tirto.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkap alasan pemerintah tak pernah menetapkan target pajak berdasarkan realisasi di tahun sebelumnya. Sri Mulyani berkata cara itu memang lebih baik, tetapi penerapannya tidak mungkin dilakukan karena proses politik yang harus dilalui di DPR.
“Pajak diambil dari target bukan realisasi itu karena UU APBN diketok sebelum ada realisasi pajak (di akhir tahun),” ucap Sri Mulyani di Hotel Indonesia, Jumat (7/2/2020).
Sri Mulyani bilang pembahasan target pajak menjadi satu paket di dalam RUU ABPN tiap tahunnya. Setiap RUU itu juga selalu dibahas setahun sebelumnya.
Terkait detail waktu, kata dia, pembahasan sudah dimulai sebelum presiden menyampaikan nota keuangan atau RUU itu setiap 16 Agustus. Pengesahan RUU APBN pun juga selalu dikejar target dan biasanya berhasil selesai sekitar Oktober.
“Itu artinya tahun penerimaan memang belum komplit. Kan, masih ada tiga bulan (sampai akhir tahun). Jadi enggak pernah dari realisasi. Adanya estimasi plus keinginan tambahan. Jadi muncul angka itu (target penerimaan),” ucap Sri Mulyani.
Meskipun angka-angka target penerimaan pajak kerap dikeluhkan pengusaha karena selalu naik tiap tahun, Sri Mulyani lantas mengingatkan kalau itu bukan maunya pemerintah saja, melainkan DPR juga.
Dengan kata lain, target pajak beserta komponen dalam RUU APBN, kata dia, adalah keputusan politik pemerintah dan parlemen, alih-alih target Kemenkeu saja.
Sri Mulyani juga membandingkan kalau pengusaha kerap bisa menetapkan targetnya lebih mudah. Sebab mereka cukup menggunakan mekanisme internal seperti Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sampai bisa menunggu hingga akhir tahun ketika seluruh angka penjualan sudah terkumpul.
“Mengelola UU oleh Menkeu beda sama Chief Financial Offcier. Anda enggak ke DPR,” ucap Sri Mulyani.
Shortfall atau potensi penerimaan pajak yang gagal dicapai pemerintah selama tahun 2019 mencapai Rp245,5 triliun lantaran realisasi penerimaan pajak sepanjang Januari-Desember hanya mencapai Rp1.332,1 triliun atau 84,4 persen dari target Rp1.577,6 triliun.
Jika dibandingkan tahun 2018, maka shortfall pajak tahun 2019 meningkat dua kali lipat. Sepanjang Januari-Desember 2018, realisasi penerimaan pajak sebesar 92,4 persen dari target dengan shortfall sebesar Rp108,1 triliun.
Melebarnya shortfall tersebut memperburuk kinerja perpajakan dalam lima tahun terakhir dan mencatatkan Indonesia sebagai negara yang gagal mencapai target pajak 11 tahun berturut-turut.
Sejumlah kalangan bahkan menyarankan kepada pemerintah untuk mengkaji ulang bagaimana menetapkan target pajak. Dalam hal ini berdasarkan realisasi tahun sebelumnya, bukan target estimasi.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Abdul Aziz