tirto.id - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) memaparkan catatan hasil pemantauan sepanjang tahun 2019-2022 terkait dugaan rekayasa kasus yang didalangi oleh pihak kepolisian.
Divisi Riset dan Dokumentasi KontraS, Rozy Brilian menyebut ada sekurang-kurangnya 27 dugaan rekaya kasus oleh Polri dalam kurun waktu 3 tahun terakhir.
"Pemantauan KontraS selama 2019-2022 dalam kurun waktu kurang lebih 3 tahun ada 27 dugaan rekayasa kasus yang dilakukan oleh Polri tersebar di 15 Provinsi di Indonesia. Ini harus dipandang sebagai fenomena gunung es karena banyak kasus-kasus yang direkayasa oleh anggota kepolisian di lapangan itu tidak diungkap oleh media. Tidak juga diketahui oleh jaringan," kata Rozy dalam diskusi daring Senin, 5 September 2022.
Rozy mengatakan banyak upaya Polri yang diduga mencederai fair trial atau hak atas peradilan yang adil.
"Pada prinsipnya fair trial adalah bagian dari hak asasi manusia yang dijamin dalam berbagai instrumen. Nyatanya banyak sekali cara-cara intimidasi, penyiksaan untuk mendapat pengakuan secara paksa hingga akhirnya mendukung keterangan yang memberatkan para korban," jelasnya.
Dalam laporan tersebut, Rozy memaparkan temuan aktor dugaan rekayasa kasus terbanyak ada di tingkatan Polres.
"Aktor terbanyak dari satuan tingkatan, itu kami temukan Polres atau tingkat Kabupaten/Kota. Artinya sebenarnya ada masalah serius di satuan pengawasan dari Polda kepada Polres," jelas Rozy.
Rozy menduga salah satu pola rekayasa kasus oleh polisi biasanya dilakukan dengan meminimalisir pengaplikasian instrumen hukum terhadap penyidik.
"Kami menemukan pola rekayasa Polri, ada minim pengaplikasian instrumen hukum yang mengikat pada penyelidik maupun penyidik dalam konteks Polri," tandasnya.
Menanggapi hal tersebut, ahli hukum tata negara, Bivitri Susanti menyebut bahwa institusi Polri memang minim akuntabilitas.
"Polri itu minim akuntabilitas dalam arti secara sistemik kita nggak punya sistem yang bisa mengawasi Polri secara terus menerus dan secara efektif," katanya.
Pasalnya, menurut Bivitri, Kompolnas dan Komisi III DPR sebagai lembaga pengawas tidak efektif melakukan pengawasan terhadap kinerja Polri.
"Minggu lalu kita dipertontonkan drama rapat penuh pujian kepada Kapolri dan jajarannya. Pengawasan DPR kepada mitranya harusnya jauh lebih substantif daripada itu," tandas Bivitri.
Kultur Kekerasan
Sebelumnya, KontraS juga merilis catatan mengenai kinerja kepolisian dalam kurun waktu Juli 2021 hingga Juni 2022. Setidaknya ada 677 peristiwa kekerasan yang dilakukan polisi. Angka kekerasan tersebut telah menyebabkan 928 jiwa mengalami luka-luka, 59 jiwa tewas dan 1.240 ditangkap.
KontraS juga mencatat bahwa kekerasan yang terjadi mayoritas atau sekitar 456 kasus dari 677 peristiwa kekerasan didominasi akibat penggunaan senjata api.
“Hal ini disebabkan oleh penggunaan kekuatan yang cenderung berlebihan dan tak terukur, ruang penggunaan diskresi yang terlalu luas oleh aparat, dan enggannya petugas di lapangan untuk tunduk pada Perkap No. 1 Tahun 2008," kata Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti dalam keterangan tertulisnya, Kamis 30 Juni 2022.
Selain itu, KontraS juga menyoroti banyaknya kasus-kasus yang tidak ditindaklanjuti atau ditolak kepolisian dengan berbagai alasan serta sikap tebang pilih. KontraS menemukan sejumlah aksi represif kepada pembela HAM maupun kelompok yang melanggar hak minoritas dan sikap lebih dekat pada kelompok investor.
KontraS juga mencatat Kepolisian semakin jauh sebagai institusi yang dapat diandalkan dan dapat memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat. Hal terebut sempat tercermin pada viralnya tagar #PercumaLaporPolisi, #1Day1Oknum, dan #ViralForJustice di media sosial.
Respons Polri
Mabes Polri menerima kritik yang disampaikan KontraS soal kinerja kepolisian yang masih memuat kekerasan. Kepolisian pun akan melakukan penindakan bila ada anggota mereka yang bertindak di luar aturan.
Karopenmas Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Pol Ahmad Ramadhan menuturkan, Polri menerima dengan tangan terbuka soal kritik dengan dasar analisa yang dikeluarkan berbagai pihak, termasuk dari KontraS.
“Untuk siapa pun itu, memeriksa analisa memberikan penilaian institusi Polri dengan tangan terbuka Polri akan menerima," kata Ramadhan dalam keterangan di Jakarta, Kamis 30 Juni 2022.
Ramadhan menuturkan, Polri akan melihat analisa tersebut sebagai sebuah evaluasi. Ia menilai catatan yang dikeluarkan KontraS menandakan bahwa agar Polri bisa lebih baik.
“Kami akan menghilangkan upaya-upaya yang disebutkan (dalam analisis)," kata Ramadhan.
Ramadhan pun mengingatkan bahwa tugas pokok Polri adalah memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan masyarakat. Polri juga bertugas untuk memberikan pembinaan masyarakat serta melakukan penegakan hukum.
Ia memastikan Polri akan menindak anggotanya jika melanggar hukum. “Bila ada tindakan-tindakan oknum yang di luar SOP atau di luar petunjuk yang sudah diberikan atau ditetapkan Polri kita akan melakukan penindakan," pungkas Ramadhan.
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Fahreza Rizky