Menuju konten utama

Cerita Keluarga Surya Anta Kena Salah Sasaran Tembakan Asap Polisi

Para pendamping dan keluarga tahanan terduga makar, Surya Anta dan lima mahasiswa Papua lainnya, mengaku terkena tembakan asap salah sasaran dari pihak kepolisian

Cerita Keluarga Surya Anta Kena Salah Sasaran Tembakan Asap Polisi
Ilustrasi Surya Anta Ginting. tirto.id/Sabit.

tirto.id - Para pendamping dan keluarga tahanan terduga makar, Surya Anta dan lima mahasiswa Papua lainnya, mengaku terkena tembakan asap salah sasaran dari pihak kepolisian yang sedang latihan di Mako Brimob, Kepala Dua, Depok.

Tembakan asap yang diduga salah sasaran tersebut mengarah ke tempat para tahanan dan pendamping beserta keluarga sedang membesuk dan makan siang bersama.

Itu terjadi saat membesuk ke Mako Brimob, Jumat (25/10/2019) lalu. Hal ini dituturkan pendamping rohaniawan Surya Anta dan lima mahasiswa Papua, Pendeta Suarbudaya Rahadian.

"Awalnya, sekitar pukul 14.15 WIB, saya dan beberapa keluarga tiba di Mako Brimob, termasuk ibu Surya Anta juga hadir. Kami ingin menjenguk rutinan hari itu," kata Suar saat dihubungi wartawan Tirto, Senin (28/10/2019) pagi.

Tidak lama proses berselang, kata Suar, lima belas menit kemudian dirinya dan para keluarga tahanan diperkenankan masuk ke ruang kunjungan, dengan membawa konsumsi juga barang kebutuhan sehari-hari untuk keenam tahanan, yaitu Surya Anta Ginting, Dano Tabuni, Charles Kossay, Ambrosius Mulait, Issay Wenda, dan Arina Lokbere.

"Kami pun ditemani seorang petugas yang mengantar ke lokasi raung kunjungan tahanan," kata Suar.

Sekitar pukul 14.40 WIB, kata Suar, setelah pendamping rohaniawan dan keluarga tahanan masuk ke dalam ruang kunjungan, petugas mempersilakan keenam tahanan untuk keluar dari selnya masing-masing untuk segera menjumpai para keluarga.

"Kegiatan kunjungan awalnya berjalan lancar. Pada saat itu, kami sedang menikmati makan siang bersama sambil berbincang. Di luar ruang berkunjung, ada beberapa petugas yang juga sedang duduk-duduk dan menemani," kata Suar.

"Namun, saya tidak mengetahui persis pukul berapa saat itu, tetapi kemungkinan ada sekitar 40 menit kemudian, tiba-tiba terdengar suara letusan tembakan di luar ruangan yang membuat beberapa orang dari kami, termasuk ibunda dari Surya Anta cukup terkejut," lanjutnya.

Suar langsung berinisiatif bertanya kepada petugas. Dan jawaban petugas adalah ternyata anggota kepolisian sedang melakukan latihan. Dirinya mengaku mendengar sebanyak tiga kali suara tembakan yang cukup kencang dan terasa sangat dekat dari ruang kunjungan.

"Kemudian, tembakan kembali terdengar dan tembakan keempat itu menyasar persis di samping pintu luar kunjungan yang menghadap lapangan latihan menembak. Kami seketika kaget bukan main, dan langsung berdiri dari tempat kami duduk karena asap ledakan tembakan yang menyasar itu membumbung masuk ke dalam ruangan," kata Suar

"Kami pun segera menjauh dari lokasi semula ke arah pojok belakang demi menghindari kepulan asap. Hari itu, ibunda Surya Anta Ginting, juga turut berkunjung sehingga yang kami khawatirkan adalah kondisi kesehatan beliau," lanjutnya.

Saat itu, Suar sendiri posisinya sempat berdiri di pojok sudut kanan ruang kunjungan bersama Arina Lokbere, dan ibunda Surya Anta Ginting yang kami amankan dari kepulan asap peluru awal yang menyasar.

