tirto.id - Indonesia merupakan negara yang rawan gempa bumi. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), hal ini dikarenakan Indonesia dilalui oleh tiga lempeng tektonik yakni lempeng Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik.
Oleh sebab itulah, konstruksi rumah tahan gempa menjadi salah satu opsi yang bisa dipertimbangkan jika hendak membangun hunian. Itu semua bertujuan menghindari risiko akan sesuatu yang tak diinginkan.
Dengan sistem konstruksi yang terencana dengan baik, gempa dapat tertahan dan hanya mengakibatkan sedikit kerusakan. Sebab, rusaknya bangunan saat terjadi gempa bumi seringkali disebabkan metode pembangunan yang buruk atau material tidak memenuhi standar.
Dikutip dari Britannica, metode konstruksi dapat bervariasi di seluruh belahan dunia. Jadi, perancang bangunan harus mengetahui bahwa tak semua konstruksi bisa diterapkan di semua daerah.
Setiap insinyur bangunan harus mengetahui terlebih dahulu metode konstruksi lokal dan ketersediaan sumber daya alam sebelum menyimpulkan desain yang cocok. Perencanaan tersebut harus dilakukan secara realistis dan sesuai dengan karakter wilayah.
Prinsip-prinsip Konstruksi Rumah tahan Gempa
Berikut ini beberapa prinsip yang perlu diperhatikan jika hendak membangun rumah yang tahan terhadap gempa bumi.
1. Fondasi Konstruksi Rumah Tahan Gempa
konstruksi dasar paling penting untuk bangunan tahan gempa adalah fondasi. Menurut Elena Barmenkova (2019) dalam karya ilmiah bertajuk Design of Base and Foundation for the Earthquake-Resistant Building, fondasi merupakan bagian pendukung suatu struktur yang menyalurkan beban-beban dari struktur ke tanah.
Akibat pembebanan seismik atau gelombang yang menjalar karena gempa, fondasi dapat mengalami penurunan daya dukung. Pembebanan kinematik juga dapat terjadi akibat pergerakan tanah selama gempa berlangsung.
Secara umum, dalam merencanakan fonasi bangunan tahan gempa, harus memenuhi syarat tertentu, yakni:
- Menopang massa struktur tanpa penurunan yang berlebihan;
- Mentransfer beban gempa lateral yang besar antara struktur dan tanah;
- Menahan gempa dan gaya guling yang diinduksi;
- Menahan deformasi tanah transien dan permanen tanpa menyebabkan perpindahan berlebihan pada struktur atau distorsi dalam bidang pada elemen yang didukung oleh struktur fondasi
2. Tanah Fondasi di Lokasi Proyek Bangunan
Dilansir laman howstuffworks, jenis tanah yang dipilih sebagai fondasi juga mesti diperhatikan. Tanah di bawah struktur bangunan harus kokoh agar insinyur dapat mempertimbangkan sistem fondasi bangunan yang bisa merespons gelombang seismik.
Bangunan di atas pasir lepas atau tanah liat harus dihindari sebab dapat berisiko pada terjadinya gerakan berlebihan dan tegangan yang tidak seragam selama terjadi gempa bumi. Jika fondasi bangunan berada di atas tanah lunak, seluruh bangunan dapat runtuh akibat gempa, bahkan meskipun teknik rekayasa bangunan yang diterapkan sangat canggih.
Membangun fondasi yang terlalu dangkal juga buruk. Itu membuat strukturnya kurang mampu menahan goncangan gempa bumi. Oleh karenanya, fondasi harus dibangun di atas tanah yang kokoh untuk mempertahankan struktur secara merata di bawah beban vertikal.
Jika tidak bisa menemukan tanah yang kokoh, metode pengapungan bangunan di atas fondasi bersistem bantalan, pegas, atau silinder empuk, bisa jadi solusi. Cara ini sering disebut sebagai isolasi dasar.
Perancang rumah atau insinyur dapat menggunakan ragam desain bantalan. Namun, bantalan karet timah menjadi salah satu opsi terpopuler karena mengandung inti timah padat, yang kemudian dibungkus lapisan karet dan baja secara bergantian. Inti timah membuat bantalan kaku dan kuat dalam arah vertikal, sedangkan karet dan pita baja membuat bantalan fleksibel dalam arah horizontal.
