tirto.id - Pencemaran debu batu bara di kawasan Rusunawa Marunda, Jakarta Utara, menyebabkan berbagai gangguan kesehatan pada warga. Forum Masyarakat Rusunawa Marunda (FMRM) melaporkan intensitas pencemaran abu atau debu batu bara terus meningkat sejak 4 September 2022 hingga 13 Januari 2023.
Berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan terhadap warga Rusunawa Marunda oleh Puskesmas Cilincing pada 9-11 Januari 2023, sebanyak 63 warga mengalami gatal-gatal, 16 orang mengalami batuk pilek, 8 orang mengalami darah tinggi, 3 orang mengalami sakit mata, 3 orang mengalami badan sakit, 2 orang mengalami sakit campak, dan 2 orang mengalami gangguan pencernaan.
Gangguan kesehatan yang dialami oleh warga ini diduga akibat pencemaran debu batu bara. Hujan debu batu bara terus terjadi hingga masuk ke dalam area Rusunawa Marunda, khususnya Blok D3, RPTRA, serta kawasan sekolah SMPN 290.
Jumlah warga yang mengalami gangguan kesehatan tersebut diduga belum menggambarkan keseluruhan kondisi warga. Lantaran pemeriksaan kesehatan di Kawasan Marunda tersebut diumumkan secara mendadak serta dilakukan pada hari kerja/sekolah, yaitu pukul 08.00-12.00 WIB.
FMRM sudah berulang kali mendesak kepada Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Utara dan Dinas Lingkungan Hidup DKI untuk secepatnya melakukan investigasi di Pelabuhan Marunda dan KBN. Hal itu agar warga tidak terus menerus terkena dampak pencemaran debu batu bara.
"Pencemaran kali ini sangat berdampak bagi kesehatan warga karena mengeluhkan gatal-gatal, bahkan ada warga yang mengalami gatal-gatal di sekujur tubuh dan itu tidak hanya terjadi pada orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Selain itu, warga juga mengeluhkan batuk, dan sesak napas. Saya sendiri juga mengalami gatal-gatal di tangan dan sakit kepala,” kata Biro Media dan Informasi FMRM, Cecep Supriyadi melalui keterangan tertulis, Sabtu (14/1/2023).
Pengacara Publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Jihan Fauziah mengatakan pencemaran debu batu bara yang terjadi di Kawasan Marunda setelah pencabutan izin lingkungan dari PT KCN. Hal ini menunjukkan pemerintah mengabaikan hak masyarakat untuk mendapatkan lingkungan hidup yang sehat.
Berulangnya pencemaran debu batu bara di Kawasan Marunda juga menunjukkan bahwa fungsi pemantauan dan pengawasan lingkungan hidup oleh pemerintah tidak berjalan.
"DLH Provinsi DKI Jakarta maupun Sudin LH Jakarta Utara tidak belajar dari kasus KCN di tahun lalu dan justru membiarkan warga harus merasakan dampaknya lagi secara terus menerus tanpa ada upaya pemulihan yang dilakukan,” kata Jihan.
Sementara itu, Rio Tarigan dari Trend Asia menyatakan kasus yang terjadi berulang kepada warga Marunda tersebut merupakan bukti kuat dari bahaya kecanduan energi fosil batu bara. Pemerintah seharusnya mengambil langkah tegas terhadap semua perusahaan pencemar dan melakukan investigasi menyeluruh terhadap seluruh aktivitas perusahaan di sekitar pemukiman Marunda.
“Ini bukti bahwa penggunaan energi fosil batu bara itu berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan warga. Namun pada faktanya, apa yang dilakukan pemerintah kini justru sebaliknya. Alih-alih menghentikan kecanduan batu bara, dalam Perppu Cipta Kerja Pasal 128 justru para pengusaha diberikan keuntungan melalui royalti 0 persen,” kata Rio .
Cecep menambahkan kejadian pencemaran batubara di Marunda adalah satu dari sekian banyak bukti bahwa menindak satu perusahaan saja tidak cukup. Pemerintah seharusnya melakukan investigasi dan audit menyeluruh terhadap para perusahaan pencemar, serta menghentikan kecanduan energi fosil batu bara.
Setelah Pemprov DKI Jakarta mencabut izin lingkungan PT KCN, warga masih dihujani dengan debu batu bara yang berdampak pada kesehatan. FMRM pun mengajak jajaran pemerintah untuk tinggal dan berkantor di Rusunawa Marunda untuk melakukan investigasi.
"Dengan beraktivitas di sini, pemerintah bisa merasakan sendiri debu batubara yang mencemari tempat tinggal kami dan gangguan kesehatan yang setiap hari menghantui kami,” kata Cecep.
Atas kondisi tersebut, Tim Advokasi Lawan Batubara mendesak Kepala Dinas LH DKI Asep Kuswanto dan Kepala Sudin LH Jakarta Utara Achmad Hariadi untuk melakukan verifikasi lapangan atas pencemaran debu batu bara di wilayah Marunda.
Kemudian pemerintah diminta memberikan segala macam informasi termasuk hasil pemantauan dan penelitian berbasis data ilmiah yang akuntabel dan transparan kepada warga Marunda. Hal itu sebagai bagian dari hak atas informasi, partisipasi dan keadilan lingkungan hidup.
"Memberikan jaminan ketidakberulangan dan melakukan berbagai upaya pemantauan, pengawasan serta pencegahan atas terjadinya pencemaran lingkungan akibat batubara di Wilayah Marunda," kata Cecep.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Gilang Ramadhan