tirto.id - Rumah anti gempa merupakan desain rumah yang menerapkan teknik bangunan khusus untuk mewujudkan rumah yang tahan guncangan gempa bumi. Walaupun pada titik tertentu rumah dengan desain anti gempa masih dapat mengalami kerusakan, namun kerusakan tersebut dapat diminimalisir jika dibandingkan dengan bangunan rumah biasa.
Membangun rumah anti gempa sangat direkomendasikan bagi mereka yang akan membangun rumah di kawasan rawan gempa seperti di Indonesia. Lokasi Indonesia yang berada di atas lempeng tektonik besar dunia yaitu Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara paling rawan gempa di dunia.
Federal Emergency Management Agency (FEMA) menyebutkan bahwa setiap tahun, setidaknya ada 500.000 peristiwa bencana gempa bumi di seluruh dunia. Dari total tersebut, sekitar 100.000 gempa dapat dirasakan manusia, dan setidaknya 100 gempa dapat menyebabkan kerusakan pada muka bumi yang berimbas terhadap bangunan di atasnya.
Teknologi Bangunan untuk Menahan Guncangan Akibat Gempa
Untuk mengantisipasi kerusakan pada bangunan dan resiko lain yang mungkin menyertainya, para insinyur saat ini memiliki sederet teknologi untuk menciptakan bangunan anti guncangan.
Teknologi yang digunakan umumnya didukung oleh pemilihan bahan bangunan tertentu yang dapat menciptakan efek meredam guncangan. Teknologi tersebut diaplikasikan saat membuat sebuah bangunan.
Berikut cara kerja teknologi bangunan anti guncangan melansir laman How Stuff Works:
Fondasi Apung (Melayang)
Insinyur dan seismolog telah menggunakan isolasi dasar selama bertahun-tahun sebagai sarana pelindung bangunan saat terjadi gempa bumi. Sesuai namanya, konsep ini mengandalkan pemisahan substruktur bangunan dari superstrukturnya.
Salah satu sistem tersebut melibatkan pengapungan bangunan di atas fondasinya pada bantalan timbal-karet, yang berisi inti timah padat yang dibungkus dengan lapisan karet dan baja bergantian. Pelat baja menempelkan bantalan ke bangunan dan pondasinya. Ketika gempa terjadi, biarkan pondasi bergerak tanpa memindahkan struktur di atasnya.
Beberapa insinyur Jepang telah menerapkan isolasi dasar ke level yang lebih tinggi. Sistem mereka benar-benar mengangkat sebuah bangunan di atas bantalan udara.
Cara kerjanya adalah ketika terjadi pergerakan yang berpotensi menimbulkan gempa bumi, sensor di suatu bangunan akan mendeteksinya. Jaringan sensor itu kemudian berkomunikasi dengan kompresor udara. Dalam waktu setengah detik setelah disiagakan, kompresor itu akan mendorong udara di antara bangunan dan pondasinya.
Bantalan udara dapat mengangkat struktur hingga 1,18 inci (3 cm) dari tanah, mengisolasinya dari gaya yang dapat merobeknya. Saat gempa mereda, kompresor mati, dan bangunan kembali ke fondasinya.
Penyerap guncangan
Teknologi lain yang telah dicoba dan terbukti membantu bangunan tahan terhadap gempa bumi terinspirasi dari dunia otomotif. Teknologi itu berupa peredam kejut, perangkat yang mengontrol gerakan pegas yang tidak diinginkan pada mobil.
Dalam kasus bangunan tahan gempa, peredam kejut mampu memperlambat dan mengurangi besarnya getaran dengan mengubah energi kinetik suspensi yang memantul menjadi energi panas yang dapat dibuang melalui cairan hidrolik.
Dalam fisika, pengubahan bentuk energi tersebut dikenal sebagai redaman. Itulah sebabnya sebagian orang menyebut peredam kejut sebagai "peredam".
Damper bisa berguna saat mendesain bangunan tahan gempa. Insinyur umumnya menempatkan peredam di setiap tingkat bangunan, dengan satu ujung dipasang ke kolom dan ujung lainnya dipasang ke balok.
Setiap peredam terdiri dari kepala piston yang bergerak di dalam silinder berisi minyak silikon. Saat terjadi gempa bumi, gerakan horizontal bangunan menyebabkan piston di setiap peredam menekan oli, mengubah energi mekanik gempa menjadi panas.
