tirto.id - Pakistan menjadi negara pertama yang mengecam Cina soal kasus Muslim Uighur. Namun, dalam beberapa bulan terakhir Pakistan mulai bungkam terhadap tindakan Cina di Xinjiang itu.
Pakistan dikenal sebagai negara yang keras dalam membela kaum Muslim di seluruh dunia. Misalnya soal kartun bergambar Nabi Muhammad.
Selain itu, pada 1989, protes pecah di Pakistan terkait fatwa Ayatollah Ruhollah Khomeini dari Iran terhadap penulis Salman Rushdie terkait bukunya Sanatic Verses.
Namun menanggapi diskriminasi Muslim Uighur di Cina, Pakistan tampaknya cukup berhati-hati dalam mengambil keputusan.
Melansir Business Insider, Minggu (13/1/2019), Imran Khan Perdana Menteri Pakistan mengklaim dirinya tidak tahu banyak mengenai situasi umat Islam di Xinjiang.
Dia lebih membahas soal kemitraan ekonomi negaranya dengan Cina sebagai salah satu penerima kontrak bantuan dan infrastruktur Cina.
Bantuan dan kontrak tersebut menjadi "jalan kehidupan" bagi perekonomian Pakistan, yang menghadapi peningkatan utang.
"Dalam malapetaka dan kesuraman yang kami warisi, Cina telah menyediakan udara segar bagi Pakistan," kata Khan kepada saluran berita Turki TRT World.
"Mereka sangat membantu kami ... kami memiliki rencana menghidupkan kembali perekonomian kami, [dan] Cina akan memainkan peran besar," tambahnya.
Para ahli membenarkan hubungan eksplisit antara respons Pakistan yang hangat dengan ketergantungannya pada investasi Cina.
Pakistan menjadi wilayah utama dari proyek besar One Belt One Road yang menghubungkan setidaknya 70 negara melalui infrastuktur.
Hal tersebut mewujud dalam proyek kerjasama senilai 62 juta dolar yang dikenal sebagai Koridor Ekonomi Cina-Pakistan (CPEC).
Cina menghadapi tekanan internasional atas tindakan sewenang-wenangnya terhadap etnis minoritas Muslim, Uighur.
Pemerintah Cina diduga memenjarakan sekitar satu juta warga Uighur di kamp-kamp penjara dan membuat tahanan meninggalkan agama mereka.
Serta melarang mempunyai jenggot panjang dan mengenakan kerudung. Mereka juga dipaksa menyanyikan lagu-lagu pujian untuk presiden Xi Jinping.
Cina membantah kamp-kamp tersebut bukan tempat tahanan. Namun Cina menyebutnya sebagai tempat pelatihan sukarela.
Juru bicara kementeriaan Pakistan membenarkan bahwa beberapa warga Pakistan yang ditahan di Xinjiang menjalani pelatihan secara sukarela.
Melansir SCMP, Pakistan mendukung Cina terkait tuduhan media asing yang “berusaha membuat sensasi” tentang masalah Xinjiang.
"Beberapa bagian dari media asing berusaha untuk membuat [berita] sensasional dengan menyebarkan informasi palsu," ucap Mohammad Faisal, juru bicara kementerian urusan luar negeri Pakistan, mengatakan kepada wartawan pada konferensi pers di Islamabad pada hari Kamis (20/12/2018).
Faisal mengatakan menurut data Otoritas Cina, dari 44 perempuan yang ditahan: 6 sudah di Pakistan, 4 sudah dihukum atas berbagai tuduhan, 3 sedang diselidiki, 8 sedang menjalani pelatihan sukarela, serta 23 bebas dan tinggal di Xinjiang atas kemauannya sendiri.
Sejak saat itu, negara yang lebih dari 90 persen populasinya beragama Islam tersebut secara dramatis mengubah haluanya.
Ekspansi ekonomi Cina di wilayah Asia Selatah yaitu Pakistan membuat negara itu bungkam soal diskriminasi yang dialami Muslim Uighur dan warga Pakistan, menurut manajer Kongres Uighur Dunia Peter Irwin di Munich.
"Khan berusaha menstabilkan ekonomi Pakistan dan dia tahu bahwa dengan dukungan Amerika yang tidak dapat diandalkan di bawah Trump, Cina tetap menjadi pilihan yang jauh lebih menarik—dia tahu dia hanya perlu tutup mulut," ucap Peter pada Business Insider.
Pakar politik Cina dari Universitas Teknologi Sydney, Simone van Nieuwenhuizen mengatakan dari sudut pandang pemerintah Pakistan kasus HAM di Xinjiang dapat membahayakan negosiasi lebih lanjut.
"Mungkin Pakistan secara diam-diam mendukung kamp 're-edukasi' di Xinjiang, karena ia mempertimbangan soal Partai Komunis Cina yang membenarkan kebijakannya di Xinjiang -dalam hal kontra-terorisme dan pemeliharaan stabilitas- ini bermanfaat bagi keamanan dan kelangsungan proyek CPEC [Koridor Ekonomi Cina–Pakistan],” katanya.
Tak hanya terjadi pada Pakistan, banyak negara Muslim yang menahan diri untuk tidak mengkritik Cina atas perlakukannya terjadap Uighur. Ini diakukan untuk membuat investasi Cina terus mengalir dan menghindari sebutan “munafik” dari Cina.
Penulis: Isma Swastiningrum
Editor: Yantina Debora