tirto.id - Tiga mahasiswa asal Papua yang ditahan di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat disebut mengalami rasa sakit selama ditahan.
Berbeda dengan Surya Anta yang diketahui sakit di bagian telinga dua pekan lalu dan dibawa ke RS Bhayangkara Polri, tiga mahasiswa asal Papua lainnya belum mendapat penanganan intensif hingga saat ini.
Hal ini dituturkan pendamping rohaniawan Pendeta Suarbudaya Rahadian. Pernyataan Rahadian ini dilontarkan usai menjenguk Surya Anta ke Mako Brimob, Jumat (18/10/2019) lalu.
"Situasi terakhir di Mako Brimob, selain Surya Anta, keadaan yang lain belum ditangani dengan intensif," kata Suar saat dihubungi wartawan Tirto, Senin (21/10/2019) sore.
Salah satunya, Ambrosius Mulait. Kata Suar, sejak Ambrosius sakit gigi dua pekan lalu, ia hanya diberikan penahan rasa sakit gigi saja tanpa ada penanganan intensif.
"Padahal, sepertinya harus [giginya] dicabut atau dioperasi gigi geraham atau gigi bungsunya. Harusnya diizinkan ke rumah sakit. Danno Tabuni juga sama masih ada benjolan besar di dahinya. Enggak dikasih apa-apa malah. Kita khawatirnya tumor. Memang harus ke dokter bedah. Dokter umum penjara enggak bisa nanganin. Dokter hanya bilang akan ditangani secepatnya," katanya.
Salah satu mahasiswi Papua yang ditahan, Arina Lokbere, juga mengeluh kesakitan, kata Suar.
"Arina yang perempuan alami sesak nafas tiap malam. Dia mengaku sebelum masuk di tahanan memang punya problem jantung. Dia khawatir banget. Sebaiknya diperiksa. Mereka mendesak sekali perlu ditangani. Dari awal mereka ngeluh sampai sekarang belum ada penanganan apa-apa," katanya.
Suarbudaya mendesak agar pihak kepolisian segera menangani ketiga mahasiswa asal Papua yang ditahan tersebut dan dibawa ke dokter spesialis.
"Jangan cuma Surya aja. Dari awal kami memang bilang enggak cuma Surya doang yang sakit. Biar enggak Surya doang yang ditangani. Surya sih keadaannya sekarang lebih membaik ketimbang minggu-minggu lalu," katanya.
Awalnya, polisi menangkap enam aktivis Papua yakni Carles Kossay, Dano Tabuni, Ambrosius Mulait, Isay Wenda, Arina Lokbere, dan Surya Anta. Penangkapan terjadi pada 30-31 Agustus 2019 lalu setelah mereka mengibarkan bendera Bintang Kejora di depan Istana Negara dua hari sebelumnya, 28 Agustus.
Keenam orang itu dijerat Pasal 106 KUHP dan Pasal 110 KUHP.
Sebelumnya, Tim Advokasi Papua--dengan kuasa hukum Michael Himan dan Nelson Simamora--mengadukan ke Kompolnas terkait penahanan aktivis Papua meliputi dugaan pelanggaran menghalangi akses bantuan hukum; pelanggaran prosedur penangkapan tersangka dan saksi; pelanggaran perlakuan dan penempatan tahanan; pelanggaran prosedur penggeledahan; dan pembatasan akses pada berita acara pemeriksaan.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Argo Yuwono mengakui, ada sejumlah pembatasan akses hukum, karena pasal disangkakan terkait kemanan negara.
Ia mengacu pada Pasal 115 ayat 2 KUHAP yang menyatakan penasihat hukum dapat hadir dengan cara melihat, tetapi tidak dapat mendengar pemeriksaan terhadap tersangka bila kejahatan menyangkut keamanan negara.
Argo mengatakan tersangka kasus pengibaran bendera Bintang Kejora Suryanta Ginting sudah dibawa berobat ke Rumah Sakit (RS) Bhayangkara Brimob sehubungan dengan kondisi kesehatannya yang sempat menurun.
Ia menyebutkan Surya dibawa berobat oleh petugas piket rumah tahanan Mako Brimob dan Penyidik Unit 2 di RS Bhayangkara Korps Brimob. Surya ditangani langsung oleh tim Dokkes Korps Brimob dokter Safira Tripani Putri pada Selasa (8/10/2019).
"Hasil pengecekan terhadap keluhan sakit pada telinga kanan, karena adanya luka dan sudah diberikan tindakan medis oleh tim dokter," ujarnya ketika dikonfirmasi, Rabu (9/10/2019).
Namun, tiga mahasiswa lainnya yang ditahan bersama Surya dan juga sakit belum mendapat penanganan apa-apa hingga hari ini.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Maya Saputri