Menuju konten utama
Jelang Debat Cawapres

Debat Ma'ruf vs Sandi: Tenaga Kerja Asing Bisa Jadi Bahan Gorengan

Masalah tenaga kerja asing dirediksi akan menjadi pembahasan dalam debat ketiga Pilpres 2019 antara cawapres Ma'ruf Amin dan Sandiaga Uno.

Debat Ma'ruf vs Sandi: Tenaga Kerja Asing Bisa Jadi Bahan Gorengan
Sesi pertama debat pilpres 2019 di hotel bidakara. tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Isu tenaga kerja asing (TKA) diprediksi bakal muncul dalam debat Pilpres 2019 putaran ketiga antara cawapres Ma'ruf Amin dan Sandiaga Uno, pada Minggu malam, 17 Maret 2019. Sebab, dalam kurun empat tahun belakangan, kehadiran TKA selalu menarik perhatian publik dan menimbulkan polemik.

Capres nomor urut 01 Prabowo Subianto bahkan sudah jauh-jauh hari menjadikan isu TKA sebagai serangan kepada pemerintah. Usai menghadiri perayaan May Day yang digelar KSPI tahun lalu, ia mengatakan prioritas tenaga kerja dalam negeri mutlak untuk diberikan.

“Itu lah saya kira. Bukan kami anti-asing. Tapi jaga rakyat kita dulu, kalau kami buka pintu untuk tenaga kerja asing, kita kerja apa?" ujar Prabowo sebelum kembali mencalonkan diri sebagai capres di Pilpres 2019.

Jika melihat data Kementerian Ketenagakerjaan, sejak 2014 hingga 2017, jumlah TKA di Indonesia memang memperlihatkan tren meningkat. Angka TKA yang semula sebesar 73.624 orang pada 2014 bertambah menjadi 85.974 orang pada 2017.

Namun, jumlah tenaga kerja made in luar negeri itu sebenarnya tak banyak-banyak amat dibandingkan dengan pekerja asli Indonesia. Porsi TKA pada 2017 hanya sekitar 0,07 persen dibandingkan 127,07 juta masyarakat yang bekerja per Februari 2018.

Peneliti dari Institute for Development of Economies and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus mengatakan, berita soal TKA kerap ramai karena dimunculkan di tengah hiruk-pikuk jutaan penganggur yang berebut pekerjaan.

Padahal, kata Heri, meningkatnya jumlah tenaga kerja asing di Indonesia seiring dengan masuknya aliran investasi asing ke dalam negeri.

Hal tersebut memang dilematis bagi pemerintah. Sebab, pertumbuhan industri di Indonesia tak bisa menyerap banyak tenaga kerja dari sektor yang sebelumnya dominan, yakni pertanian.

Data Badan Pusat Statistisk (BPS) pada Februari 2019 menunjukkan, tenaga kerja di sektor pertanian mencapai sebesar 28,7 persen dari total tenaga kerja Indonesia, sementara industri masih berada di angka 14,73 persen.

“Tenaga kerja masih numpuk di pertanian. Kalau kita bandingkan dengan negara lain, mereka sejalan dan seimbang antara ekonomi dengan sektor industrinya. Jadi ketika industri jadi leading sektor, maka tenaga kerja juga terserap banyak ke sana," kata Heri.

Implikasinya adalah investor yang membangun pabrik-pabrik atau tempat pengolahan baru, turut membawa tenaga kerja dari negara asalnya. Apalagi, aturan soal syarat membawa tenaga asing masuk makin dilonggarkan lewat Peraturan Presiden (Perpres) No. 20/2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang dikeluarkan Jokowi.

Beleid yang dikeluarkan 26 Maret 2018 itu merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menstimulus capaian investasi yang tengah lesu. Salah satu bentuk 'relaksasi' itu antara lain wajib lapor penggunaan tenaga asing dari 6 bulan sekali menjadi setahun sekali.

"Jadi dilema juga soal TKA itu. Pemerintah mau pilih mana? Tenaga kerja dalam negeri, tapi investor kabur, atau membuka TKA," ucap Heri.

Direktur Corporate Affairs Asian Agri, salah satu perusahaan sawit di Indonesia, Fadhli Hasan mengatakan, kebijakan mengenai tenaga asing di Indonesia sebenarnya sudah cukup ketat. Jika hal itu dirasa masih membuat lapangan kerja dibanjiri asing, maka yang harus dilakukan dua pasangan calon cukup berat.

"Itu harus dilihat dan direvisi dalam UU Ketenagakerjaan. Tapi, kan, kalau misalnya TKA memang diperlukan untuk yang manajerial sebenarnya enggak masalah. Tapi jangan sampai pekerjaan yang bisa kita lakukan sendiri diserahkan juga kepada mereka,” kata dia.

Lagi pula, untuk bisa bekerja di Indonesia, pekerja asing harus memenuhi sejumlah prosedur yang cukup panjang. Misalnya, memiliki kartu izin menetap sementara (KIMS) serta rekomendasi dari departemen teknis yang membawahi bidang pekerjaannya.

Izin bagi tenaga asing itu juga disesuaikan dengan sektor pekerjaan yang terbuka bagi mereka. Untuk jabatan pimpinan, yang meliputi sekitar 13 persen dari hampir 20 ribu tenaga asing di sini, dibatasi hanya mereka yang benar-benar mewakili kepentingan pemilik modal atau pemegang saham.

Respons TKN dan BPN

Sementara itu, dewan pakar Badan Pemenang Nasional (BPN) Prabwo-Sandiaga, Dradjad Wibowo mengatakan, pasangan capres-cawapres yang diusungnya bakal lebih fokus kepada usaha penciptaan lapangan kerja untuk mengurangi kekhawatiran terhadap tenaga kerja asing.

Meskipun, kata politikus PAN ini, investasi yang ditanamkan di Indonesia harus mengutamakan penyerapan tenaga kerja lokal dalam rangka alih teknologi.

Sebaliknya, juru bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Irma Suryani Chaniago mengatakan bahwa urusan TKA sudah selesai setelah Perpres 20/2018 keluar.

Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Nasdem ini justru mempertanyakan pihak-pihak yang keberatan dengan masalah tenaga asing di Indonesia, khususnya soal pasal apa yang bermasalah di dalam beleid tersebut.

Sebab, kata Irma, tanpa ada peranan tenaga kerja asing, beberapa sektor ekonomi di Indonesia tidak dapat berjalan maksimal. Ia menyebut, misalnya, jasa pariwisata yang beberapa di antaranya mempekerjakan tenaga asing agar lebih punya nilai tambah.

"Pendapatan negara dari sektor pariwisata itu tinggi. Kenapa jadi tinggi? Salah satunya pekerjaan yang diberikan kepada para turis. Nah, pekerjaan itu juga, kan, diiringi kontrol dari imigrasi. Iya, kan. Ada banyak faktor di situ,” kata Irma.

Baca juga artikel terkait DEBAT CAWAPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Abdul Aziz