tirto.id - "Saat ini sudah ada pengajuan pembelian bajaj melalui Koperasi Angkutan Bekasi (Koasi) sebanyak 250 unit," kata Ketua Organda Kota Bekasi Hotman Pane di Bekasi pasca ujicoba pada 18 Oktober 2016.
Bajaj-bajaj berwarna merah itu adalah bajaj berbahan bakar gas produksi PT TVS King dan PT Rear Engine. Para pemesan adalah warga Bekasi dan pengusaha angkutan umum. Hotman menjelaskan, "Paling banyak dari kalangan pengusaha angkot dengan pemesanan rata-rata tiga hingga lima unit."
Pada tahap ujicoba, sejak 18 hingga 28 Oktober 2016 ini, penumpang digratiskan. Mengenai bagaimana besaran tarif, Dinas perhubungan dan Organda belum memberi angkanya.
"Saat ini kami sedang membahas bagaimana besaran tarif dan area pelayanan dari bajaj ini dengan melibatkan Organda sebagai pengawas," kata Kepala Dinas Perhubungan Kota Bekasi, Yayan Yuliana.
Tak semua warga Bekasi setuju dengan akan diadakannya bajaj di sana. Bajaj dianggap panambah sumber kemacetan di kota Bekasi, yang sudah dipenuhi sepeda motor dan mobil-mobil. Jumlah kendaraan di kota Bekasi, menurut Dinas Pendapatan Provinsi Jawa Barat pada akhir 2015, mencapai 1,5 juta unit pada 2015. Sebanyak 70 persen di antara kendaraan itu adalah roda dua dan 30 persen adalah roda empat. Di tahun sebelumnya, jumlah kendaraan baru mencapai 1,2 juta unit.
Soal adanya penambahan bajaj, warga kota Bekasi barangkali ingat betapa ugal-ugalan sebagian bajaj di Jakarta. Tentu saja, selain pangkalan ojek dan angkot, bakal ada pangkalan bajaj juga di sekitar stasiun atau mall-mall. Warga tampak mengajak pemerintah Bekasi berpikir ulang soal bajaj.
Pemerintah kota Bekasi sudah melakukan ujicoba bajaj dengan mengizinkannya beroperasi di jalan utama dan kawasan perumahan saja. Diperkirakan jalur operasional bajaj akan bertambah ke jalan-jalan lainnya. Menurut anggota Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bekasi, Renold Tambunan, hal ini bisa melahirkan konflik antara pengemudi bajaj dengan ojek pangkalan di sekitar perumahan.
"Saat ini saja belum reda pertikaian ojek online dengan ojek pangkalan, sudah ditambah lagi dengan kehadiran bajaj," kata Ronald. Di jalan raya, bajaj juga akan membuat jalan raya akan semrawut.
Sebelum di Bekasi, di Pekanbaru, Palembang, Banjarmasin dan Jakarta bajaj adalah angkutan umum. Kendaraan itu pertama kali hadir di Indonesia pada 1975 di kota Jakarta. Beberapa waktu sebelum lengser dari kursi Gubernur Jakarta, Ali Sadikin, punya kebijakan tak populer dengan menghilangkan becak dari Jakarta. Namun, bukan berarti Jakarta kehilangan kendaraan roda tiga. Ali mempertahankan kendaraan roda tiga dengan memperkenalkan kendaraan dari India yang kemudian dikenal orang Indonesia sebagai bajaj.
Menurut Susan Abeyasekere, dalam bukunya Jakarta: A History (1987), pada 1970 terdapat 92.650 becak yang terdaftar di Jakarta. Jika ditambah dengan becak yang tidak terdaftar dperkirakan mencapai 150 ribu. Sejak Ali Sadikin jadi gubernur hingga gubernur sesudahnya becak sudah dilarang, meski masih beroperasi. Sebelum bajaj datang dan becak masih berkeliaran, becak motor (bemo) sebenarnya sudah ada.
