tirto.id - Wakil Ketua Komisi III, Desmond J Mahesa mengungkap pembicaraan lobi-lobi politik di Hotel Ayana MidPlaza antara Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat dengan sejumlah anggota Komisi III DPR, akhir 2017 silam.
Menurut Desmond, dalam pertemuan itu Arief melobi anggota Komisi III yang bertemu dengannya agar meloloskan dirinya dalam fit and proper test ketua MK. Alasannya, apabila Saldi Isra yang terpilih bisa lebih pro ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Ya kalau dia [Arief] tidak dipilih kembali oleh DPR maka yang akan jadi ketua di sana dia bilang Saldi Isra. Saldi Isra dianggap oleh orang-orang berpihak pada KPK. Jadi dia seperti memberikan penjelasan agar dipilih kembali," kata Desmond di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (12/2/2018).
Desmond pun mendukung adanya desakan kepada Arief untuk mundur dari jabatannya sebagai ketua MK. Karena, menurutnya, Arief sudah tidak layak lagi untuk menjabat posisi tersebut.
"Kalau bertahan berarti kekuasaan lebih penting daripada etik. Berarti enggak layak kan dia," kata Desmond.
Tidak hanya itu, Desmond pun mendesak kepada Presiden Jokowi agar mencopot jabatan Arief sebagai ketua MK. Karena, menurutnya, jabatan ketua MK disahkan oleh presiden melalui keppres.
"Kalau belum ada keppresnya ya enggak usah cabut kan ada contohmya Pak Budi gunawan sudah dipilih oleh Komisi III, keppresnya tidak jadi turun dan tidak jadi kapolri. sekarang tinggal di tangan Pak Jokowi," kata Desmond.
Sebelum fit and proper test pada akhir 2017 lalu, Desmond juga pernah mengungkap lobi-lobi antara Komisi III dan Arief. Saat itu, ia mengatakan lobi-lobi itu terjadi untuk meloloskan Arief sebagai ketua MK dengan ditukar dengan putusan UU MD3.
Sehingga, kata Desmond, saat itu Fraksi Gerindra menolak proses fit and proper test di Komisi III dilanjutkan. Karena, menurutnya, fit and proper test tidak lagi berpengaruh dengan adanya lobi-lobi yang terjadi.
Arief yang masih menjabat sebagai Ketua MK ini sempat membantah soal adanya lobi yang dia lakukan dengan DPR. Lobi yang diduga dilakukan terkait putusan uji materi yang diajukan KPK perihal status Pansus Angket KPK.
"Enggak ada lobi-lobi itu," kata Arief Desember lalu.
Menurut Arief, pertemuan dirinya dengan anggota Komisi III DPR di Hotel Ayana Mid Plaza, hanya membicarakan jadwal fit and proper test dan merupakan pertemuan resmi. Ia berdalih sibuk dan butuh menyesuaikan dengan jadwal yang telah disusun oleh Komisi III.
Arief menjelaskan ditundanya fit and proper test yang sedianya dilaksanakan tanggal 27 November lalu bukan karena ada proses lobi-lobi, melainkan karena dirinya sedang berada di luar negeri.
"Saya waktu itu ke Uzbekistan diundang sebagai pembicara di acara ultah MK Uzbekistan," kata Arief.
Akan tetapi Dewan Etik MK pada akhirnya tetap menjatuhkan sanksi etik berupa teguran lisan kepada Arief atas pertemuan di Hotel Ayana Mid Plaza tersebut pada Januari 2018 lalu.
Sanksi ini menjadi yang kedua setelah pada 2016 Arief juga pernah terkena sanksi etik dari Dewan Etik MK. Ia terbukti bersalah karena membuat surat titipan kepada mantan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Widyo Pramono.
Dalam surat itu terdapat pesan kepada Widyo agar bisa menempatkan salah seorang kerabatnya dengan bunyi pesan “mohon titip dan dibina, dijadikan anak Bapak”. Kerabat yang dititipkan saat itu bertugas di Kejaksaan Negeri Trenggalek, Jawa Timur, dengan pangkat Jaksa Pratama/Penata Muda IIIC.
Lantaran kerap mendapat sanksi Arief disebut berpeluang menghadirkan konflik kepentingan di tubuh MK. Puluhan profesor dari sejumlah perguruan tinggi mendesak Arief mundur dari jabatan sebagai ketua MK.
Hanya saja sampai saat ini Arief masih belum mundur sebagai ketua MK. Terakhir, Arief memutuskan sidang gugatan uji materi Pasal 79 ayat 3 UU MD3 yang dilakukan oleh pegawai KPK. Dalam putusannya, Arief menolak gugatan uji materi tersebut.
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Yuliana Ratnasari