdul Kharis Almasyhari, Wakil Ketua Komisi I Fraksi Partai Gerindra, Bambang Kristiono, Dave Laksono, Syarif Hasan, hingga Efendi Simbolon.

Dalam rapat tersebut, salah satu anggota Dewan Pengawas TVRI, Supra Wimbarti menyampaikan, pendapat berbeda dari empat anggota Dewas lainnya soal pemecatan Helmy Yahya sebagai Direktur Utama TVRI.

Ia juga mengatakan, seluruh alasan yang disampaikan Dewas TVRI lainnya hingga berujung pemecatan Helmy kurang bijak dan tidak tepat.

"Perlu saya sampaikan dari lima dewas, mungkin saya yang paling aneh. Karena saya satu-satunya anggota dewas yg melakukan dissenting opinion. Atau beda pendapat. Ada alasan tertentu," kata Supra saat pemaparan.

Ia juga menilai, harusnya Dewas TVRI menggali lebih dalam argumen-argumen pembelaan yang disampaikan Helmy terkait pemecatannya.

Supra meminta, Dewas TVRI tak sekadar berdasar asumsi memecat Helmy Yahya sebagai Direktur Utama TVRI.

"Saya tidak ada maksud membela Pak Helmy, tapi jernih dari hasil rapat yang kami lakukan. Pembelaan dari Helmy satu per satu saya challenge, saya tantang, mana buktinya, mana notulen rapatnya. Sampai saat ini saya belum mendapatkan hal-hal yang disampaikan dalam rapat kami," katanya.

Ia menjelaskan, soal dana honor sebanyak Rp27 miliar yang belum dibayarkan, Supra pun memilih menelusuri dan mengidentifikasi ke Direktur Keuangan TVRI.

Supra menilai, Dewas harus mengelaborasi alasan keterlambatan pembayaran honor tersebut.

Ia juga menganulir pernyataan empat dewas lainnya yang memprotes program Liga Inggris yang ada sejak Helmy menjabat.

Menurutnya, Liga Inggris merupakan monster program atau killer program, yang artinya televisi lain tak berhasil membelinya.

Supra menyebut banyak televisi swasta yang ingin membeli tapi tidak memiliki cukup banyak uang.

"Di situlah peran dari saudara Helmy Yahya bagaimana harga itu bisa sangat turun. Itulah sebabnya saya mem-propose, mbok digali lagi oleh Dewas," katanya.

Jika anggota Dewas TVRI lain beranggapan Liga Inggris akan menyebabkan potensi gagal bayar dan hutang. Namun menurut Supra, berdasarkan keterangan direksi dan Helmy, Liga Inggris tidak akan menimbulkan gagal bayar dengan negosiasi tertentu.

"Saya tidak bisa menceritakan karena saya bukan pembela mereka, tapi menurut saya itu harus di-explore lebih lanjut oleh Dewas, sebetulnya bagaimana," katanya.

Supra juga mengkritik poin keberatan Dewas TVRI soal Kuis Siapa Berani. Anggota Dewas lain menyebut kuis tersebut sudah mencapai 200 episode.

Namun, Supra menyebut, kuis tersebut baru sampai 56 episode.

"Ini kan menandakan bahwa masih ada miskomunikasi antara Dewas dan Dirut yang saya propose itu digali lagi sebelum ada keputusan akhir," katanya.

Kata Supra, seharusnya Dewas melakukan musyawarah dengan Helmy Yahya soal tudingan yang dialamatkan. Namun sayangnya, pada rapat kami terakhir, usulan Supra ditolak oleh empat anggota dewas lainnya.

"Diperlukan hearing atau dengar pendapat dengan mengundang bapak Helmy Yahya untuk memperjelas pembelaan yang telah disampaikan. Kalau dirasa masih banyak info yang belum terlihat menurut saya harus dikonfrontir, lalu buktinya mana. Saya pribadi tidak suka bekerja ddengan asumsi," katanya.

Baca juga artikel terkait PEMECATAN HELMY YAHYA atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Zakki Amali