tirto.id - Ketua Communication & Information System Security Research Center (CISSRec), Pratama Persadha mengatakan Indonesia menderitaa kerugian yang cukup signifikan karena tak mampu menjamin keamanan datanya.
"Kita kehilangan hampir Rp400 triliun [karena serangan siber]. Kebayang enggak? Bisa dipakai buat apa [Rp400 triliun] itu? [ini cuma] gara-gara tidak sadar bagaimana mengamankan data kita," kata Pratama dalam diskusi bertajuk “Darurat Ancaman Siber” di d’Consulate, Jakarta pada Sabtu (9/2/2019).
Menurutnya pemerintah perlu menanggapi ancaman siber dengan serius dengan membangun infrastruktur teknologi yang dimiliki. Selain mampu membeli peralatan mahal, Pratama menilai pemerintah perlu memikirkan juga cara untuk melindunginya. Terutama dalam menghadapi maraknya pencurian informasi.
Pratama pun menyayangkan bila pemerintah belum memberikan perhatian serius pada upaya perlindungan data di Indonesia. Kendati telah berhasil membentuk BSSN, namun menurutnya lembaga itu belum didukung dengan baik. Seperti misalnya, BSSN tidak mendapat alokasi anggaran selama tahun 2018.
Ia pun mafhum bila Indonesia terhambat dalam persaingan kemampuan siber dari negara lain. Dengan posisi ke-70, Indonesia telah kalah dari negara-negara ASEAN lainnya seperti Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina.
“Ini 2018 engak dapat anggaran mau kerja apa BSSN. Wajar Indonesia di urutan ke-70 kekuatan siber,” ucap Pratama.
Kepala BSSN, Djoko Setiadi mengatakan saat ini lembaganya masih mampu beroperasi dengan beberapa upaya manajemen anggaran. Ia mengaku tidak mengetahui situasi keuangan pemerintah, tetapi ia memastikan lembaganya tetap dapat bekerja dengan baik.
“Saya masih bisa atur-atur anggaran supaya BSSN bisa kerja. Semoga nanti ada perubahan rencana anggaran,” kata Djoko.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Irwan Syambudi