tirto.id - Kepala Staf Koarmada RI, Laksamada Muda TNI Didong Rio Duta, menduga lokasi akhir penyelundupan lobster di Parung Panjang ialah ke negara Vietnam.
“Kenapa? Nanti melewati negara transit yang lain. Nah, ini yang tadi juga sudah dijelaskan ada modus operandinya itu seperti apa, bagaimana bentuknya. Bahkan dari satu kejadian dengan kejadian yang lain itu ada dependensi atau ketergantungan, keterkaitan,” ujar Didong dalam konferensi pers Update Penindakan Penyelundupan Lobster, di Jakarta, Senin (9/9/2024).
Ia mengatakan TNI AL akan akan terus melakukan observasi dan mengamati negara-negara yang kemungkinan dijadikan lokasi transit pengiriman agar mencegah pengiriman ilegal tersebut.
“Kemudian sampai dengan mengambil keputusan untuk melaksanakan aksi itu tidak bisa satu kejadian tersendiri,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP, Pung Nugroho Saksono, mengungkapkan negara transit untuk benih benih lobster (BBL) ini adalah Singapura dan Malaysia. Sedangkan negara tujuan akhirnya diduga adalah Vietnam.
“[Negara transit] Singapura sama Malaysia. Itu dua. Ending-nya pasti di sana (Vietnam). Karena yang melakukan budidaya kan di sana," ungkap Pung dalam konferensi pers.
Ihwal kerja sama budidaya lobster antara KKP dengan Vietnam, Didong menjelaskan upaya tersebut dilakukan untuk meminimalkan penyelundupan lobster. Menurutnya untuk dapat mendorong upaya ini diperlukannya kerja sama dengan para pemangku kepentingan.
“Ini yang tadi kami sampaikan, kita kerja sama bukan hanya dengan KKP, tentu dengan kementerian yang lain yang memiliki kepentingan di situ. Sehingga tidak perlu lagi ada penyelundupan keluar. Kenapa? Nelayan-nelayan budidaya kita sudah maju, sudah pandai. Sehingga apa? Bisa kita laksanakan budidaya di dalam negeri, sehingga proses added value itu terjadi di dalam negeri,” ujarnya.
“Otomatis apa? Tidak ada upaya penyelundupan ke luar negeri,” sambungnya.
Didong mengatakan dampak dari penyelundupan benih benih lobster bukan hanya secara ekonomi, tapi juga efek dominonya. Hal ini karena akan menimbulkan kerugian cukup besar bagi negara secara ekonomi, mengingat potensi ekonomi lobster yang cukup tinggi.
Dia menambahkan, penyelundupan benih benih lobster akan berdampak kepada kelestarian ekosistem dan mengancam populasi lobster yang pada akhirnya memengaruhi keseimbangan ekosistem.
“TNI AL memiliki peran yang penting untuk menjaga agar berbagai sumber daya kelautan kita ini tidak over eksploitasi, apalagi secara ilegal. Kemudian, dengan over eksploitasi bisa jauh ke depan bahwa apa yang ada saat ini menjadi warisan untuk anak cucu kita. Sehingga sesuai dengan perintah presiden, kita terapkan betul upaya penegakan hukum di laut ini supaya tidak jadi over eksploitasi,” ungkapnya.
Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama TNI Angkatan Laut (AL) berhasil membongkar gudang penyelundup benih benih lobster di Parung Panjang, Bogor.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP, Pung Nugroho Saksono, menjelaskan pelaku berinisial SR (bos utama) dan anaknya RR (bos muda) berperan mengambil benih benih lobster dari nelayan. Sementara Y berperan sebagai koordinator pengemasan agar benih lobster tetap segar dan aman saat diselundupkan ke luar negeri. Lalu ada D, L, R, dan A yang berperan sebagai tenaga pengemasan.
Para pelaku telah melakukan penyelundupan benih lobster sebanyak 6 kali pengiriman. Ini dilakukan melalui jalur udara menggunakan pesawat terbang, serta media pengiriman menggunakan koper.
Akibat aksi penyelundupan tersebut, para pelaku terancam dikenakan sanksi melakukan pelanggaran kegiatan penyegaran dan pengemasan ulang benih-benih lobster tanpa dilengkapi perizinan berusaha. Sehingga melanggar Pasal 27 Angka 26 jo. Pasal 27 angka 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang atas Perubahan Pasal 92 Jo Pasal 55 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
Dalam aturan itu tercantum, “Setiap orang yang dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia melakukan usaha perikanan yang tidak memiliki perizinan berusaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat 1, dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 tahun dan pidana denda paling banyak Rp1.500.000.000”.
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Irfan Teguh Pribadi