tirto.id - Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PPP, Arsul Sani, mengkritik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menghadirkan tersangka korupsi dalam rilis kasus. Sebelumnya, praktik konferensi pers bersama tersangka tak pernah terjadi.
"Sistem peradilan pidana kita bersandar pada asas praduga tak bersalah. Bukan praduga bersalah. Karena itu, saya mohon ini bisa dipertimbangkan kembali soal kehadiran tersangka [saat gelar perkara]," kata Arsul, Rabu (29/4/2020)
Ia mengaku juga pernah melayangkan kritik ke Kapolri Idham Aziz saat rapat kerja dengan Komisi III.
"Itu kebetulan Polri menayangkan begitu massif istri hakim yang membunuh suaminya. Itu agak melanggar asas praduga tak bersalah. Apalagi ketika humasnya sudah yakin betul dialah pembunuhnya. Ini yang harus diperbaiki," ujarnya.
"Ketegasan dalam melakukan penindakan kasus korupsi tidak harus melanggar asas atau prinsip hukum yang universal, yang sudah kita akui bersama," lanjutnya.
Mendengar kritikan tersebut, Ketua KPK Firli Bahuri mengakui perlakuan seperti itu ingin memberikan kesetaraan HAM di muka hukum.
"Yang kita kenal dengan equality before the law. Jadi sejak awal sudah dikenalkan, sudah dihadirkan persamaan hak di muka hukum," katanya.
Namun, ia mengaku berterima kasih dan menerima serta mengkaji masukan dan kritik dari Arsul. Ia menilai cara yang pihaknya lakukan tidak mempertontonkan orang secara vulgar.
"Karena pada prinsipnya pada press rilis kemarin mereka membelakangi, tidak ditampilkan mukanya," katanya.
Firli mengatakan tak ingin para pihak koruptor yang ditangkap dipamerkan dan diminta memberi salam ke kamera dan wartawan.
"Dan mohon maaf pak, kita juga tidak ingin tersangka 'dadah-dadah', ndak ada Pak. Dulu kan ada, disuruh 'dadah-dadah' gitu kan. Kita ndak. Tampilkan membelakangi. Silakan disampaikan, ada berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Kita sudah melakukan penyidikan, ditemukan bukti cukup, terungkap ada tindak pidana, inilah tersangkanya," katanya.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Zakki Amali