Menuju konten utama

Dampak Boikot Tidak Terarah bagi Perekonomian Indonesia

Aksi boikot terhadap produk yang dianggap pro Israel gencar berlangsung setahun terakhir. Bagaimana dampak gerakan boikot ini pada perekonomian nasional?

Dampak Boikot Tidak Terarah bagi Perekonomian Indonesia
Ilustrasi seorang karyawan menerima pemberitahuan PHK. foto/sitockphoto

tirto.id - Sudah setahun lebih serangan Israel ke Palestina terjadi sejak mulai dilancarkan pada 7 Oktober 2023 lalu. Lantaran serangan itu, aksi boikot produk-produk yang disebut pro atau berafiliasi dengan digencarkan di berbagai negara, termasuk Indonesia. Lantas, apakah aksi boikot produk yang dianggap pro Israel itu berdampak terhadap perekonomian nasional?

Serangan Israel ke Palestina pada 7 Oktober 2023 memicu aksi protes dari seluruh dunia, termasuk seruan gerakan boikot produk-produk yang terafiliasi dengan Israel sebagai wujud gerakan solidaritas atas nama kemanusiaan. Pada perkembangannya, konflik di kawasan Timur Tengah semakin meluas lantaran Israel juga terlibat masalah dengan negara-negara lainnya seperti Lebanon dan Iran.

Akibatnya, gerakan boikot produk yang dianggap pro Israel pun gencar dilancarkan. Akan tetapi, aksi boikot tersebut sering kali tidak terarah dan terjadi kesalahpahaman. Beberapa brand yang sebenarnya tidak masuk dalam list boikot seperti Oreo, ULI, Danone, dan sejumlah produk lainnya justru ikut menjadi sasaran.

Dampak Boikot Produk yang Tidak Terarah

Pada 8 November 2023, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa tentang “Hukum Dukungan terhadap Perjuangan Palestina.” Fatwa MUI tersebut menegaskan bahwa mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina hukumnya wajib. Sebaliknya, mendukung agresi Israel atau pihak yang mendukung Israel baik langsung maupun tidak langsung hukumnya haram.

Isu semakin liar lantaran di sosial media tersebar “daftar 121 produk yang diharamkan karena terkait dengan Israel” yang disebut dikeluarkan oleh MUI. Postingan tersebut ternyata hoaks. MUI menegaskan pihaknya tidak pernah merilis daftar produk tersebut.

Dikutip dari laman Kominfo, Sekretaris Komisi Fatwa MUI Miftahul Huda menyatakan bahwa MUI tidak memiliki kompetensi untuk merilis produk pro Israel atau yang terafiliasi dengan Israel. MUI juga belum mengetahui apakah produk-produk yang beredar di internet itu memang benar-benar produk Israel dan afiliasinya atau tidak.

Hal senada juga dikatakan oleh KH Cholil Nafis, Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah MUI. MUI, katanya, memang mengeluarkan fatwa tentang hukum haram terkait dukungan kepada Israel baik langsung maupun tidak langsung. Namun, ia menegaskan bahwa MUI tidak pernah menyebut nama brand atau merek tertentu, alih-alih merilis daftar produk yang diharamkan secara resmi.

"Kita (MUI) hanya ngeluarin fatwa, setiap orang atau perusahaan yang bantu Israel hukumnya haram. Kita gak pernah menyebut brand, gak pernah menyebut merek. Kita belum mengkaji,” ucap KH Cholil Nafis kepada Tirto.id, Rabu (27/3/2024).

Kendati begitu, sebagian masyarakat Indonesia terlanjur percaya bahwa daftar produk yang beredar di sosial media memang pro Israel. Maka kemudian, gerakan boikot produk-produk yang diduga terafiliasi dengan Israel gencar dilakukan, termasuk menyasar brand-brand terkemuka.

Dalam hukum Islam, aksi boikot memang diperbolehkan sebagai bentuk protes terhadap ketidakadilan. Namun, harus ada legitimasi syarat yang kuat untuk melakukannya. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Bahtsul Masa’il Se-Jawa Madura, Abbas Fahim.

