tirto.id - Polisi menangkap 14 orang yang diduga terkait dengan jaringan penyebar hoaks dan ujaran kebencian pada medio 2017-2018. Keempat belas orang itu terhubung dengan satu kelompok besar bernama Muslim Cyber Army.
Nama Muslim Cyber Army mencuat pada Pilkada Jakarta 2017. Kala itu, MCA mengklaim sebagai kelompok yang memperjuangkan kepentingan umat Islam dan berupaya menggagalkan kemenangan pasangan Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat.
Setelah Pilkada 2017, MCA tetap melakukan kegiatan untuk menjatuhkan oposisi politiknya. Saat ini, MCA menyerang rezim yang sedang berkuasa yakni pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Cara kerja mereka dengan mengembangkan isu penganiayaan ulama dan kebangkitan Partai Komunis Indonesia.
Menurut Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Muhammad Fadil Imran motif yang dilakukan saat pilkada dan pascapilkada sama. “Motifnya politik,” kata Fadil kepada Tirto, Rabu (28/2/2018).
Menurut Fadil, ada bagian dari MCA yang bertugas untuk membuat konten tertentu, yang anggota diseleksi dengan ketat. Seleksi dilakukan lewat grup-grup yang mereka buat seperti The United Muslim Cyber Army, Cyber Moeslim Defeat Hoax (CMDH), Sniper Team, dan The Family Muslim Cyber Army. Tiga grup pertama merupakan grup Facebook dan hanya The Family MCA yang merupakan grup Whatsapp.
“United MCA itu adalah grup yang semua bisa akses. Nanti 'kan kelihatan mana yang bisa menjadi member sejati, mana yang cuma ikut-ikutan. Dan itu ada tahapan kayak tes gitu, baru dibaiat," ucap Fadil.
'Struktur' MCA yang Ditangkap Polisi
MCA memiliki kemiripan dengan Saracen yakni dalam hal struktur. Namun, yang membedakan struktur ini bukan untuk penempatan orang melainkan hierarki grup. Kasubdit I Dirtipidsiber Bareskrim Polri Kombes Irwan Anwar mengatakan, Grup United MCA merupakan bagian paling rendah dalam hierarki ini yang dibuat Muhammad Luth.
Masing-masing anggota grup, kata Irwan, tidak saling mengenal. “Mereka baru kenal saat di sini [tahanan],” kata Irwan.
Dalam grup United MCA, akun yang terdaftar mencapai 102.064, dengan jumlah admin sebanyak 20 akun dan bertugas menyebarkan informasi/berita yang dibagikan oleh anggota MCA lainnya, biasanya didapat dari grup Cyber Moeslim Defeat Hoax.
Grup Cyber Moeslim Defeat Hoax (CMDH) merupakan bagian lebih tinggi dari United MCA. Tugas CMDH adalah membuat konten untuk dibagikan kepada United MCA. Anggotanya 145 akun dan sifatnya tertutup. Tidak sembarang orang bisa bergabung ke grup ini. Adminnya berinisial S masih dalam pengejaran.
Setingkat dengan CMDH adalah Team Sniper. Anggotanya berjumlah 177 akun. Sesuai namanya sebagai penembak jitu, Team Sniper bertugas mencari pihak mana yang hendak dijatuhkan atau ditutup akunnya. Admin dari grup sniper ini adalah Ronny Sutrisno. Tugasnya menyeleksi akun-akun yang sekiranya akan diblokir.
“Misal pihak A adalah seorang pro-Jokowi, team sniper ini kemudian mengadukan bahwa A sudah membuat konten pornografi agar ditutup akunnya, walaupun sebenarnya ia tidak melakukan itu," jelas Irwan.
Pusat dari semua kegiatan dikendalikan The Family Muslim Cyber Army. Grup WhatsApp ini beranggotakan 10 orang yang sebagian merangkap menjadi admin di grup MCA lainnya.
Muhammad Luth Tokoh Penting MCA
Selain The Family Muslim Cyber Army menjadi grup penting, kelompok ini juga punya orang penting. Irwan menyebut Muhammad Luth sebagai sosok tersebut.
Luth merupakan orang yang paling aktif dalam aktivitas MCA dan ia juga menerima dana dari pihak tertentu untuk membuat konten demi kepentingan politik. Meski begitu, Luth tidak dikatakan sebagai pemimpin utama karena ia tidak mempunyai kekuasaan untuk menggerakkan seluruh anggota MCA.
Tak hanya itu, Luth juga mempunyai keahlian dalam membuat virus. Irwan menjelaskan, virus bikinan Luth disimpan dalam tautan berita yang seakan-akan memihak kepada Jokowi (sebagai tokoh yang ingin dijatuhkan), lalu ketika tautan itu dibuka, ada virus yang masuk ke dalam gawai.
“Entah sifatnya merusak atau bagaimana, yang jelas gawai kita menjadi terganggu,” terang Irwan.
Terkait aktivitas mereka, Irwan mengatakan, polisi meyakini ada pihak yang memberi bantuan modal kepada Luth dan kawan-kawannya. Sejauh ini, Irwan enggan mengungkap siapa pelaku yang merupakan investor itu belum diberitahukan kepada publik.
Ke-14 pelaku ini dijerat dengan Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 4 huruf b angka 1 UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis dan/atau pasal 33 UU ITE karena melakukan tindakan yang menyebabkan terganggunya sistem elektronik dan atau membuat sistem elektronik tidak bekerja sebagaimana mestinya.
Para pelaku juga dikenakan tuduhan Pasal 55 KUHP soal melakukan, menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan tindak pidana dan Pasal 14 No 1 Tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana akibat penyiaran berita atau pemberitahuan bohong.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Mufti Sholih