tirto.id - Pada 22 Juni 2020 lalu, United States Naval Institute (USNI) telah merangkum data prediksi tentang lokasi kehadiran armada dan marinir AS di dunia. Sepanjang bulan Juni itu, Angkatan Laut AS telah hadir di beberapa lokasi yaitu, di Jepang, Pasifik Barat, Laut Arab Utara, Laut Mediterania, Laut Hitam dan Atlantik Barat.
Di Jepang, Daniel Zenhnder, opsir angkatan laut AS berpangkat BM3 (Boatswain Mate) ditugaskan untuk menghadirkan kapal serbu amfibi jenis LHA-6 dalam pelatihan militer di Pelabuhan Sasebo pada tanggal 16 Juni.
Selain itu, cukup banyak juga kapal perang yang ditempatkan di Pasifik Barat. Tiga Carrier Strikes Group (grup tempur kapal induk) dikerahkan di Pasifik Barat. Masing-masing kapal induk tersebut bersamaan dengan beberapa Carrier Air Wing (sayap udara kapal induk) dan destroyer skuadron 15. Tiga kapal induk tersebut ialah Kapal Induk kelas Nimitz, CVN-71 dan CVN-76.
Beberapa grup Carrier Air Wing yang dimuat dalam kapal induk tersebut masing-masing terdapat 9 skuadron yang di antaranya terdiri dari 4 skuadron pesawat tempur, 1 skuadron pesawat tempur elektronik, 1 skuadron pesawat logistik, 1 skuadron pesawat taktis, dan 2 skuadron helikopter. Begitu juga dengan Carrier Air Wing 11 yang dimuat dalam kapal induk jenis CVN-71.
Pangkalan utama Kapal Induk CVN-76 ditempatkan di Yokosuka Jepang. Di dalam kapal induk ini terdapat Skuadron 15 destroyer DDG- 89 yang juga berbasis di pelabuhan Yokosuka. Selain itu, juga terdapat satu grup Carrier Air Wing 5 yang berbasis di pangkalan udara Iwakuni.
Pada tanggal 18, satu pesawat tempur jenis F/A-18F Super Hornet yang terbentur di Laut Filipina dan berhasil dikembalikan ke CVN-71 dengan helikopter.
Kapal Induk Nimitz bersamaan dengan CVN-71 mulai dioperasikan di Laut Filipina pada 21 Juni. Nimitz diberangkatkan dari pangkalan Bremerton sedangkan CVN-71 berasal dari markas angkatan laut di San Diego.
Dalam Kapal Induk Nimitz memuat skuadron destroyer 9. Skuadron 9 terdiri beberapa jenis kapal penghancur di antaranya ialah DDG-53, DDG-104 dan DDG-114. Terdapat Juga grup Carrier Air Wing 17, dan satu kapal penjelajah jenis CG-59.
CVN-71 sebelumnya diberangkatkan dari Pelabuhan Apra, Guam. Dalam kapal induk memuat grup Carrier Air Wing 11. Selain itu, juga terdapat skuadron destroyer 23 dan kapal penjelajah jenis CG-52. Dalam skuadron 23 terdapat beberapa kapal penghancur dengan jenis DDG-59, DDG-60, DDG-91, DDG, 115.
Di Laut Arab Utara, US Navy telah menempatkan satu kapal induk jenis (CVN-69). Rencananya kapal induk ini akan dikerahkan selama 100 hari. Dalam satu kapal induk tersebut memuat grup Carrier Air Wing 3, 2 kapal penjelajah jenis CG-72 dan CG-56, skuadron destroyer 26 yang terdiri dari 3 kapal penghancur.
Di Laut Mediterania dikerahkan satu “Amphibious Ready Group(ARG)”, satu kelompok angkatan laut dengan total 5000 personel yang biasanya ditujukan untuk operasi amfibi. Kelompok ini dikomandoi oleh skuadron amfibi 8 dengan kapal serbu amfibi jenis LHD-5, dan dua kapal amfibi pengangkut LPD-21 dan LSD-51.
