Menuju konten utama

Darurat Sekolah Rusak, Mengapa Nadiem Harus Segera Turun Tangan?

Masih ada ratusan ribu ruang kelas yang rusak. Ini jadi tugas berat Nadiem Makarim sebagai Mendikbud.

Darurat Sekolah Rusak, Mengapa Nadiem Harus Segera Turun Tangan?
Anggota tim labfor Polda Jatim melakukan olah TKP kelas yang ambruk di Sekolah Dasar (SD) Negeri Gentong, Kecamatan Gadingrejo, Pasuruan, Jawa Timur, Selasa (5/11/2019). ANTARA FOTO/Umarul Faruq/aww.

tirto.id - Dua sekolah di Jawa Timur ambruk dalam waktu berdekatan. Itu semestinya sudah jadi alasan yang kuat bagi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) untuk memberi perhatian lebih terhadap kondisi sekolah di seluruh Indonesia.

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji mengatakan "selain datang memeriksa [ke lokasi kejadian]" Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim juga perlu "berkomitmen memperbaiki semua sekolah dan ruang belajar yang rusak."

"Dan membuat regulasi tentang safety learning environment yang harus dipatuhi dan dijalankan oleh pemerintah daerah," tegas Ubaid kepada reporter Tirto, Rabu (6/11/2019).

1 November kemarin, atap SDN Gentong ambruk. Empat hari kemudian, kejadian serupa terjadi di SDN Gentong I Pasuruan. Peristiwa yang disebut terakhir bahkan menewaskan dua orang--guru pengganti dan siswa.

Atap SDN Gentong yang dibangun dua tahun lalu diduga ambruk karena kesalahan konstruksi bangunan, sementara di SDN 1 Babatan memang sudah lama rusak.

Berdasarkan keterangan Kepala Sekolah SDN 1 Babatan Wariadi, mereka sebenarnya sudah mengusulkan renovasi pada Januari-Februari 2019, tapi tidak digubris pemerintah daerah. Respons dari Pemkab Nganjuk, "secepatnya direnovasi," terlambat. Mereka baru berjanji melakukan itu setelah kejadian.

Komisioner KPAI bidang Pendidikan Retno Listyarti mendesak hal serupa. "Memperbaiki sekolah bisa menggunakan anggaran dari APBD maupun APBN," katanya kepada reporter Tirto.

Sekolah yang baik adalah hak siswa, juga guru, sebagaimana diatur dalam pasal 14 ayat (1) poin (g) UU No. 14 Tahun 2005. Di sana dijelaskan dalam menjalankan tugasnya, guru berhak memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan.

Selain itu, Retno berpesan agar Nadiem--sebagai Mendikbud baru--turun langsung ke lapangan, "bertemu dengan korban dan bertemu keluarga, guru, dan siswa yang meninggal." Menurutnya ini penting agar Nadiem "mendalami sebagian permasalahan pendidikan yang dihadapi daerah."

Darurat

Salah satu upaya pemerintah pusat mengembangkan pendidikan di seluruh Indonesia adalah lewat Bantuan Operasional Sekolah (BOS). BOS mulai berjalan sejak Juli 2005. Dana BOS bisa dipakai untuk berbagai hal, termasuk "pembiayaan perawatan sekolah" seperti "pengecatan, perbaikan atap bocor, pintu dan jendela."

Sejak tahun anggaran 2012, dana BOS disalurkan ke pemerintah provinsi masing-masing. Mereka yang bertugas mengalokasikannya ke sekolah-sekolah.

Meski sudah dialokasikan sejak bertahun-tahun yang lalu, masih ada saja ruang kelas tak layak. Dua sekolah yang di atas disebut adalah contoh terparah. Dengan kata lain, sekolah rusak adalah kondisi darurat yang harus segera dibenahi.

Berdasarkan dokumen Rangkuman Statistik Persekolahan (PDF, hlm 58), sampai tahun 2017-2018, masih ada ratusan ribu ruang kelas Sekolah Dasar yang rusak ringan, rusak sedang, rusak berat, bahkan rusak total. Pun dengan SMP.

Sementara untuk ruang kelas SMA dan SMK, puluhan ribu yang rusak, baik ringan, sedang, berat, dan total.

Sulitnya pemerintah pusat mengawasi keadaan sekolah-sekolah di daerah diakui oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Didik Suhardi.

"Jumlah SD itu ada 148 ribu. Enggak mungkin kami turun. Tentu kami serahkan ke pemerintah daerah karena ini otonomi. Ini kewenangan dan tanggung jawab pemerintah daerah," kata Didik di kantor Ombudsman, Jakarta, Rabu (6/11/2019).

"Yang mencantumkan alokasinya ya pemerintah daerah, bukan kami. Jadi tinggal prioritas saja sebetulnya," tambahnya, lalu menjelaskan tugas pemerintah pusat hanya mengatur standar, norma, panduan, kebijakan, dan bimbingan teknis.

Meski Didik memastikan pemerintah pusat telah punya standar bangunan untuk sekolah, tapi ada sejumlah faktor yang tidak bisa dikalkulasikan. "Namanya dimakan usia, ya, kemudian ada bencana, ada tanah longsor segala macam."

Nadiem sendiri mengatakan tengah mencari cara "untuk menghindari hal ini terjadi lagi." Hal ini dia katakan di Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (6/11/2019).

Sementara Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat (BKLM) Kemdikbud Ade Erlangga Masdiana mengatakan setelah peristiwa ini Kemdikbud akan mendorong pemerintah daerah lebih giat memantau kondisi sekolah, terutama untuk mencari sekolah yang berpotensi mengalami hal serupa.

"Agar penyelenggaraan pendidikan aman dan nyaman," katanya.

Baca juga artikel terkait SEKOLAH AMBRUK atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Rio Apinino