Menuju konten utama

Daftar Jenis Bullying ke Anak yang Penting Diwaspadai Orang Tua

Sejumlah jenis bullying yang berisiko dialami oleh anak-anak perlu diwaspadai oleh para orang tua. Sebagian jenis bullying yang berbahaya kerap tidak tampak jelas dampaknya.

Daftar Jenis Bullying ke Anak yang Penting Diwaspadai Orang Tua
Ilustrasi Bullying. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Kasus perundungan (bullying) pada anak masih saja terus terjadi. Video perundungan siswa yang terjadi di sekolah, universitas, bahkan yang menimpa artis seringkali viral dan menjadi buah bibir kalangan warganet.

Perundungan ini berdampak negatif bagi kesehatan mental anak. Dalam "Bullying di Sekolah dan Dampaknya bagi Masa Depan Anak" yang ditulis Ahmad Baliyo di Jurnal el-Tarbawi, menyebutkan bahwa perundungan dapat mengakibatkan gangguan mental dalam jangka panjang.

Depresi, gangguan trauma pasca-stres (PTSD), kehilangan kepercayaan diri, hingga menarik diri dari pergaulan merupakan efek dari perundungan yang terjadi di masa kanak-kanak.

Akan tetapi, kasus yang diketahui kerap kali hanya perundungan fisik. Memukul dengan maksud melecehkan dan intimidasi secara verbal maupun fisik memang jenis bullying yang paling mudah dikenali, karena dampaknya kasat mata.

Padahal, di luar perisakan fisik, terdapat pelbagai jenis bulying lainnya yang tak kalah berbahaya bagi anak. Laman Very Well Family melaporkan terdapat beberapa jenis perundungan yang harus diwaspadai orang tua sebagai berikut.

1. Perundungan Fisik

Bullying fisik adalah bentuk perundungan yang paling kentara. Hal ini terjadi ketika seorang anak merundung anak yang lain dengan maksud merendahkan atau melakukan tindak intimidatif.

Biasanya, pelaku perundungan secara fisik kepada anak, punya badan lebih besar, lebih kuat, dan lebih agresif daripada rekannya yang lain. Perundungan fisik bentuknya dapat berupa tendangan, pukulan, tinjuan, tamparan, mendorong, dan lain sebagainya.

2. Perundungan Verbal

Salah satu jenis bullying yang paling sulit dikenali adalah perisakan verbal. Ia tidak meninggalkan bekas fisik dan kerap terjadi ketika tak ada orang dewasa yang mengawasi.

Selain itu, banyak orang dewasa berpikir bahwa kata-kata kasar secara verbal tidak berdampak signifikan kepada anak. Sebab, meski berdampak besar ke mental anak, efek secara fisik kerap tak terlihat.

Kadang kala, pengasuh atau orang tua hanya menasihati anak yang mengalami perundungan verbal untuk tidak menghiraukan kata-kata dari orang lain. Padahal, perisakan verbal nyatanya berdampak buruk secara emosional dan menohok mental anak.

Dalam studi dari Holy Angel University, perisakan verbal dapat mengakibatkan kecemasan, stres, hingga menimbulkan perasaan sedih dan kesepian mendalam pada anak-anak.

3. Agresi Relasi

Agresi relasi termasuk jenis perundungan yang paling berbahaya. Selain karena sulit diidentifikasi, ia juga termasuk perilaku perisakan yang licik dan menyerang aspek mental sekaligus sosial anak yang menjadi korban bullying.

Agresi relasi dipraktikkan dengan mengeluarkan seseorang dari kelompok sosialnya, baik melalui cara menyebarkan desas-desus, memanipulasi keadaan, merusak kepercayaan orang lain kepada si anak, dan hal-hal buruk lainnya. Perundungan ini bisa dikatakan bertujuan untuk mengasingkan anak dari lingkungan sosialnya.

Tujuan lain dari agresi relasi adalah untuk meningkatkan kedudukan sosial tukang bullying, yang pada saat bersamaan mengendalikan, serta mengintimidasi anak yang menjadi korban.

Secara umum, anak perempuan sering menggunakan agresi relasi lebih banyak daripada anak laki-laki. Sementara anak laki-laki biasanya banyak menggunakan perundungan fisik kepada sesama anak yang lain.

4. Perundungan Siber atau Cyberbullying

Di masa sekarang, perundungan siber (Cyberbullying) sering terjadi di media sosial. Kata-kata kasar, ancaman, upaya mempermalukan, serta melecehkan orang lain bertebaran luas di internet.

Bentuk perundungan siber lainnya bisa berupa postingan gambar menyakitkan atau menyebarkan konten tertentu untuk mengintimidasi orang lain.

Melalui teknologi, banyak orang dapat menyembunyikan identitas mereka (anonim) sehingga tidak diketahui bahwa mereka telah melakukan perisakan di media sosial.

Perundungan siber dapat terjadi kapan saja dan di mana saja selama pelaku dan korban terkoneksi dengan internet. Konsekuensi negatif dari perundungan siber ini bagi emosi anak, juga bisa sangat besar. Apalagi, jika sampai mempermalukan anak hingga mentalnya runtuh total. Bahkan, sudah banyak kasus perundungan di media sosial sampai berujung pada tindakan anak melakukan bunuh diri.

5. Perundungan Prasangka

Perisakan jenis ini terjadi didasarkan atas prasangka atau stereotipe yang dimiliki oleh si pelaku mengenai korban bullying. Prasangka atau stereotipe itu lazimnya melekat pada ras, agama, atau orientasi seksual.

Anak yang melakukan bullying jenis ini biasanya menyerang anak lain yang ia anggap berbeda dari dirinya dengan maksud merendahkan, menghina, hingga mengintimidasi korban.

6. Perundungan Seksual

Perundungan seksual adalah jenis perisakan yang membekas dalam, bahkan mungkin sepanjang hidup korban. Biasanya, ia terjadi secara berulang, serta merendahkan orang lain secara seksual.

Bentuknya bisa berupa memanggil kurban dengan vulgar, gestur yang melecehkan secara seksual, hingga menampilkan konten pornografi dengan maksud merendahkan.

Dalam kasus ekstrem, perundungan seksual dapat menjadi gerbang bagi pelecehan seksual.

Anak perempuan kerap menjadi target perisakan jenis ini, baik yang dilakukan oleh anak laki-laki ataupun sesama anak perempuan yang lain.

Bentuk lain yang lazim dari perundungan seksual adalah sexting atau menyebarkan konten seksual secara daring. Kadang kala, ketika momen berpacaran, seseorang mengirimkan fotonya kepada sang pacar, kemudian selepas putus, salah satu pihak menyebarkan konten itu di media sosial.

Akibatnya, korban menjadi target olokan, intimidasi seksual, hingga sasaran komentar kasar dalam bentuk perisakan seksual. Jenis bullying di internet ini jelas berbahaya bagi kesehatan mental anak yang menjadi korban.

Baca juga artikel terkait KASUS BULLYING atau tulisan lainnya dari Abdul Hadi

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Abdul Hadi
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Addi M Idhom