Menuju konten utama

MCA: dari Anti Ahok ke Isu Kebangkitan PKI

MCA mulai dikenal warganet saat hiruk pikuk Pilkada DKI 2017. Kelompok ini terkenal lantaran menjadi oposan dari petahana Gubernur Basuki Tjahaja Purnama-Wakil Gubernur Djarot Saiful Hidayat.

MCA: dari Anti Ahok ke Isu Kebangkitan PKI
Ilustrasi hoax. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menangkap 14 anggota grup WhatsApp The Family of MCA, Senin (26/2/2018) dan Selasa (27/2/2018). Penangkapan ke-14 orang ini diduga terkait dengan jaringan penyebar ujaran kebencian yang diduga beroperasi di wilayah siber.

Grup ini mengasosiasikan diri dengan MCA, istilah yang dikenal warganet sebagai akronim dari Muslim Cyber Army--. MCA mulai dikenal warganet saat hiruk pikuk Pilkada DKI 2017, kelompok ini terkenal lantaran menjadi oposan dari petahana Gubernur Basuki Tjahaja Purnama-Wakil Gubernur Djarot Saiful Hidayat.

Peneliti dari Departemen Komunikasi dan Informasi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Savic Ali menyebutkan tiga hal yang khas dari kelompok MCA: anggotanya anonim, biasa menyebarkan informasi tidak benar, dan berusaha menjatuhkan kredibilitas Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

“Dulu belum ada nama. Mereka urusannya nyerang Ahok saja,” kata Savic saat dihubungi Tirto, Selasa (27/2/2018).

Temuan ini diperoleh Savic dari hasil studinya meneliti kemunculan situsweb dan grup komunitas Islam di dunia siber. Savic menduga kelompok ini tidak terorganisir dan tidak dikomandoi oleh satu orang sebagai sentral pergerakan. Meski begitu, ia menyakini banyak faksi dalam kelompok ini jika ditelusuri lebih lanjut.

Cara kerja kelompok ini, kata Savic, dengan menggunakan isu agama. Isu ini dipilih lantaran agama adalah cara tercepat agar mempengaruhi rakyat Indonesia. Kemudian, kata dia, mereka memakai sumber tidak jelas untuk membuat informasi yang keliru. Apapun yang mereka sampaikan adalah sesuatu untuk menjatuhkan pemerintah, meski isinya tidak benar.

“Semangatnya memusuhi pemerintah dan orang-orang yang mendukung pemerintah [sekarang],” ucap alumnus STF Driyarkara ini.

Dekat dengan Jonru

Setelah Ahok kalah dalam pilkada, Savic menyebut sasaran kelompok ini beralih ke pemerintahan Joko Widodo. Anggota grup ini belakangan diketahui memainkan isu kebangkitan PKI dalam insiden penyerangan ulama. Menurut Savic isu ini merugikan pemerintah.

“[Karena] Waktu Jokowi kampanye [dalam Pilpres 2014], dia di-black campaign oleh Jonru [Jon Riah Ukur Ginting] dan kawan-kawan sebagai PKI,” kata Savic.

Ihwal kedekatan Jonru dengan MCA terungkap dalam postingan Jonru di akun facebook-nya pada 29 Mei 2017. Jonru pernah mengunggah keterangan soal MCA yang ia sebut “Bukanlah suatu organisasi lembaga, komunitas, yayasan, parpol, perusahaan, ataupun organisasi masyarakat. Namun, siapapun yang menyuarakan dakwah membela kebenaran di media sosial adalah bagian MCA.”

Jonru diketahui merupakan orang yang acap mengkritik Presiden Joko Widodo. Pada 3 April 2015, Jonru mengunggah tulisan berjudul “5 Alasan Jokowi Tidak Layak Jadi Presiden” di beranda Facebooknya.

Humas Persaudaraan Alumni 212, Novel Bamukmin menilai, MCA yang ditangkap polri bukanlah MCA yang terlibat dalam demonstrasi penentang Ahok saat Pilkada DKI 2017. Menurut Novel, MCA yang menyebarkan hoax adalah MCA palsu.

“MCA sangat berakhlaq, kerjanya hanya melawan hoax rezim ini,” ucap Novel.

Partisan Politik?

Dari riset yang dilakukan Savic selama tiga bulan dan melibatkan lebih dari 350 ribu cuitan di twitter,--belum termasuk unggahan Facebook dan Instagram--, kebanyakan ujaran kebencian berasal dari partisan politik, sebagian lainnya terafiliasi atau mengklaim sebagai MCA.

Di Twitter, akun MCA memang cukup banyak. Tidak satu pun diketahui mana yang asli. Di Facebook, ada salah satu akun MCA yang memiliki anggota 1,1 akun.

Savic menyebut, riset yang dia lakukan masih belum tuntas. Ia tidak mau membeberkan simpatisan partai mana yang menjadi pendonor paling banyak soal ujaran kebencian.

“MCA ini bukan kelompok tunggal. Saya duga memang ada kelompok lain yang lebih lihai memainkan [mereka],” kata Savic.

Soal afiliasi politik anggota grup The Family of MCA, polisi belum mau berkomentar. Mereka beralasan akan menjelaskan secara lengkap dalam rilis penangkapan anggota grup yang akan dilaksanakan Rabu siang, (28/2/2018).

Karo Penmas Mabes Polri, Brigjen Mohammad Iqbal juga belum tahu afiliasi politik 14 tersangka ini dengan grup Facebook dan akun twitter MCA. Ia juga belum mau memberikan jawaban ketika ditanya soal peran masing-masing pelaku.

Terpisah, Kasubsit I Dirtipidsiber Bareskrim Polri Kombes Irwan Anwar mengatakan penangkapan terhadap 14 orang ini tidak ada hubungan dengan tahun politik. Menurut Irwan, penangkapan ini murni dilakukan lantaran pelaku kerap menyebar konten berisi ujaran kebencian.

“Mereka ‘kan ditangkap karena ramai menyebarkan hoaks penyebaran ulama itu,” terangnya.

Sementara Novel merasa penangkapan ini menunjukkan rezim Jokowi sedang membungkam oposisi politiknya. Ia juga menyayangkan sikap kepolisian yang dinilainya sudah tidak netral.

“Polisi sudah tidak netral dan sudah secara tidak langsung berpolitik karena menjadi kepanjangan tangan penguasa saat ini dengan membabi buta menangkapi orang yang justru memberantas PKI,” tegas Novel.

Baca juga artikel terkait KASUS UJARAN KEBENCIAN atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Mufti Sholih