tirto.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan alasan pemerintah meringankan sanksi pajak di UU Cipta Kerja. Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menjelaskan keringanan ini bakal mengurangi niat pelaku usaha untuk menghindari pajak.
“Pengusaha menggunakan semua ikhtiarnya dan kemampuan untuk mencoba mengakal-akali dan menghindari pajak karena aturannya sangat sulit dan sanksinya begitu tinggi menyebabkan mereka terus menerus akan berikhtiar,” ucap Sri Mulyani dalam acara bertajuk 'Serap Aspirasi Implementasi UU Cipta Kerja,' Kamis (19/11/2020).
Sri Mulyani menyebut keringanan ini diharapkan bakal membuat pengusaha lebih kooperatif. Dengan demikian bisa meningkatkan kepatuhan.
“Kami mencoba merasionalkan di dalam rangka mendorong sikap yang lebih positif kooperatif, tapi kami tetap akan melakukan enforcement kalau ada wajib pajak yang tidak comply,” ucap Sri Mulyani.
Adapun dalam UU Cipta Kerja, ada sejumlah keringanan sanksi. Salah satunya sanksi bunga kekurangan bayar pajak diatur agar mengikuti suku bunga acuan ditambah 5 persen dibagi 12 jika Wajib Pajak (WP) memperbaiki kesalahannya sendiri. Jika otoritas pajak yang menemukan, maka sanksinya menjadi suku bunga acuan ditambah 10 persen dibagi 12. Sanksi ini lebih rendah dari sebelumnya yang berkisar 2 persen.
UU Cipta Kerja juga memangkas sanksi pengungkapan ketidakbenaran dalam tindak pidana perpajakan. Dari semula 150 persen menjadi hanya 100 persen jika wajib pajak mengungkapkan ketidakbenaran setelah pemeriksaan bukti permulaan.
Pengurangan lainnya juga mencangkup pengurangan denda dari 4 menjadi 3 kali dari pajak yang kurang bayar untuk menghentikan penyidikan tindak pidana perpajakan. Pidana pajak yang telah diputus juga tidak lagi diterbitkan ketetapan pajak. Lalu ada juga keringanan yang menyebabkan Surat Tagih Pajak (STP) dapat kedaluwarsa dalam 5 tahun.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Abdul Aziz