tirto.id - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indonesia telah mengekspor benih lobster sebanyak 32 kg selama Juni 2020. Nilai ekspornya setara 112.990 dolar AS atau setara Rp1,65 miliar dengan asumsi kurs Rp14.337 per dolar AS. Ekspor komoditas dengan kode HS 03063110 ini ditujukan hanya pada satu negara saja yaitu Vietnam.
Sementara pada Mei 2020 yang notabene bertepatan dengan terbitnya beleid ekspor benih lobster, nilainya tercatat masih nol.
Ekspor benih lobster pada Juni 2020 ini merupakan yang pertama usai Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menerbitkan Permen KP Nomor 12 Tahun 2020 pada Mei 2020. Permen ini merevisi Peraturan Menteri KP Nomor 56 Tahun 2016 era Menteri Susi Pudjiastuti yang intinya melarang ekspor benih lobster.
Namun data BPS ini menunjukkan ada yang tidak sinkron dengan keterangan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Dirjen Perikanan KKP, M. Zulficar Mochtar, Rabu (1/7/2020) mengklaim belum ada ekspor benih lobster, padahal kenyataannya ekspor langsung dilakukan satu bulan setelah Permen KP 12/2020 diterbitkan.
Zulficar menjelaskan daftar 26 perusahaan yang sudah ditetapkan KKP baru sebatas calon eksportir. Sebelum bisa ekspor, mereka nantinya harus memenuhi dulu syarat budi daya yang ditetapkan Permen KP 12/2020. Bahkan di dalam aturan itu ada kewajiban melepasliarkan sebagian hasil budi daya.
“Untuk bisa ekspor, ada kriteria dan persyaratan yang harus dipenuhi termasuk sukses budi daya dan restocking,” ucap Zulficar.
Dalam laporan Majalah Tempo edisi 4 Juli 2020, dijelaskan bahwa budi daya lobster memerlukan waktu 9 bulan bahkan 1 tahun. Tentu terbitnya izin ekspor pada Juni 2020 bertentangan dengan aturan, apalagi penangkapan benih lobster yang bisa digunakan untuk budi daya saja baru terbit aturannya pada Mei 2020 dalam satu beleid dengan ekspor lobster.
Persoalan ekspor lobster juga semakin menjadi-jadi karena Kementerian Keuangan sendiri belum menetapkan besaran nilai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Askolani, Rabu (17/6/2020) mengatakan ketentuan PNBP ini masih dikaji.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Gilang Ramadhan