tirto.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani mencatat defisit APBN per Maret 2020 menyentuh Rp76,4 triliun atau setara 24,9 persen dari target APBN sebanyak Rp307,2 triliun. Sementara posisi defisit terhadap PDB tercatat masih di kisaran 0,48 persen untuk Maret 2020.
Meski lebih lebar dari Februari 2020 yang berada di angka Rp62,8 triliun, pertumbuhan defisit APBN relatif rendah dan mengalami kontraksi 25,8 persen dibanding posisi tahun 2019 yang berada di kisaran Rp103,1 triliun.
Penyebabnya, belanja negara hanya terealisasi sebanyak Rp452,4 triliun atau setara 17,8 persen dari target APBN 2020. Dibandingkan periode yang sama di tahun 2019, belanja negara hanya tumbuh 0,1 persen.
Sementara itu pendapatan negara tumbuh 7,7 persen mencapai Rp375,9 trilliun atau 16,8 persen dari target APBN yang di kisaran Rp2.233,2 triliun.
Tingginya pertumbuhan pendapatan ini, menurut Sri Mulyani, didukung faktor tak berulang.
Dalam hal ini pergeseran pembayaran dividen BUMN yang menyebabkan lonjakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan percepatan pembelian pita cukai oleh perusahaan rokok sehingga menyebabkan lonjakan penerimaan bea cukai.
“Maret 2020 ini bukan angka normal kondisi ekonomi sesungguhnya. Sifatnya tidak akan berulang. Seperti pembelian cukai lebih awal dan adanya pembayaran dividen BUMN yang dipercepat. Realisasi pendapatan negara lebih baik dari tahun lalu meski basis supporting-nya bukan ekonomi secara meluas,” ucap Sri Mulyani dalam teleconference bersama wartawan, Jumat (17/4/2020).
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Hendra Friana