Kekuatan Pendulum
Redaman dapat terjadi dalam berbagai bentuk. Oleh karenanya, ada solusi lain, terutama untuk gedung pencakar langit. Teknologi pendulum ini akan melibatkan penangguhan massa yang sangat besar di dekat bagian atas struktur.
Kabel baja bakal menopang massa bangunan, sementara peredam cairan kental terletak di antara massa dan bangunan yang coba dilindunginya. Saat aktivitas seismik menyebabkan bangunan bergoyang, pendulum bergerak ke arah yang berlawanan, menghilangkan energi.
Insinyur menyebut sistem ini seperti peredam massa yang beroperasi sesuai instruksi. Sebab, setiap pendulum bisa diatur dengan tepat ke frekuensi getaran alami struktur. Jika gerakan tanah menyebabkan bangunan berosilasi pada frekuensi resonansinya, bangunan tersebut akan bergetar dengan energi yang besar dan kemungkinan besar akan mengakibatkan kerusakan. Tugas peredam massa yang disetel adalah menangkal resonansi dan meminimalkan respons dinamis struktur.
Taipei 101, gedung pencakar langit setinggi 1.667 kaki (508 meter), telah memanfaatkan peredam massa ini. Inti dari sistem ini adalah bola berwarna emas seberat 730 ton (660 metrik ton) yang digantung oleh delapan kabel baja. Itu merupakan peredam massa terbesar dan terberat di dunia.
Sekring yang Dapat Diganti
Dalam dunia kelistrikan, sekring memberikan perlindungan jika arus dalam suatu rangkaian melebihi tingkat tertentu. Alat ini akan memutus aliran listrik dan mencegah panas berlebih, yang berpotensi menimbulkan kebakaran. Setelah kejadian tersebut, pengguna cukup mengganti sekring dan mengembalikan sistem seperti semula.
Para peneliti dari Universitas Stanford dan Universitas Illinois telah bereksperimen dengan konsep serupa dalam upaya membangun bangunan tahan gempa. Mereka menyebut idenya sebagai Sistem Goyang Terkontrol karena rangka baja yang membentuk struktur itu elastis dan dibiarkan bergoyang di atas fondasi. Namun, para peneliti itu juga mengatakan bahwa itu bukan solusi yang ideal.
Selain rangka baja, para peneliti memperkenalkan kabel vertikal yang menahan bagian atas setiap rangka ke pondasi dan membatasi gerakan goyang. Tidak hanya itu, kabel memiliki kemampuan pemusatan sendiri, yang berarti dapat menarik seluruh struktur tegak lurus saat guncangan berhenti.
Komponen terakhir adalah sekring baja yang dapat diganti. Peranti ini bakal ditempatkan di antara dua rangka atau di dasar kolom. Gigi logam sekring menyerap energi seismik sebagai batuan bangunan. Jika terjadi kerusakan selama gempa bumi, alat ini dapat diganti dengan cepat untuk mengembalikan bangunan ke bentuk pemotongan pita aslinya.
Rocking Core-wall
Di banyak bangunan tinggi modern, para insinyur menggunakan konstruksi dinding inti (Rocking Core-Wall) untuk meningkatkan kinerja seismik dengan biaya lebih rendah. Dalam desain ini, inti beton bertulang dipasang melewati jantung struktur dan mengelilingi tepian elevator.
Untuk bangunan yang sangat tinggi, dinding inti bisa sangat besar, setidaknya 30 kaki di setiap arah denah dan tebal 18 hingga 30 inci.
Meskipun membantu bangunan tahan terhadap guncangan gempa bumi, konstruksi dinding inti bukanlah teknologi yang sempurna. Para peneliti telah menemukan bahwa bangunan tetap dengan dinding inti masih dapat mengalami deformasi inelastis yang signifikan, gaya geser yang besar, dan percepatan lantai yang merusak.
Salah satu solusinya, seperti yang telah dibahas di poin pertama, adalah dengan melibatkan isolasi dasar yang mengambangkan bangunan di atas bantalan timbal-karet. Desain ini mengurangi percepatan lantai dan gaya geser tetapi tidak mencegah deformasi di dasar dinding inti.
Solusi yang lebih baik untuk bangunan yang terletak di zona gempa adalah membuat dinding inti goyang dengan kombinasi isolasi dasar. Batu dinding inti goyang di permukaan tanah berfungsi untuk mencegah beton di dinding berubah bentuk secara permanen.
