tirto.id -
Duta Besar Republik Indonesia (RI) untuk Cina merangkap Mongolia, Soegeng Rahardjo meminta agar Cina memegang komitmennya untuk bertetangga secara damai, mewujudkan "kebangkitan damai" dalam mengembangkan jalur sutra maritim abad 21. Pasalnya, kerja sama antar negara hanya akan terwujud apabila dalam keadaan damai.
“Di era ketergantungan saat ini kerja sama hanya akan lahir dari situasi keamanan yang stabil dan damai,” kata Soegeng, dalam pidato pembukaan simposium Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Asia-Osenia bertajuk 'Ketahanan dan Pemberdayaan Kemaritiman Indonesia: Menuju Poros Kekuatan Maritim Dunia,' di Hong Kong, Sabtu (9/4/2016).
Menurut Soegeng, sebagai kekuatan kedua terbesar ekonomi dunia, termasuk di kawasan, Cina memiliki peran, andil, dalam mendukung upaya terciptanya situasi yang kondusif di kawasan.
Soegeng menambahkan, peluncuran jalur sutra maritim abad 21 yang digagas Presiden Cina Xi Jinping di Indonesia, pada kunjungan kenegaraannya Oktober 2013 lalu, menandakan negara tirai bambu tersebut melihat Indonesia sebagai mitra utama dalam gagasan itu, terlebih Indonesia juga mengembangkan visi kemaritiman yang luas.
“Seharusnya ini dapat menjadi peluang kerja sama maritim yang luas, yang saling menguntungkan kedua negara,” kata Soegeng.
Namun, lanjut dia, masih banyak pihak yang meragukan sinergitas antara jalur sutra maritim abad 21 Cina dengan poros maritim dunia yang digagas Presiden Joko Widodo.
“Sebagian pihak masih melihat aktivitas maritim Cina sebagai ancaman. Terkait ini, kita sebaiknya dapat melihat isu dan perkembangan yang terjadi, secara lebih komprehensif, sehingga potensi ancaman itu dapat diubah menjadi peluang kerja sama yang saling menguntungkan,” kata dia.
Ia menjelaskan, jalur sutra maritim abad 21 yang digagas Cina tidak sekadar ditujukan membangun konektivitas di perairan kawasan, yang menggabungkan Asia dengan Timur Tengah, dan Afrika. Jalur sutra maritim tersebut akan bertemu dengan jalur sutra darat, dan menciptakan akses yang luar biasa potensial bagi kerja sama ekonomi antara Asia dan Eropa.
Perkembangan tersebut, kata Soegeng, seharusnya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. "Indonesia dapat memperluas pasar ekspornya ke Asia Tengah dan Eropa melalui sinergitas kedua jalur tersebut," katanya.
Negara lain seperti Jepang, Korea Selatan, dan Malaysia telah memproyeksikan kerja sama ekonominya di jalur tersebut, yakni memanfaatkan daerah-daerah barat Cina seperti Provinsi Shaanxi, Chongqing, Yunnan dan Sichuan, untuk membuka akses perdagangan dan investasi ke kawasan mereka.
Ia menambahkan, produk Indonesia yang biasanya menuju Eropa melalui Samudra Hindia, yang memakan waktu cukup lama, saat ini dapat memanfaatkan jalur alternatif darat melalui Cina dan Asia Tengah.
Simposium Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Asia-Osenia bertajuk Ketahanan Dan Pemberdayaan Kemaritiman Indonesia: Menuju Poros Kekuatan Maritim Dunia, diikuti seluruh perwakilan PPI di kawasan Asia-Oseania dan dihadiri Konsul Jenderal RI di Guangzhou Ratu Selvi Gayatri, Konsul Jenderal RI Hong Kong Chalief Akbar Tjandranigrat, Atase Pendidikan KBRI Beijing, Priyanto dan pihak Universitas Hong Kong. (ANT)