"Para ulama menyepakati bahwa boikot diperbolehkan jika memenuhi dua syarat: pertama, harus ada bukti keterkaitan produk dengan pihak yang melakukan kezaliman; kedua, boikot tidak boleh menyebabkan dampak negatif besar seperti PHK (pemutusan hubungan kerja) massal tanpa solusi," sebut Abbas Fahim, dikutip dari Warta Ekonomi.

Abbas Fahim mengutarakan hal tersebut dalam forum Bahtsul Masa’il di Pondok Buntet Pesantren, Cirebon, pada 31 Oktober 2024 lalu. Diskusi yang dihadiri oleh para ulama serta perwakilan pesantren dari Jawa dan Madura ini membahas polemik gerakan boikot produk yang dianggap pro-Israel. Acara ini juga merupakan bagian dari peringatan Hari Santri Nasional 2024 dan bertujuan memberi panduan syariat bagi umat Islam terkait gerakan boikot di Indonesia.

Lantas, apa saja dampak boikot produk-produk yang dianggap pro Israel bagi perekonomian Indonesia?

1. PHK Karyawan Akibat Penjualan Menurun

Dampak yang langsung dirasakan akibat aksi boikot tentunya penjualan produk yang menurun. Sejak adanya boikot terhadap produk-produk dalam daftar yang tersebar di sosial media, terjadi penurunan penjualan. Tingkat anjloknya pun cukup signifikan, yakni 15-20 persen dalam waktu kurang dari sebulan pertama.

“Itu produk yang disebut di sosmed itu sudah turun 15-20 persen penjualannya,” kata Ketua Asosiasi Peritel Indonesia (Aprindo), Roy Mandey, kepada Tirto.id, Selasa (28/11/2023).

Dalam kesempatan berikutnya, Roy Mandey menyebut tingkat penurunan produk-produk yang diboikot semakin parah. Lantaran penjualan semakin turun, jumlah produksi barang pun terpaksa dikurangi.

Apabila suatu produk diboikot dan membuat perusahaan terus merugi, bukan tidak mungkin perusahaan akan melakukan pengetatan jam kerja karyawan untuk menekan biaya produksi, yang tentunya berdampak pula terhadap pengurangan upah atau gaji karyawan.

Bahkan, apabila kerugian perusahaan semakin besar, bisa saja dilakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Hal itu pada akhirnya memang benar-benar terjadi lantaran aksi militer Israel tidak kunjung usai. Sepanjang tahun 2024, ada beberapa perusahaan di Indonesia yang terdampak aksi boikot terpaksa melakukan PHK.

Terjadinya PHK massal tentunya berdampak cukup serius bagi karyawan atau pekerja. Pekerja yang terkena PHK akan kehilangan mata pencaharian serta harus bersusah payah mencari pekerjaan baru untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri dan keluarga di tengah kondisi yang tidak mudah. Secara psikis, mental pekerja yang terdampak juga akan terganggu.

Selain itu, dampak PHK massal akan menambah angka pengangguran dan kemiskinan di Indonesia. Bahkan, apabila situasi seperti ini tidak segera diatasi oleh pemerintah, bukan tidak mungkin bakal terjadi krisis multidimensi sebagaimana yang pernah dialami Indonesia pada 1997-1998.

Dikutip dari laman LBH Jakarta, hingga saat ini belum ada upaya serius dan tepat sasaran dari pemerintah untuk mencegah gelombang PHK massal, termasuk strategi nyata untuk menjamin perlindungan pekerja dan jaring pengaman sosial yang tepat sasaran bagi pekerja terdampak.

2. Efek Domino pada Rantai Pasokan

Banyak perusahaan multinasional yang terlibat dalam rantai pasokan yang kompleks. Jika perusahaan yang diboikot mengurangi operasionalnya di Indonesia, hal ini dapat mempengaruhi pemasok lokal dan industri terkait lainnya sehingga menciptakan efek domino yang merugikan banyak bisnis.

Sebagai contoh, suatu brand restoran ayam goreng menjadi sasaran boikot. Meskipun brand itu dari luar negeri, namun pabriknya ada di Indonesia, karyawannya pun dari tanah air, juga pasokan ayamnya yang diperoleh dari para peternak lokal.

Dengan kata lain, aksi boikot akan menimbulkan efek domino, termasuk berdampak kepada para peternak lokal yang sebelumnya selalu menyuplai ayam ke restoran tersebut. Itu baru soal ayam, belum bahan-bahan baku lainnya yang diperoleh dari kalangan lokal.