Bemo, yang bisa mengangkut lebih dari 5 orang sekali jalan itu, muncul ketika pesta olahraga anti-olimpiade, The Games of the New Emerging Forces (Ganefo) berlangsung pada 1962. Sayangnya pada 1971, Jakarta malah menghilangkan kendaraan umum ini. Meski beberapa masih ditemukan beroperasi.
Pada 17 Maret 1971, ketika Ali masih menjadi Gubernur Jakarta, diperkenalkanlah Helicak, Gabungan kata helikopter dan becak. Bentuknya mirip helikopter jenis hiller yang transparan. Helicak didorong dari mesin skuter Lambretta. Kendaraan ini dianggap tidak aman bagi penumpang. Sering terjadi kecalakaan yang berisiko tinggi pada penumpang yang duduk di depan. Pengemudi tentu akan kehujanan karena di luar. Kendaraan ini pun akhirnya menghilang karena dilarang pada 1987. Bajaj pun lalu jadi solusi.
Kendaraan ini didatangkan dari India. Bajaj mirip sepeda motor Vespa, hanya saja rodanya tiga. Sebelum memproduksi bajaj, Bajaj Auto sudah mendapat lisensi memproduksi skuter Vespa di India. Dapur pacunya 160 cc. Bahan bodinya, 60% terbuat dari metal-drum dan 40% terpal yang memayungi ruang sopir dan penumpang. Di jalan raya, bajaj memiliki kecepatan normal 40 km/jam dan maksimum dapat mencapai 70 km/jam. Kala itu bahan bakarnya masih bensin premium.
Bajaj sebetulnya tak jauh beda dengan kendaraan roda empat. Punya empat lampu di depan dan di belakang. Bagian depan, kacanya juga dilengkapi dengan wiper, yang menolong pengemudi jika hujan. Ketika bajaj orange sudah tak diproduksi, suku cadang sudah diproduksi di Tegal.
Setelah hampir tiga dekade, sekitar tahun 2007, bajaj berwarna biru dan bertenaga gas masuk ke Indonesia. Bajaj di Jakarta yang berwarna oranye pun perlahan menghilang. Bajaj bertenaga gas dianggap lebih irit. Kini, bajaj erwarna biru lebih sering ditemukan di Jakarta ketimbang yang oranye. Pemerintah berniat menghapuskan bajaj oranye.
Pernah ada usaha penggantian bajaj secara perlahan ke sebuah kendaraan kecil bernama Kancil. Kendaraan mungil produksi PT Dirgantara Indonesia Bandung ini tak pernah diniatkan sebagai mobil nasional. Hanya untuk menggantikan bajaj secara perlahan. Usaha ini gagal karena pengusaha bajaj tak mendukung usaha tersebut, karena akan keluar dana lagi untuk membeli kancil. Jika Kancil sudah terbeli, maka bajaj mereka akan dimusnahkan. Departemen Perhubungan sudah menyatakan kendaraan produksi dalam negeri ini layak jalan, namun Kancil tak muncul di jalanan.
Saat ini, bajaj tak hanya dikenal sebagai kendaraan roda tiga. Bajaj roda dua juga sudah mulai masuk ke Indonesia dan bersaing dengan sepeda motor produk Jepang yang sudah lama merajai pasaran. Untuk urusan produksi motor, bajaj tak hanya pernah bekerjasama dengan Vespa tapi juga dengan Kawasaki. Namun, begitu kuat dalam memori orang-orang Indonesia bajaj sebagai kendaraan umum roda tiga bermesin.
Bajaj yang semula hanya dikenal di kota-kota yang mengoperasikannya seperti Jakarta, Surabaya, Palembang, Banjarmasin dan Pekanbaru. Di luar kota itu, orang-orang hanya tahu dengar saja soal bajaj. Mereka jadi semakin tahu gambaran pengemudi bajaj melalui serial komedi situasi Bajaj Bajuri yang ditayangkan di salah satu televisi swasta. Serial ini mengangkat tema kehidupan seorang pengemudi bajaj di Jakarta bernama Bajuri. Serial ini selama beberapa tahun tayang di layar kaca.
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Zen RS