tirto.id - Tampil di debat pemilihan umum (Pemilu) bukan perkara baru bagi Sandiaga Salahudin Uno. Kala menjadi calon wakil gubernur (cawagub) di Pilkada DKI Jakarta 2017, Sandiaga tidak pernah absen dalam empat debat yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) DKI Jakarta. Pada masa yang sama, laki-laki yang lahir pada 1949 tersebut juga menghadiri tiga dari lima debat yang dihelat stasiun televisi swasta. Walhasil, selama Pilkada DKI Jakarta 2017, Sandiaga telah melakoni tujuh debat.
Sedangkan selama menjadi calon wakil presiden (cawapres) di Pilpres 2019, Sandiaga telah menjalani satu debat, yakni pada Kamis (17/1). Di Debat Perdana Pilpres 2019 itu, Sandiaga tampil bersama calon presiden (capres) yang didampinginya, Prabowo Subianto. Dengan demikian, Sandiaga telah tampil di delapan debat dalam perebutan jabatan publik: tujuh di Pilkada DKI Jakarta 2017 dan satu di Pilpres 2019.
Jumlah itu menjadikan Sandiaga lebih unggul daripada Ma'ruf Amin soal pengalaman tampil di debat Pemilu. Cawapres pendamping Joko Widodo tersebut baru tampil di satu debat, yakni debat perdana kemarin.
Namun, orang yang didapuk sebagai wakil selalu harus bisa menahan diri untuk tampil tidak lebih mencolok ketimbang cagub atau capres yang didampinginya. Konsekuensi ini yang diemban oleh Sandiaga di dua ajang pertarungan politik yang dilakoninya. Di tiga debat resmi Pilkada DKI Jakarta 2017 putaran pertama, porsi durasi bicara Sandiaga jauh lebih kecil dibanding Anies Baswedan.
Di debat perdana, Sandiaga berbicara hanya dua kali. Sedangkan di debat kedua, Tirtomencatat Sandiaga berbicara hanya dalam 3,9 menit. Bilangan itu amat jauh lebih kecil ketimbang Anies yang bercuap sepanjang 23,5 menit. Sementara di debat ketiga, Sandiaga tampil di tiga kesempatan saja.
Kecilnya durasi bicara Sandiaga juga terlihat dalam debat perdana Pilpres 2019. Data Bahasa Kita menunjukkan seluruh kandidat mengucapkan 5.744 kata dalam debat tersebut. Kata yang diucapkan Sandiaga mencakup 14,8 persen dari total. Memang, itu lebih besar daripada yang diucapkan Ma'ruf (5,2 persen). Namun, itu tidak sebanyak kata yang diucapkan Jokowi (39,4 persen) dan Prabowo (40,6 persen).
Hal itu berbanding terbalik dari sumber dana kampanye Anies-Sandiaga ataupun Prabowo-Sandiaga.
Tim Pemenangan Anies-Sandiaga melaporkan pada Februari 2017 bahwa Sandiaga menyumbang 96,8 persen dari total Rp65,3 miliar dana kampanye Anies-Sandiaga selama empat bulan sebelumnya. Sedangkan di putaran kedua (Februari-April 2017), Rp16 miliar fulus Sandiaga digunakan untuk membiayai kampanye Anies-Sandiaga yang menghabiskan Rp17,9 miliar.
Di Pilpres 2019, pada periode 23 September 2018 hingga 29 Januari 2019 Prabowo-Sandiaga menerima Rp99,7 miliar dana kampanye. Sandiaga menyumbang 65 persen di antaranya atau setara Rp63,3 miliar. Sedangkan Prabowo menambal 35 persen sisanya (Rp34,4 miliar).
Sandiaga memang mengoceh sedikit dalam debat, tetapi dia selalu menjadi orang yang uangnya paling banyak dikuras untuk membiayai kampanye.
Manuver Sandiaga Dalam Debat
Melihat betapa kecil porsi tampilnya dalam debat sebab berposisi sebagai wakil, Sandiaga tampak cocok disebut ban serep bagi Anies dan Prabowo. Tetapi, menilik betapa besar uang yang dia keluarkan dalam kampanye dan gayanya dalam debat, Sandiaga adalah ban serep berkualitas tinggi.
