tirto.id - Bank Indonesia memperkirakan defisit transaksi berjalan alias current account deficit (CAD) tahun 2025 bakal melebar di kisaran 0,5-1,3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Sedangkan hingga akhir tahun ini, defisit transaksi berjalan diperkirakan bakal berada di kisaran 0,1-0,9 persen terhadap PDB.
Menurut Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, dalam Rapat Kerja Banggar DPR RI dengan Menteri Keuangan, Menteri PPN/Kepala Bappenas, Menteri Hukum dan HAM, dan Gubernur BI, di Komplek Parlemen, Jakarta Pusat, Selasa (27/8/2024), pelebaran defisit transaksi berjalan ini bisa berdampak pada nilai tukar rupiah.
“Itu hal-hal yang kita waspadai,” ujarnya.
Sementara itu, transaksi berjalan mencatatkan defisit sebesar 3,0 miliar dolar AS atau sekitar 0,9 persen dari PDB, sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan defisit triwulan sebelumnya yang sebesar 2,4 miliar dolar AS atau 0,7 persen dari PDB.
Defisit transaksi berjalan ini disebabkan oleh peningkatan surplus neraca perdagangan barang imbas defisit neraca perdagangan sektor migas yang menurun dan surplus neraca perdagangan nonmigas yang relatif stabil.
Selain itu, ekspor nonmigas juga tumbuh positif didukung oleh perbaikan harga komoditas dan permintaan dari mitra dagang utama, sementara impor nonmigas relatif stabil dipengaruhi aktivitas ekonomi domestik yang terjaga.
“Defisit neraca jasa meningkat dipengaruhi oleh defisit jasa perjalanan seiring pelaksanaan ibadah haji 2024. Defisit neraca pendapatan primer juga lebih tinggi dipengaruhi oleh pembayaran dividen dan bunga/kupon sesuai pola triwulanan,” ujar Kepala Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono dalam keterangan tertulisnya, Kamis (22/8/2024) lalu.
Dengan potensi pelebaran defisit transaksi berjalan ini, BI mendorong agar pemerintah dapat menggenjot hilirisasi, tak hanya dari sektor mineral, tapi juga sektor-sektor padat karya seperti pertanian, perkebunan, dan lainnya. Hal ini perlu dilakukan juga untuk meningkatkan penciptaan lapangan kerja dan juga meningkatkan upah pekerja, yang pada akhirnya bisa mengerek konsumsi masyarakat.
Di sisi lain, untuk menjaga pertumbuhan ekonomi nasional, Perry menilai, pemerintah perlu mendorong kinerja ekspor nasional. Meskipun menurutnya, pada tahun ekspor sumbangan ekspor terhadap pendapatan negara akan lebih kecil dari tahun ini, seiring dengan pelambatan pertumbuhan ekonomi dunia, terutama di AS dan negara-negara Eropa.
“Harapannya dengan India. Kalau [ekspor] dengan India itu bisa digenjot akan baik. Tapi setidaknya ekspor masih dijadikan sumber, meskipun kontribusinya lebih kecil,” sambung Perry.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Irfan Teguh Pribadi