Menuju konten utama

Coattail Effect: PDIP dan Gerindra Tak Boleh Terlena Hasil Survei

Menurut hasil survei, hanya PDIP dan Gerindra yang mendapat limpahan efek ekor jas kandidat Pilpres 2019 Namun, keduanya tidak boleh terlena.

Coattail Effect: PDIP dan Gerindra Tak Boleh Terlena Hasil Survei
Calon Presiden Joko Widodo (kanan) dan Prabowo Subianto (kiri) menunjukkan nomor urut Pemilu Presiden 2019 di Jakarta, Jumat (21/9). Pasangan calon Presiden dan Wapres Joko Widodo-Ma'ruf Amin mendapatkan nomor urut 01, dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mendapat nomor urut 02. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/kye/18

tirto.id - PDIP dan Gerindra punya hubungan yang begitu aneh. Satu tahun setelah Gerindra berdiri, Ketua Dewan Pembina sekaligus tokoh utama penggerak partai tersebut, Prabowo Subianto, dipinang PDIP untuk maju sebagai calon wakil presiden (cawapres) di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009. Prabowo mendampingi Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yang ditetapkan PDIP sebagai calon presiden (capres).

Pada akhirnya, pasangan berjuluk Mega-Pro itu memang kalah. Namun, hubungan PDIP dan Gerindra tetap berlanjut. Keduanya, bersama Hanura, menempatkan diri sebagai oposisi pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Jilid II. Pada 2012, Gerindra dan PDIP berkoalisi mengusung Jokowi-Ahok di Pemilihan Gubernur DKI Jakarta. Walhasil, pasangan cagub dan cawagub itu menang.

Selepas itu, popularitas Jokowi meroket hingga ke tingkat nasional. Di Pilpres 2014, PDIP memberinya lampu hijau untuk maju sebagai capres, didampingi cawapres Jusuf Kalla. Sedangkan Gerindra, yang pada Pemilu tahun itu mendapat suara dua kali lebih banyak dari sebelumnya, mengajukan Prabowo. Ketua Umum PAN Hatta Rajasa didapuk sebagai cawapres pendampingnya.

Namun, hasil Pilpres 2014 menjadi pil pahit bagi Gerindra. Prabowo-Hatta kalah. Partai ini pun lagi-lagi berlabuh sebagai oposisi. Selama empat tahun, satu per satu partai yang semula menemani Gerindra sebagai oposisi loncat menjadi pendukung pemerintah. Hanya PKS saja yang kukuh menjadi kawan Gerindra.

Pada Pilpres 2019, Jokowi dan Prabowo sama-sama diusung sebagai capres. PDIP dan Gerindra kembali tampil sebagai aktor utama. Pelbagai hasil survei elektabilitas partai menunjukkan kedua partai itu bakal merajai Pemilu 2019 berkat coattail effect.

Berbekal Hasil Survei

Hasil survei Centre for Strategic and International Studies (CSIS) pada 15-22 Maret 2019 menunjukkan elektabilitas PDIP sebesar 25,9 persen, tertinggi dibanding seluruh partai peserta Pemilu 2019. Sedangkan Gerindra menempati urutan kedua setelah PDIP. Menurut sigi CSIS, elektabilitas Gerindra sebesar 13,3 persen.

Di luar dua partai itu, hanya lima partai yang memperoleh suara lebih dari ambang batas parlemen 4 persen, antara lain Golkar dengan elektabilitas sebesar 9,4 persen, lalu PKB (7 persen), Demokrat (5 persen), PKS (4,6 persen), dan Nasdem (4,3 persen). Dapat dilihat, elektabilitas kelima partai di bawah 10 persen, cukup jauh dari PDIP dan Gerindra.

Menurut hasil survei Litbang Kompas pada akhir Februari hingga awal Maret 2019, partai kecil dan menengah tidak mendapat coattail effect atau efek ekor jas, yaitu hubungan positif antara kekuatan elektoral kandidat yang diusung di pilpres dan partai pengusungnya. Ini artinya para pemilih saat memilih capres dan cawapres, juga memilih partai utama yang mengusung capres atau cawapres.

Efek ekor jas hanya diterima PDIP dan Gerindra. Elektabilitas PDIP didongkrak sosok Jokowi, sedangkan Gerindra oleh Prabowo. Elektabilitas PDIP, menurut Litbang Kompas, sebesar 26,9 persen dan Gerindra sebesar 17 persen.