Untuk mencapai hal ini, para insinyur memperkuat dua tingkat bangunan yang lebih rendah dengan baja dan menggabungkan post-tensioning di sepanjang ketinggian. Dalam sistem pasca-tarik, tendon baja dijalin melalui dinding inti. Tendon bertindak seperti karet gelang, yang dapat diregangkan dengan kuat oleh dongkrak hidrolik untuk meningkatkan kekuatan tarik dinding inti.
Shape Memory Alloys
Plastisitas menggambarkan deformasi yang terjadi pada material apapun ketika gaya diterapkan padanya. Jika gayanya cukup kuat, bentuk material dapat diubah secara permanen. Baja dapat mengalami deformasi plastis, demikian juga beton. Namun kedua bahan ini banyak digunakan di hampir semua proyek konstruksi komersial.
Maka dari itu, shape memory alloys dapat dimanfaatkan. Bahan ini dapat menahan tekanan berat dan membuat suatu bangunan dapat kembali ke bentuk aslinya. Banyak insinyur bereksperimen dengan bahan ini sebagai pengganti konstruksi baja dan beton tradisional.
Salah satu bahan campuran (alloys) yang menjanjikan adalah titanium nikel, atau nitinol. Material ini menawarkan elastisitas 10 hingga 30 persen lebih tinggi daripada baja.
Dalam sebuah studi tahun 2012, para peneliti di University of Nevada, Reno, membandingkan kinerja seismik kolom jembatan yang terbuat dari baja dan beton dengan kolom yang terbuat dari nitinol dan beton. Paduan shape memory alloys mengungguli material tradisional di semua level dan membuat kerusakan akibat gempa bisa diminimalisir.
Tabung Karton
Shigeru Ban, arsitek asal Jepang, telah merancang beberapa struktur yang menggabungkan tabung karton yang dilapisi dengan poliuretan sebagai elemen pembingkai utama. Pada 2013, Ban meluncurkan desain rancangannya bernama Transitional Cathedral, di Christchurch, Selandia Baru.
Gereja tersebut menggunakan 98 tabung karton raksasa yang diperkuat dengan balok kayu. Karena struktur karton dan kayu sangat ringan dan fleksibel, kinerjanya jauh lebih baik daripada beton saat peristiwa seismik terjadi.
Kalaupun pada titik tertentu bangunan tidak dapat menahan guncangan, kecil kemungkinannya untuk menghancurkan orang yang berada di dalam bangunan.
Biomaterial
Bahan dari biomaterial dapat menjadi salah satu sumber baru untuk membuat bangunan anti guncangan. Alat ini bersumber dari ide bahwa sutera laba-laba lebih kuat dari baja. Para ilmuwan pun percaya bahwa respons bahan alami ini cukup unik.
Ketika para peneliti menarik dan menarik untaian sutera laba-laba, mereka menemukan fakta bahwa benang-benang tersebut pada awalnya kaku, kemudian melar, lalu berubah kaku lagi.
Respons nonlinear yang kompleks inilah yang membuat jaring laba-laba begitu tangguh. Alhasil, benang laba-laba menjadi bahan yang bisa dimanfaatkan dalam konstruksi bangunan tahan gempa generasi berikutnya.
Bungkus serat karbon
Para insinyur telah menemukan bahwa menambahkan sistem isolasi dasar ke struktur bangunan adalah sesuatu yang layak dan menarik untuk dicoba. Terlebih, biaya pembuatan peranti ini relatif murah.
Solusi lain yang menjanjikan dan lebih mudah diterapkan, adalah teknologi yang dikenal sebagai Bungkus Plastik, yang diperkuat serat, atau FRP. Produsen membuat pembungkus ini dengan mencampurkan serat karbon dengan polimer pengikat, seperti epoksi, poliester, vinil ester atau nilon. Bahan-bahan komposit itu dipakai karena punya karakter ringan namun sangat kuat.
Dalam aplikasi perkuatan, para insinyur cukup membungkus material di sekitar kolom pendukung beton jembatan atau bangunan dan kemudian memompa epoksi bertekanan ke celah antara kolom dan material.
Berdasarkan persyaratan desain, para insinyur dapat mengulangi proses ini hingga enam atau delapan kali. Itu akan menciptakan balok yang terbungkus dengan kekuatan dan keuletan yang jauh lebih tinggi. Hebatnya, kolom yang rusak akibat gempa pun bisa diperbaiki dengan balutan serat karbon.
Dalam sebuah penelitian, para peneliti menemukan bahwa kolom jembatan jalan raya yang dilapisi dengan material komposit 24 hingga 38 persen lebih kuat daripada kolom yang tidak dibungkus.
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Fadli Nasrudin