Menuju konten utama

Cara Mengatasi Milia pada Bayi, Remaja, dan Kenali Penyebabnya

Cara mengatasi milia pada bayi dan remaja serta penyebabnya.

Cara Mengatasi Milia pada Bayi, Remaja, dan Kenali Penyebabnya
Ilustrasi Penyakit Kulit Milia. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Milia adalah benjolan putih kecil yang dapat muncul di wajah bayi segera setelah lahir. Kondisi ini tidak berbahaya dan bisa hilang dengan sendirinya.

Raisingchildren.net.au menyebutkan, kondisi ini umum terjadi pada bayi baru lahir. Milia muncul terutama di hidung dan pipi, hingga kulit kepala.

Milia pada bayi baru lahir disebur juga milia neonatal, masuk dalam milia primer dan dialami oleh 40 persen pada bayi baru lahir, bisa hilang dalam beberapa minggu.

Milia ini biasanya berukuran kurang dari 1 mm, tetapi ada yang hingga 3 mm. Tak hanya bayi, kondisi ini juga bisa dialami pada anak-anak, remaja hingga dewasa.

Milia disebabkan oleh pengelupasan sel-sel mati (keratin) yang terperangkap tepat di bawah permukaan kulit. Tidak terasa sakit atau gatal, dan bebas bekas luka.

Milia sulit dicegah, tetapi bisa dihindari dengan membersihkan wajah bayi setiap hari. Hindari mencubit, meremas atau menggosok gumpalan tersebut.

Jika mengalami milia berbarengan dengan kemerahan, bengkak, atau mengeras di sekitar benjolan, tanda harus segera periksa ke dokter.

Milia pada Remaja atau Dewasa

Pada remaja atau orang dewasa, Healthline melansir, milia biasanya dikaitkan dengan beberapa jenis kerusakan pada kulit, diantaranya:

  • Kulit melepuh karena kondisi kulit, seperti epidermolysis bullosa (EB), cicatricial pemphigoid, atau porphyria cutanea tarda (PCT);
  • Reaksi ketika terkena tanaman beracun, seperti poison ivy;
  • Luka bakar;
  • Kerusakan akibat sinar matahari;
  • Dampak dari penggunaan krim steroid;
  • Prosedur pelapisan ulang kulit, seperti dermabrasi.
Jenis milia:

  • Milia primer: terbentuk langsung dari keratin yang terperangkap.
  • Milia sekunder: kondisinya berkembang setelah sesuatu menyumbat pada saluran yang menuju permukaan kulit, seperti setelah cedera, terbakar, atau melepuh.
  • Terjadi luka pada kulit, contohnya luka bakar dan ruam yang parah.
  • Bisa terjadi jika kulit kehilangan kemampuan alami untuk mengelupas akibat penuaan.
  • Sindrom karsinoma sel basal nevoid (NBCCS). NBCCS dapat menyebabkan karsinoma sel basal (BCC).
  • Pachyonychia congenita. Kondisi ini dapat menyebabkan kuku tebal atau bentuknya tidak normal.
  • Sindrom Gardner. Kelainan genetik langka ini dapat menyebabkan kanker usus besar seiring waktu.
  • Sindrom Bazex-Dupré-Christol. Sindrom ini memengaruhi pertumbuhan rambut dan kemampuan berkeringat.
  • Milia en plakat, biasanya dikaitkan dengan kelainan kulit genetik atau autoimun, seperti lupus diskoid atau lichen planus. Dapat memengaruhi kelopak mata, telinga, pipi, atau rahang.
  • Penggunaan krim steroid dapat menyebabkan milia pada kulit tempat krim dioleskan. Namun, efek samping ini jarang terjadi.
Pengobatan milia:

  • Cryotherapy. Nitrogen cair membekukan milia. Ini adalah metode penghapusan yang paling sering digunakan.
  • Deroofing. Jarum steril mengambil isi milia.
  • Retinoid topikal. Krim yang mengandung vitamin A yang membantu mengelupas kulit dan menghilangkan milia.
  • Pengelupasan kimiawi, menyebabkan lapisan pertama kulit terkelupas, memunculkan kulit baru.
  • Ablasi laser. Laser kecil berfokus pada area yang terkena untuk mengangkat kista.
  • Diathermy. Panas yang ekstrem menghancurkan kista.
  • Kuretase penghancuran. Milia dikerok dan dibakar dengan operasi.

Baca juga artikel terkait MILIA atau tulisan lainnya dari Desika Pemita

tirto.id - Kesehatan
Kontributor: Desika Pemita
Penulis: Desika Pemita
Editor: Dipna Videlia Putsanra