Selain itu, juga dikerahkan satu kapal penghancur DDG-78 di Laut Hitam pada 18 Juni untuk latihan militer dengan beberapa aliansi.
Angkatan Laut AS juga mengerahkan 1 kapal serbu amfibi di Atlantik Barat, tepatnya di Virginia Capes Operating Areas. Kapal ini ditempatkan di sana dalam rangka untuk tahap perbaikan.
Dilansir dari web resmi US Navy, Angkatan Laut Amerika Serikat mengaku bahwa kehadiran pasukan ekspedisi pasukan korps marinir angkatan laut AS sangat vital ditujukan untuk menjaga stabilitas regional dan menurunkan eskalasi krisis atau pun konflik.
Di dalam artikel tersebut juga dijelaskan, AS tidak membiarkan krisis apa pun mengancam keamanan negaranya dan juga dunia. Mereka juga mengklaim bahwa tidak ada cara yang lebih baik untuk mempertahankan keamanan global selain kehadiran tim Angkatan Laut AS.
Prinsip keamanan internasional yang digagas ialah terfokus pada pencegahan, deterens, resolusi untuk mengakhiri krisis dan perang. Pada intinya, untuk mengaplikasikan setiap pendirian itu, Amerika Serikat mengklaim bahwa dunia internasional membutuhkan kehadiran angkatan laut AS ke depannya.
Artikel resmi tersebut jelas sekali memperlihatkan pandangan AS yang mengklaim dirinya sebagai global policeman (polisi dunia). Salah satunya melalui kehadiran angkatan laut AS di tataran global.
Namun, Fareed Zakaria dalam bukunya berjudul The Post American World berpendapat, kehadiran militer AS sebagai polisi dunia dianggap gagal karena tidak untuk menjaga keamanan dunia, tetapi justru membawa negara lain dalam konflik yang lebih besar.
Dilansir dari Council on Foreign Relations (CFR), pengerahan angkatan udara AS di luar negeri dapat ditujukan untuk kepentingan diplomasi.
Berikut beberapa taktik diplomasinya:
- Port calls
Salah satu kasus port calls ialah, ketika kapal USS Carl Vinson berlayar ke Da Nang. Untuk pertama kalinya kapal induk AS mengunjungi Vietnam sejak perang Vietcong. Hal tersebut disinyalir dapat memberi sinyal kepada Cina bahwa AS memiliki hubungan yang kuat dengan Vietnam.
- Transit
Transit: studi kasusnya ialah ketika Kapal USCGC Bertholf dan USS Curtis Wilbur melewati Selat Taiwan. Hal tersebut untuk menunjukan dukungan kepada Taiwan sekaligus mendemonstrasikan komitmen AS atas terbukanya laut Indo-Pasifik
- Kebebasan operasi navigasi
Kebebasan operasi navigasi: taktik ini ditujukan untuk menentang klaim maritim yang berlebihan oleh negara lain termasuk Cina, Iran dan Slovenia.
- Demonstrasi kapabilitas daya tempur
Demonstrasi kapabilitas daya tempur: salah satu contohnya ketika AS memimpin pasukan dari NATO dalam pelatihan Trident Juncture. Hal ini ditujukan untuk menghalangi agresi militer Rusia di Eropa.
- Force-level changes
Force-level changes: Pada tahun 2018, NATO menambahkan kehadiran kapal perangnya di Laut Hitam sebanyak 50 persen, ditujukan untuk merespon operasi Rusia yang salah satunya ialah perampasan kapal Ukraina di Laut Hitam.
Pada umumnya CFR menjelaskan bahwa kehadiran Angkatan Laut AS dapat menunjukan pengaruh kuatnya pada negara lain.
Penulis: Mochammad Ade Pamungkas
Editor: Alexander Haryanto