Dalam posisinya yang dapat jatah bicara sedikit dalam debat, Sandiaga memang tidak malu untuk menyerang lawan menggunakan data. Namun, salah satu pengusaha pendiri perusahaan investasi Saratoga itu juga kerap keliru dalam menyampaikan data.
Di debat ketiga Pilkada DKI Jakarta 2017, Sandiaga mengutip data McKinsey Global Institute Cityscope yang menyebut 75 persen populasi dunia akan hidup di perkotaan. Jakarta adalah salah satu kota tersebut. Kata Sandiaga, “90 persen hampir dari ekonomi dunia juga akan terjadi di urban (perkotaan) areas).”
Data yang ditemukan Tim Riset Tirto justru mengatakan sebaliknya: 75 persen yang dimaksud McKinsey Global Institute Cityscope bukan angka populasi dunia yang akan hidup di perkotaan, melainkan angka pertumbuhan konsumsi dunia. Sementara angka kegiatan ekonomi yang terjadi di dunia, selisih sedikit dari yang diucapkan Sandi, yakni 91 persen.
Sedangkan di debat perdana Pilpres 2019, Sandiaga menyampaikan lapangan kerja susah didapat dan peluang usaha susah dilakukan karena tidak ada kepastian hukum. Kala itu, Sandiaga tidak menyebutkan sumber data yang dia rujuk.
Yang jelas, data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dihimpun CNN Indonesiamenyebutkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Indonesia berada di angka 5,94 persen pada Agustus 2014. TPT itu meningkat menjadi 6,18 persen pada Agustus 2015. Kemudian, ia berangsur menurun menjadi 5,61 persen pada Agustus 2016, lalu 5,5 persen pada Agustus 2017 dan 5,34 persen per Agustus 2018.
Terlepas dari kekeliruannya dalam memaparkan data, gaya bicara Sandiaga santai dan tidak tergesa-gesa. Dia kerap menceritakan kembali keluhan warga yang ditemuinya saat kampanye untuk menggambarkan permasalahan yang diangkat. Cerita-cerita semacam itu sudah dia sampaikan sejak Debat Perdana Pilkada DKI Jakarta 2017. Gaya itu pun pada akhirnya ditiru Anies dan Prabowo.
Selain itu, fokus pada program yang ingin diterapkan menjadi ciri lain Sandiaga. Di berbagai Debat Pilkada DKI Jakarta 2017, Sandiaga berulang-ulang menyampaikan program One Kecamatan One Centre of Entrepreneurship (OK-OCE) dalam setiap kesempatan yang dimilikinya. Ini memang terdengar monoton dan membosankan, seolah apapun masalah di DKI Jakarta, OK-OCE adalah solusinya. Namun, riset Tirto pada Februari 2017 menunjukkan OK-OCE sebagai slogan yang paling menarik bagi masyarakat.
Meski kerap dianggap ban serep, saya yakin Sandiaga tidak mau disebut seperti itu. Saat mengunjungi Grogol Petamburan dalam rangkaian kampanye di Pilkada DKI Jakarta 2017, Sandiaga mengatakan gubernur dan wakil gubernur, "konsepnya itu dwi tunggal bukan konsep ban serep."
Selepas sebulan ditetapkan sebagai cawapres Prabowo, Sandiaga juga mengatakan hal serupa. Pangkalnya, Sandiaga disebut tidak menaikkan elektabilitas Prabowo. Kata Sandiaga, "Jadi tugasnya cawapres itu harus membantu. termasuk menaikkan elektabilitas. Kalo fungsi kami di sana cuma jadi ban serep hanya menjadi pelengkap penderita, berarti bukan fungsi yang diharapkan masyarakat dan konstitusi."
Pertarungannya dengan Ma'ruf Amin di Debat Cawapres, Minggu (17/3) besok, adalah awal pembuktian Sandiaga bahwa dirinya bukan sekadar ban serep.
Editor: Nuran Wibisono