tirto.id - Contoh cerita pendek tentang bulan Ramadhan bisa dipakai untuk mengisi kegiatan, termasuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru sekolah.
Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh keberkahan, rahmat, dan ampunan bagi umat Islam. Selama satu bulan, umat Islam menjalankan ibadah puasa dengan cara menahan diri dari makan dan minum, serta berbagai hal yang bisa membatalkan puasa. Hal ini dilakukan sejak terbit fajar hingga terbenam matahari.
Ramadhan juga menjadi waktu yang istimewa karena terdapat malam Lailatul Qadar, yakni malam yang lebih baik dari seribu bulan. Selain itu, bulan Ramadhan menjadi waktu ketika pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu.
Keutamaan bulan Ramadhan adalah Al-Qur'an diturunkannya dan menjadi pedoman hidup manusia. Oleh karena itu, umat Islam dianjurkan semakin memperbanyak bacaan Al-Qur’an hingga mengamalkan berbagai macam ibadah selama bulan suci.
Bentuk amalan seperti shalat tarawih, qiyamul lail, sedekah, dan zikir memiliki nilai pahala yang berlipat ganda. Puasa Ramadhan juga mempunyai keutamaan besar dalam membentuk ketaqwaan.
Contoh Cerita Pendek tentang Bulan Ramadhan
Bulan Ramadhan adalah momentum yang ditunggu-tunggu oleh siswa sekolah. Menjelang Idul Fitri, pemerintah telah menetapkan libur lebaran siswa yang dimulai tanggal 21 Maret 2025.
Hari libur memberi kesempatan kepada siswa untuk berkumpul bersama keluarga. Namun, banyak sekolah juga memberikan tugas kepada siswa selama masa libur. Salah satu contoh tugas adalah menulis cerpen tentang puasa bulan Ramadhan.
Pemberian tugas bertujuan agar siswa dapat merefleksikan pengalaman berpuasa serta mengasah kreativitas dalam menulis cerita bermakna.
Berikut adalah contoh cerita pendek tentang bulan Ramadhan:
1. Nenek Fatimah yang Bijak
Di kampung kecil itu, bulan Ramadhan datang dengan berkah yang melimpah. Nenek bijak bernama Fatimah menjadi sosok yang mengisi setiap sudut dengan kehangatan.
Setiap pagi, ia rajin memasak hidangan lezat untuk tetangga dan terkenal dengan senyum ramahnya. Namun, kebaikannya tak berhenti di situ. Ia juga membuka dapur untuk anak-anak yatim piatu dan fakir miskin di kampung. Nenek Fatimah menciptakan momen-momen berharga.
Pada suatu malam turun hujan. Nenek Fatimah menyadari kebutuhan tetangga yang membutuhkan bantuan. Tanpa ragu, ia mengumpulkan makanan dan perlengkapan lain untuk dibagikan kepada yang membutuhkan.
Kejutan menghangatkan hati penerima, sekaligus menunjukkan kebesaran hati dan kepedulian Fatimah. Seiring berakhirnya Ramadhan, kampung merayakan kemenangan atas cobaan diri dan menyaksikan kekuatan solidaritas dan kebaikan yang diwujudkan oleh sang nenek bijak: Fatimah.
Keberkahan tak hanya terasa dalam suapan makanan, melainkan juga dalam setiap tindakan kebaikan yang tersebar di seluruh kampung.
2. Aisyah Puasa Pertama
Di sebuah keluarga yang harmonis, hidup seorang anak kecil yang bernama Aisyah. Ia baru saja memasuki usia belajar tentang puasa Ramadhan.
Kegembiraan terpancar dari matanya. Aisyah mendengar cerita dari orang tua mengenai keistimewaan bulan suci. Setiap dua per tiga malam, Aisyah bangun lebih awal dari biasanya. Ia bersiap-siap menjalankan puasa.
Meskipun awalnya sulit, namun Aisyah berhasil melewati hari-hari puasa pertama dengan semangat dan dukungan keluarganya. Ia belajar tentang kesabaran dan rasa syukur melalui pengalaman berpuasa. Seringkali ia berbagi cerita bahagia dengan teman-teman di lingkungan sekitar.
Waktu berbuka tiba. Aisyah bersama keluarga duduk bersama untuk menikmati hidangan lezat yang telah disiapkan.
Mereka berbicara tentang arti sebenarnya puasa Ramadan. Bukan hanya menahan lapar dan haus, tetapi juga menguatkan spiritualitas dan rasa persaudaraan.
Aisyah dengan polosnya berjanji terus belajar dan menjalankan puasa Ramadhan dengan penuh kebahagiaan dan keikhlasan.
3. Ahmad Lebaran di Pesantren
Ahmad adalah seorang santri di pondok pesantren. Ia memilih tidak pulang ke rumah selama bulan Ramadhan demi mendalami ibadah dan ilmu agama di lingkungan pesantren.
Meskipun awalnya merasa kesepian, Ahmad mendapat dukungan dan kehangatan dari kyai, sang pemimpin pesantren.
Mereka tidak hanya memberikan makanan, tetapi juga memberikan kasih sayang. Ahmad merasa dihargai seperti keluarga sendiri. Setiap hari, Ahmad berbuka puasa bersama keluarga kyai di pondok pesantren.
Momen-momen tersebut menjadi berharga karena tidak hanya berkaitan dengan santapan, tetapi juga dengan berbagi cerita, tawa, dan kebersamaan. Ahmad merasa keluarga kyai tidak hanya memberikan tempat tinggal, tetapi juga rasa keterikatan yang sangat dalam.
Pada akhir Ramadhan, kyai memberikan kejutan istimewa. Ia mengundang keluarga Ahmad untuk merayakan Idul Fitri di pesantren. Hal ini menegaskan bahwa keluarga tidak hanya terkait dengan hubungan darah, tetapi juga terbentuk melalui ikatan hati antara sesama santri dan pendiri pesantren.
Penulis: Astam Mulyana
Editor: Beni Jo