"Kalau diboikot kan berarti boikot petani kita. Intinya bukan soal merek, tapi dalam hal ini ekonomi kita akan terganggu dengan adanya boikot yang tidak tepat sasaran," kata Budihardjo Iduansjah.

3. Memengaruhi Perekonomian Nasional

Aksi boikot produk-produk yang dilakukan secara massal dan dalam waktu lama dapat berdampak terhadap perekonomian negara. Jika aksi boikot berlanjut dalam jangka panjang, dampaknya terhadap sektor bisnis, tenaga kerja, dan investasi asing bisa menjadi signifikan yang dapat menghambat kemajuan ekonomi Indonesia secara keseluruhan.

“Kalau boikot dilakukan dalam jangka pendek dampaknya kecil, tidak akan langsung ke perekonomian secara makro. Tapi kalau dilaksanakan terus-menerus dalam waktu lebih panjang misalnya satu kuartal, dampak ke ekonominya lebih besar,” kata pakar ekonomi yang juga Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah, dilansir Antara, Selasa (5/12/2023).

Selain itu, penurunan pendapatan perusahaan dan pemangkasan lapangan pekerjaan dapat mengurangi pendapatan pajak yang dikumpulkan pemerintah. Hal ini berpotensi memengaruhi kemampuan pemerintah dalam menyediakan layanan publik dan program pembangunan.

Daftar Produk Boikot Terbaru Versi BDS

Boycott, Divestment, and Sanctions (BDS) Movement telah merilis daftar produk-produk yang disebut pro atau terafiliasi dengan Israel sehingga harus diboikot pada Januari 2024 lalu. BDS Movement sendiri merupakan gerakan internasional untuk memperjuangkan hak-hak rakyat Palestina. BDS juga bermaksud menekan Israel untuk menghentikan praktik diskriminatif dan pendudukan di wilayah Palestina.

BDS didirikan pada 2005 oleh sekelompok organisasi masyarakat sipil Palestina. Gerakan ini mengajak individu, perusahaan, hingga level negara untuk melakukan boikot terhadap produk dan layanan Israel, menarik investasi dari perusahaan yang beroperasi di wilayah tersebut, serta mendorong pemerintah untuk memberlakukan sanksi terhadap Israel.

Dikutip dari website resminya, ada 4 target atau sasaran yang dibidik BDS beserta jenis atau nama produk dan alasannya, yakni sebagai berikut:

1. Target Boikot Konsumen

Gerakan BDS menyerukan boikot penuh terhadap produk atau merek yang dipilih secara hati-hati karena rekam jejak perusahaan yang sudah terbukti terkait dengan Israel. Daftar produk yang termasuk kategori ini menurut BDS antara lain: Hewlett Packard Inc., Chevron (termasuk Caltex dan Texaco), Siemens, Puma, Carrefour, AXA, SodaStream, Ahava, RE/MAX, serta produk-produk Israel yang tersedia di supermarket, seperti buah-buahan atau sayuran yang diberi label sebagai “produk Israel.”

2. Target Divestasi dan Pengecualian

Gerakan BDS berupaya menekan pemerintah, lembaga, dewan kota, dan institusi lainnya untuk mengecualikan kontrak pengadaan dan investasi dari sebanyak mungkin perusahaan yang terlibat dengan Israel, terutama bank dan produsen senjata.

Beberapa perusahaan yang dimaksud dan menjadi sasaran divestasi oleh BDS antara lain: Elbit Systems, Intel, HD Hyundai/Volvo/CAT/JCB, Barclays Bank, CAF, Chevron dan Noble Energy, HikVision, serta TKH Security.

3. Target Tekanan

Gerakan BDS menyerukan tekanan terhadap perusahaan-perusahaan tertentu yang diduga ada kaitannya dengan Israel. Aksi boikot memungkinkan dilakukan jika ditemukan alasan yang masuk akal. Beberapa perusahaan atau brand yang masuk dalam kategori ini menurut BDS antara lain: Google dan Amazon (AS), Airbnb/Booking/Expedia, Disney, dan Teva Pharmaceutical Industries.

Baca juga artikel terkait BOIKOT atau tulisan lainnya dari Tirto Creative Lab

Penulis: Tirto Creative Lab