tirto.id - Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menjelaskan awal mula adanya kericuhan yang berawal dari tembakan gas air mata usai laga Arema versus Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur pada Sabtu 1 Oktober 2022 malam.
Menurut Sigit, kepolisian melalui Polres Malang meminta PT Liga Indonesia Baru (LIB) untuk memajukan jadwal pertandingan dari pukul 20.00 WIB menjadi sore hari. Namun, permintaan itu ditolak PT LIB dengan dengan alasan jika waktu pertandingan digeser atau dimajukan maka akan ada sejumlah konsekuensi yang harus ditanggung, seperti adanya pembayaran ganti rugi.
"Namun usul tersebut ditolak dengan alasan apabila waktu digeser ada pertimbangan masalah penayangan langsung dan sebagainya yang mengakibatkan dampak penalti atau ganti rugi," kata Listyo dalam keterangan persnya di Malang, Jawa Timur, Kamis (6/10/2022) malam.
Kemudian pihak kepolisian menyetujui dan menambah personel pengaman pada laga antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya. Dari semula 1.073 personel menjadi 2.034 personel.
Listyo menyebut pertandingan berjalan lancar hingga akhir laga. Namun menurutnya, penonton kemudian bereaksi atas hasil pertandingan tersebut dengan masuk ke lapangan.
"Proses pertandingan semuanya lancar namun saat akhir pertandingan muncul reaksi dari suporter atau penonton terkait hasil yang ada sehingga rekan ketahui muncul beberapa penonton yang masuk ke lapangan," katanya.
Tim pengamanan kemudian mengevakuasi official dan pemain untuk meninggalkan lapangan. Namun pada saat bersamaan, jumlah penonton yang turun ke lapangan terus bertambah, personel kepolisian pun mulai menembakkan gas air mata.
"Terdapat 11 personil menembakkan gas air mata. Ke tribun selatar kurang lebih 7 tembakan, ke tribun utara 1 tembakan dan ke lapangan 3 tembakan. Tentu ini yang kemudian mengakibatkan para penonton khususnya di tribun yang ditembakkan tersebut panik, merasa pedih dan kemudian berusaha untuk segera meninggalkan arena," ujar Listyo.
Menurut Listyo, pintu tribun seharusnya dibuka lima menit jelang laga berakhir.
"Namun saat itu pintu dibuka namun tidak sepenuhnya hanya ukuran 1,5 meter dan penjaga pintu tidak berada di tempat," katanya.
Akibat kondisi tersebut, terjadi desak-desakan yang menyebabkan sumbatan di pintu keluar.
Akibat berdesakan ditambah adanya gas air mata, banyak korban yang mengalami asfiksia, patah tulang, trauma di kepala dan leher karena terinjak-injak saat terjatuh.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Malang, korban meninggal dunia dalam tragedi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, sebanyak 131 orang, sementara 440 orang mengalami luka ringan dan 29 orang menderita luka berat.
Sigit menambahkan kelalaian tersebut menimbulkan konsekuensi pertanggungjawaban. Atas dasar peristiwa dan pendalaman maka tim investigasi melakukan dua proses sekaligus, yakni pemeriksaan pidana dan internal anggota Polri yang menembakkan gas air mata.
"Tim melakukan dua proses sekaligus, yaitu proses terkait pemeriksaan pidana dan internal terhadap anggota Polri yang melakukan penembakan gas air mata," ujarnya.
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Bayu Septianto