tirto.id - Para eksportir hasil sumber daya alam (SDA) harap siap-siap. Dalam waktu dekat, peraturan pemerintah soal penanaman devisa hasil ekspor (DHE) dalam negeri bakal segera diberlakukan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Ritz-Carlton Ballroom, Selasa (8/1/2019) mengatakan, "aturan sedang difinalisasi dan sebentar lagi diumumkan.”
Beleid yang dikeluarkan untuk mendukung pembaruan paket kebijakan ekonomi jilid XVI itu nantinya tak hanya memuat ketentuan soal insentif, melainkan juga sanksi yang bisa diterapkan kepada para eksportir.
Sebelumnya, ketiadaan insentif dan sanksi tersebut membuat imbauan pemerintah supaya DHE SDA diendapkan di dalam negeri serta mengkonversinya ke rupiah kurang didengar oleh para pengusaha.
Padahal keberadaan DHE dari eksportir itu bisa membantu pemerintah menjaga stabilisasi nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Dirjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi mengatakan sanksi yang bakal diberlakukan bagi para eksportir yang tak membawa pulang DHE mereka itu bermacam-macam. Mulai dari denda hingga pencabutan izin ekspor.
Namun, kata dia, hukuman itu juga bakal menyasar para eksportir yang tak melaporkan devisa mereka sesuai ketentuan. Kepatuhan eksportir itu bakal dipantau oleh Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Keuangan lewat Sistem Informasi Monitoring Devisa Terintegrasi Seketika (SIMoDiS).
Heru bilang, transaksi para eksportir dapat dengan mudah diketahui lantaran data integrasi di SIMoDiS mencakup aliran dokumen, barang, dan uang di Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) dan data NPWP dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
“Misalnya kepada perusahaan yang uangnya enggak pulang, itu ya akan ke-suspend [kegiatan ekspornya]” kata Heru, di Kantor Kementerian Keuangan, Senin (7/1/2018).
Terkait aturan soal DHE tersebut, Head of Corporate Communication PT Adaro Energi Tbk, Febriarti Nadira menyampaikan perusahannya bakal mendukung sepenuhnya program pemerintah, terutama soal insentif bagi para pengusaha.
Saat ini, kata Febriarti, DHE Adaro sendiri sudah diterima di rekening Bank Devisa dan telah dilaporkan sesuai dengan ketentuan BI. Bahkan, kata dia, Adaro berinisiatif menggandeng mitra kerja untuk meningkatkan transaksi rupiah dalam operasional perusahaan.
“Melalui kesepakatan ini, maka dana hasil ekspor (DHE) Adaro dalam setahun, setelah dikurangi oleh kewajiban-kewajiban perusahaan, seluruhnya akan dikonversikan ke dalam rupiah. Nilai totalnya diperkirakan mencapai sekitar 1,7 miliar dolar AS,” kata dia saat dihubungi reporter Tirto.
Karena itu, ujar Febriarti, Adaro tak begitu risau dengan ketentuan soal sanksi yang dikeluarkan pemerintah. Sebab, kata dia, "kami sudah comply (patuh), jadi tidak berdampak.”
Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menyampaikan aturan soal DHE tersebut sebenarnya tidak baru-baru amat karena sudah diberlakukan sejak 2011 hingga 2014.
Meskipun, kata dia, waktu itu hanya sedikit eksportir yang mau mengkonversi devisa mereka ke dalam mata uang rupiah.
Karena itu, kata Hendra, respons pengusaha terhadap kebijakan itu sudah bisa ditebak, yaitu: patuh.
“Perusahaan yang produksinya besar umumnya sudah terbiasa dan tidak bermasalah dalam hal mematuhi kewajiban memulangkan DHE,” kata Hendra.
Namun, kata Hendra, hal ini bisa jadi hambatan buat perusahaan eksportir SDA berskala kecil, sebab usaha mereka untuk renegosiasi dengan importir di luar negeri tidak mudah dan membutuhkan waktu cukup lama.
“Mereka, kan, biasanya sudah sepakat untuk financing, di mana DHE-nya itu disimpan di bank-bank tertentu di luar. Jadi cukup sulit untuk negosiasi lagi bagi perusahaan kecil,” kata Hendra.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Abdul Aziz