Bantalan tersebut akan melekat pada bangunan dan fondasi melalui pelat baja. Jadi, ketika gempa bumi melanda, fondasi bisa bergerak tanpa menggerakkan struktur di atasnya. Alhasil, percepatan horizontal bangunan berkurang dan mengalami deformasi sehingga kerusakan akibat gempa bisa diminimalisir.
Perlu diketahui bahwa meski menggunakan sistem isolasi dasar, sebuah bangunan tetap dapat menerima sejumlah energi getaran selama gempa bumi terjadi. Bangunan hanya dapat menghilangkan atau meredam getaran sampai batas tertentu.
3. Pemilihan Material Bangunan
Desain tahan gempa biasanya menggabungkan daktilitas di dalam struktur dan anggota strukturalnya. Bangunan beton, yang biasanya rapuh dan relatif mudah pecah, dapat dibuat daktail dengan menambahkan tulangan baja.
Secara definitif, daktilitas adalah kemampuan bangunan untuk menekuk, bergoyang, dan berubah bentuk tanpa runtuh.
Pembuatan beton dalam struktur bangunan, yang biasanya bertulang baja, harus diperhitungkan dengan tepat hingga mencapai sifat daktail yang sesuai. Rumah yang dibangun dari beton bertulang baja berkinerja jauh lebih baik karena baja yang tertanam meningkatkan daktilitas material.
Ada pula bangunan yang terbuat dari baja struktural. Komponen baja di dalamnya bisa terdiri dari berbagai bentuk seperti balok, sudut, dan pelat, sehingga menawarkan sifat daktilitas tertinggi. Struktur baja itu memungkinkan bangunan menekuk secara signifikan tanpa patah saat gempa terjadi.
Idealnya, untuk menghilangkan gaya geser, para perancang bangunan tidak hanya mengandalkan kemampuan bawaan dari sebuah struktur bangunan. Agar sebuah rumah bisa lebih tahan gempa gempa, insinyur harus memasang sistem peredam dengan tujuan mengurangi amplitudo getaran mekanis.
4. Penguatan Struktural
Ada beberapa metode yang diterapkan para insinyur proyek konstruksi untuk meminimalisir dampak gempa terhadap suatu bangunan. Salah satunya adalah mengarahkan kekuatan seismik. Sebagai misal, membuat struktur dinding geser dan rangka bresing guna mentransfer gaya lateral dari lantai dan atap ke pondasi.
Struktur rangka bresing merupakan sistem struktur yang didesain untuk menahan beban lateral berupa gempa. Sementara itu, dinding geser adalah beton bertulang yang dipasang dalam posisi vertikal guna menambah kekakuan struktur dan menyerap gaya geser seiring semakin tingginya struktur.
Perlu diketahui bahwa bangunan yang berukuran pendek memiliki fleksibilitas lebih rendah daripada bangunan lebih tinggi. Dengan begitu, para insinyur mesti menyediakan banyak penguatan struktural untuk konstruksi yang tingginya hanya beberapa lantai dibandingkan gedung pencakar langit, misalnya.
5. Mekanisme Drainase
Pembuatan sistem drainase yang bagus juga menjadi salah satu kunci agar suatu bangunan tahan terhadap gempa. Sebab, air yang menggenang dapat menimbulkan komplikasi struktural.
Saat gempa terjadi di wilayah dengan tanah berpasir dan gembur, goncangan dapat menimbulkan fenomena likuifaksi. Itu mengakibatkan beberapa sisi bangunan tenggelam sedangkan limbah pipa bisa naik ke permukaan. Posisi ini dapat bertahan bahkan ketika gempa reda dan tanah kembali mengeras.
Drainase gempa dapat membantu mencegah hal itu terjadi. Sistem aliran air ini dibuat dengan potongan prefabrikasi yang dibungkus dengan kain penyaringan. Setiap saluran berdiameter 3-8 inci. Jumlah saluran air tergantung pada ukuran area yang rawan likuifaksi.
Penulis: Nisa Hayyu Rahmia
Editor: Fadli Nasrudin