tirto.id - PT Adaro Energy Tbk mengakui menerima dampak negatif dari penetapan harga batu bara untuk kebutuhan dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO) sebesar 70 dolar AS per metrik ton.
Direktur Keuangan Adaro Energy, David Tendian mengatakan perusahaannya memutuskan mengoreksi target pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi (EBITDA) tahun ini, yakni dari 1,3-1,5 miliar dolar AS menjadi 1,1-1,3 miliar dolar AS.
Harga batu bara DMO terbaru diatur Keputusan Menteri ESDM Nomor 1395K/30/MEM/2018. Regulasi itu terbit pada 9 Maret 2018.
"Tentu kami mentaati peraturan Kepmen mengenai harga DMO, yang mana harga jualnya maksimal 70 dolar AS per ton. Itu tentu akan ada impact negatif ke EBITDA kami. Makanya di RUPS kali ini, kami merevisi target EBITDA," ujar David usai Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Adaro Energy, pada Senin (23/4/2018).
Presiden Direktur Adaro Energy, Garibaldi Thohir (Boy Thohir) memastikan perusahaannya akan tetap memasok batu bara untuk Pembangkit Listrik Tenga Uap (PLTU) milik PLN, meski pendapatan perseroan tergerus.
"Kami di Adaro sepakat national interest comes first [kepentingan nasional adalah yang utama]. Saya yakin kebijakan pemerintah punya wawasan lebih besar dibanding kebijakan korporat. Untuk itu, begitu ada keputusan, kami harus komitmen melakukan keputusan itu," kata dia.
Boy Thohir optimistis Adaro mampu menyiasati dampak penetapan harga batu bara DMO dengan manajemen pembiayaan yang matang dan tidak bergantung pada satu pasar.
"Bisa lihat performance Adaro di 2017. Kami bukukan pendapatan terbaik dalam sejarah Adaro. Kami bagikan dividen 250 juta dolar AS untuk tahun buku 2017. Ini pembagian dividen cukup besar untuk [level] perusahaan-perusahaan di Indonesia," ujar dia.
Boy Thohir menambahkan Adaro juga berencana terus mengembangkan hilirisasi batu bara dengan membangun sejumlah PLTU. Menurut dia, langkah itu menjanjikan nilai tambah signifikan untuk bisnis batu bara.
"Kami memutuskan fokus sementara ke power (pembangkit). Karena, power ini multiplier effect-nya besar. Hilirisasi, vertically integrated dari batu bara, logistik dan power. Nilai tambah yang paling efisien itu batu bara menjadi energi listrik, bisa digunakan untuk pembangunan bangsa," ujar dia.
Total alokasi belanja modal Adaro pada 2018 mencapai sekitar 750-900 juta dolar AS. Adaro juga menargetkan produksi batu bara pada tahun ini mencapai 54-56 juta metrik ton.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Addi M Idhom