tirto.id - Dewan Pers resmi meluncurkan Pedoman Penggunaan Kecerdasan Buatan dalam Karya Jurnalistik. Pedoman ini diterbitkan oleh Dewan Pers sebagai acuan bagi para jurnalis maupun perusahaan media dalam menggunakan kecerdasan buatan atau artifical intelligence (AI) yang baik dan benar.
"Dengan panduan ini kita harapkan mereka [jurnalis dan perusahaan media] juga menggunakan sikap kehati-hatian [dalam menggunakan AI]. Kita tahu bahwa AI dan AI generatif sangat efektif membantu jurnalistik dalam memperoleh informasi, tapi akurasi dan uji kebenaran itu menjadi satu hal yang sangat penting," ujar Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Dewan Pers, Jumat (24/1/2025).
Ninik mengatakan proses penyusunan pedoman ini memakan waktu selama enam bulan dan turut melibatkan segenap konstituen Dewan Pers. Dewan Pers juga menggunakan sumber-sumber pedoman terkait AI yang diterbitkan oleh kementerian lainnya, termasuk lembaga-lembaga internasional.
"Proses penyusunan pedoman ini melibatkan seluruh konstituen Dewan Pers, kurang lebih enam bulan terakhir melalui diskusi dan kehadiran berbagai narasumber," kata Ninik.
Pedoman ini membebaskan perusahaan media untuk menggunakan berbagai jenis aplikasi kecerdasan buatan. Meski begitu, perusahaan media harus tetap memerhatikan aspek akurasi informasi dengan tetap melibatkan pengawasan oleh manusia di dalamnya.
"Begitu nulis, memproduksi karya [jurnalistik], bisa pakai ChatGPT gitu, terus diproses dengan CMS yang juga otomatis, dan dipublish juga secara otomatis. Nah, itu Dewan Pers mengatakan sebaiknya tidak. Harus ada kontrol atau sentuhan manusia dalam proses itu," ujar anggota tim perumus pedoman, Abdul Manan, Jumat (24/1/2/2025).
Berikut poin-poin prinsip dasar penggunaan AI dalam karya jurnalistik yang diatur dalam Bab 2 Pasal 2 dan 3 Pedoman ini:
Pasal 2
(1) Karya jurnalistik yang dibuat menggunakan teknologi
kecerdasan buatan berpedoman kepada KEJ (Kode Etik Jurnalistik);
(2) Penggunaan kecerdasan buatan untuk karya
jurnalistik harus ada kontrol manusia dari awal
hingga akhir:
(3) Perusahaan pers bertanggung jawab atas karya
jurnalistik yang dibuat menggunakan kecerdasan
buatan;
(4) Perusahaan pers dapat memberikan keterangan dan
menyebut sumber asal atau aplikasi kecerdasan
buatan yang digunakan pada produksi karya
jurnalistik.
Pasal 3
(1) Perusahaan pers selalu memeriksa akurasi dan
memverifikasi data, informasi, gambar, suara, video,
dan bentuk lainnya yang didapatkan melalui
pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan;
(2) Pemeriksaan akurasi dan verifikasi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan
menggunakan teknologi dan/atau konfirmasi kepada
pihak yang berkompeten;
(3) Perusahaan pers bersikap hati-hati memperlakukan
data, informasi, gambar, suara, video, dan bentuk
lainnya yang dihasilkan dengan memanfaatkan
kecerdasan buatan agar tetap menghormati ketentuan
tentang hak cipta dan peraturan perundang-
undangan terkait lainnya;
(4) Karya jurnalistik hasil kecerdasan buatan tidak
didasari iktikad buruk dan menghindari hal-hal yang
berbau cabul, bohong, fitnah, atau sadisme;
(5) Karya jurnalistik hasil kecerdasan buatan tidak
menyiarkan hal-hal yang bersifat diskriminasi
terhadap SARA, jenis kelamin, warna kulit, bahasa,
kondisi ekonomi, maupun penyandang disabilitas.
Aspek publikasi karya jurnalistik juga diatur di dalam Bab 4 Pasal 5 pedoman ini. Berikut beberapa poin-poinnya:
Pasal 5
(1) Perusahaan pers memberi keterangan pada karya
jurnalistik berupa gambar rekayasa dan/atau
personalisasi manusia (avatar) berbasis kecerdasan
buatan, baik berupa gambar bergerak maupun tidak;
(2) Personalisasi yang menyerupai figur tertentu harus
mendapat persetujuan dari yang bersangkutan atau
ahli waris;
(3) Perusahaan pers memberi keterangan pada karya
jurnalistik berbasis kecerdasan buatan berupa suara.
Penulis: Naufal Majid
Editor: Bayu Septianto