tirto.id - Direktur Hukum Center of Economic and Law Studies (Celios), Zakiul Fikri, mendorong Presiden Prabowo Subianto untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) atas Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Zakiul menjelaskan bahwa UU HPP perlu dibatalkan dengan Perppu demi mengevaluasi kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen.
"Oleh sebab itu, terhadap perintah Pasal 7 Ayat 1 Bab IV Pasal 4 Angka 2 UU HPP 2021, pemerintah wajib menganulirnya melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu)," kata Zakiul dalam keterangan pers yang diterima Tirto, Jumat (27/12/2024).
Zakiul menjelaskan bahwa pemerintah tak bisa serta merta menurunkan atau membatalkan kenaikan PPN tanpa Perppu. Pasalnya, pemerintah harus menaikkan PPN selaras dengan perintah dari UU HPP.
"Selain itu, pelaksanaan norma Pasal 7 ayat 3 harus dilakukan bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) sesuai ketentuan dari Pasal 7 Ayat 4. Akibatnya, memakan proses yang panjang, lama, dan rumit," kata dia.
Penerbitan Perppu atas UU HPP semakin urgen karena UU HPP juga tidak menjelaskan aturan bagaimana menentukan besaran PPN. Ketiadaan rincian itu, menurut Zakiul, rawan menyebabkan terjadi kekacauan hukum dalam hal menaikkan atau menurunkan PPN.
"Meskipun opsi Pasal 7 Ayat 3 dilaksanakan, tetap akan terjadi kekacauan hukum (rechtsverwarring) akibat aturan pada ayat tersebut ambigu dan tidak jelas mengenai barometer untuk menentukan 5 persen hingga 15 persen," katanya.
Zakiul juga meminta Presiden Prabowo tidak takut untuk mengeluarkan Perppu. Menurutnya, penerbitan Perppu adalah hal yang lazim dan ia pun diterbitkan karena berbagai alasan yang sifatnya mendesak.
"Keberadaan Perppu dalam politik regulasi Indonesia selama 10 tahun terakhir bukanlah hal langka. Semasa pemerintahan Presiden sebelumnya, 8 jenis Perppu dengan berbagai alasan mendesak yang berbeda telah diterbitkan," kata Zakiul.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Fadrik Aziz Firdausi