Lalu, Suar berpindah posisi ke tengah dari sudut ruang yang menjadi titik aman dari kepulan asap. Suara tembakan sempat berhenti, Suar meminta petugas segera melakukan koordinasi agar tidak terjadi penembakan yang salah sasaran seperti sebelumnya.

Namun, hanya beberapa menit setelah Suar meminta petugas yang berada di luar untuk berkoordinasi, suara tembakan kembali terdengar.

"Saya ingat betul di sudut ruangan saya masih berdiri dengan Arina Lokbere. Bersamaan dengan suara tembakan tersebut, satu selongsong dari atas mendarat turun melewati atap teralis besi. Selongsong pertama mendarat hanya berjarak satu jengkal dari kepala saya yang kemudian disusul selongsong kedua hampir mengenai Arina," kata Suar.

Kata Suar, seisi ruang kunjungan sudah dipenuhi kepulan asap. Beberapa orang buru-buru membawa kembali ibu dari Surya Anta menuju pintu keluar yang pada saat itu dalam keadaan masih tertutup.

"Sangat pekat asapnya. Ibunda Surya Anta sampai sesak. Ledakannya kencang sekali," katanya.

Suar pun lekas meminta petugas untuk membawa semua pengunjung dan tahanan ke ruangan sebelah yang lebih aman dan tertutup. Namun, kata Suar, petugas tidak mengizinkan dengan beralasan "nanti kalau keluar ruangan asapnya lebih banyak lagi dan susah bernafas".

"Kami tetap meminta tolong petugas membukakan pintu setidaknya ibu Surya Anta dan salah seorang anaknya bisa keluar dari ruangan karena kami sangat khawatir jika ada tembakan nyasar selanjutnya. Petugas tidak juga mengizinkan dan membukakan pintu," kata Suar.

Saat itu, suara tembakan masih juga terdengar di luar membuat Suar, para keluarga dan tahanan semakin panik dan meminta petugas melakukan koordinasi yang tegas kepada petugas lainnya yang melakukan latihan.

"Dua orang petugas akhirnya mendekati teralis besi yang memisahkan antara ruangan dalam kunjungan dan ruangan luar tempat petugas yang berjaga menginfokan bahwa sudah berkoordinasi dan meminta kami tenang. Sisa-sisa kepulan asap masih mengepul, suara tembakan juga masih terdengar di arah sebaliknya menjauh dari ruang berkunjung," kata Suar.

Suar mengaku sangat menyesalkan kejadian siang itu dan meminta pihak kepolisian agar lebih profesional dan berhati-hati dalam latihan.

Awalnya, polisi menangkap enam aktivis Papua yakni Carles Kossay, Dano Tabuni, Ambrosius Mulait, Isay Wenda, Arina Lokbere, dan Surya Anta. Penangkapan terjadi pada 30-31 Agustus 2019 lalu setelah mereka mengibarkan bendera Bintang Kejora di depan Istana Negara dua hari sebelumnya, 28 Agustus.

Keenam orang itu dijerat pasal 106 KUHP dan pasal 110 KUHP.

Sebelumnya, Tim Advokasi Papua--dengan kuasa hukum Michael Himan dan Nelson Simamora--mengadukan ke Kompolnas terkait penahanan aktivis Papua meliputi dugaan pelanggaran menghalangi akses bantuan hukum; pelanggaran prosedur penangkapan tersangka dan saksi; pelanggaran perlakuan dan penempatan tahanan; pelanggaran prosedur penggeledahan; dan pembatasan akses pada berita acara pemeriksaan.

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Argo Yuwono mengakui, ada sejumlah pembatasan akses hukum, karena pasal disangkakan terkait kemanan negara.

Ia mengacu pada Pasal 115 ayat 2 KUHAP yang menyatakan penasihat hukum dapat hadir dengan cara melihat, tetapi tidak dapat mendengar pemeriksaan terhadap tersangka bila kejahatan menyangkut keamanan negara.

Baca juga artikel terkait KASUS DUGAAN MAKAR atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Hukum
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Maya Saputri