Infografik tunggal Pilpres dan Koalisi Parpol

undefined

Lima tahun lalu, PDIP meraih 18,95 persen suara, sedangkan Gerindra mendapat 11,81 persen. Itulah perolehan suara terbanyak yang diperoleh kedua partai sejak sistem proporsional terbuka diterapkan pada 2009. Di Pemilu 2009, PDIP mendapat suara hanya 14,01 persen, sementara Gerindra merebut 4,46 persen lainnya.

Bila PDIP dan Gerindra bisa menjaga tren positif tersebut, mungkin Pemilu 2019 adalah waktu keduanya meraup suara terbesar dibanding Pemilu sebelumnya.

Mawas Manuver Partai Lain

PDIP dan Gerindra menempatkan lagi sebagian besar kadernya yang terpilih sebagai anggota DPR lewat Pemilu 2014 alias bukan lewat jalur pergantian antar waktu (PAW) sebagai caleg di Pemilu 2019. Caleg ini berpeluang besar lolos ke DPR karena telah memiliki modal suara yang diraup pada 2014. Efek ekor jas Jokowi dan Prabowo semakin memuluskan laju kampanye mereka.

Pada Pemilu 2014, sebanyak 109 kader PDIP terpilih sebagai anggota DPR. Mereka tersebar di 71 daerah pemilihan (dapil). Dari 109 orang itu, yang mencalonkan diri lagi sebagai caleg di Pemilu 2019 sebanyak 96 yang tersebar di 70 dapil. Sebanyak 6 caleg di antaranya mencalonkan diri di dapil yang tak sama dengan dapilnya di 2014.

Sementara itu, Gerindra mencalonkan lagi 62 dari 73 kadernya yang terpilih sebagai anggota DPR lewat Pemilu 2014. Sebanyak 62 caleg Gerindra di Pemilu 2019 tersebut tersebar di 61 dapil. Satu caleg di antaranya mencalonkan diri di dapil yang tak sama dengan dapilnya di 2014.

Dari 11 kader Gerindra yang terpilih sebagai anggota DPR di 2014 tapi tidak dicalonkan lagi oleh partai itu di 2019, lima di antaranya loncat ke partai Nasdem.

Namun, PDIP dan Gerindra tidak boleh terlena dengan hasil survei. Jelang Pemilu 2014, misalnya, hasil survei Indikator Politik Indonesia dan Litbang Kompas menunjukkan elektabilitas PDIP lebih dari 20 persen. Hasil Pemilu 2014 menyatakan suara yang diperoleh PDIP tak sebesar itu.

Partai-partai yang menurut survei Indikator Politik Indonesia dan Litbang Kompas elektabilitasnya di bawah tiga persen—misalnya Hanura, PAN, PKS—pun ternyata mendapat suara lebih dari enam persen di Pemilu 2014.

PDIP dan Gerindra juga mesti mawas dengan manuver partai lain. Nasdem boleh jadi satu partai yang perlu diwaspadai keduanya. Partai ini memang baru didirikan pada 2011, namun pada Pemilu 2014, Nasdem memperoleh suara 6,72 persen.

Di pelbagai Pilkada, dari 2017 hingga 2018, kader Nasdem terpilih sebagai kepala atau wakil kepala di 31 daerah. Di Pemilu 2019 ini, tidak cuma 5 anggota DPR dari Gerindra yang pindah ke Nasdem, tetapi ada 31 caleg petahana pindah ke Nasdem.

Di Pemilu 2019 ini juga setidaknya ada empat partai baru bercorak nasionalis. Dua di antaranya, PSI dan Perindo. Mirip PDIP, keduanya sama-sama mendukung dan berebut efek ekor jas Jokowi. Lewat sejumlah isu yang dihembuskan (salah satunya perda syariah), PSI tampak berusaha menggoyang kemapanan posisi PDIP dan Golkar. Sementara Perindo memanfaatkan betul kanal media yang dimiliki Ketua Umumnya Hary Tanoesoedibjo.

Dua partai itu mungkin meraup suara minimal 2 persen (mirip yang diperoleh partai gagal lolos parlemen di 2014, PBB) atau maksimal 4 persen (setara ambang batas parlemen). Dengan asumsi ini, total kemungkinan suara yang diperoleh PSI dan Perindo berada di angka 4-8 persen dan itu mungkin direbut dari basis massa PDIP atau Golkar.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Husein Abdulsalam

tirto.id - Politik
Penulis: Husein Abdulsalam
Editor: Windu Jusuf