Menuju konten utama

Capim KPK Johanis Tanak Dicecar soal Harun Masiku dan Isu Etik

Johanis Tanak menjawab alasan KPK saat ini sulit mengejar Harun Masiku dan isu etik yang sempat melibatkan dirinya beberapa waktu lalu.

Capim KPK Johanis Tanak Dicecar soal Harun Masiku dan Isu Etik
Wakil ketua KPK Johanis Tanak (kanan) menyampaikan keterangan pers bersama Chairman Korean Chamber of Commerce (Kocham) Lee Kang Hyun (kiri) usai forum diskusi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (7/11/2023). ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin/foc.

tirto.id - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johanis Tanak, dicecar soal pengejaran buronan KPK, Harun Masiku, dan masalah etik saat tahap tes wawancara proses seleksi pimpinan KPK periode 2024-2029.

Persoalan Harun Masiku diungkit oleh Wakil Panitia Seleksi (Pansel) capim KPK, Arif Satria. Arif menanyakan komitmen Tanak dalam menyelesaikan kasus KPK yang belum berakhir jika terpilih menjadi Pimpinan KPK periode 2024-2029, termasuk mengejar buronan Harun Masiku yang hilang dalam kasus Pertukaran Antar Waktu (PAW) DPR RI, sejak 2020 lalu.

"Kira-kira capim ke depan, mau gak menuntaskan berbagai kasus KPK yang belum tuntas? Pertanyaan saya misalnya kasus Harun Masiku. Apakah itu menurut bapak masalah teknis mencari orang atau kah ini masalah politis?" tanya Arif Satria di gedung 3 Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Rabu (18/9/2024).

Tanak mengeklaim, kesulitan pengejaran Harun Masiku di kepemimpinannya akibat tidak memiliki personel yang mumpuni dalam mengejar buronan tersebut.

"Kami tidak mempunyai personel seperti halnya pihak kepolisian yang tersebar di mana-mana dan mempunyai kemampuan profesional untuk mencari dan menangkap para tersangka," kata Tanak yang juga Komisioner KPK periode 2019-2024.

Tanak mengatakan, KPK saat ini terus melakukan pelacakan dan pemantauan, serta berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk menangani masalah ini.

"Terus terang kami memang melakukan penyadapan juga, kami juga ada mendapatkan telepon nomor WA, ya tapi menurut informasi yang kami terima, mohon maaf kalau saya buka di sini aja," ujarnya.

Tanak mengatakan, penyadapan tersebut dilakukan untuk mengetahui lokasi Harun Masiku yang kerap berpindah pindah dari satu tempat ke tempat lainnya.

"Sepertinya keluarganya pun tidak jelas, kamu sudah menghubungi keluarganya tidak ada juga yang bisa kami dapatkan, yang bisa maksimal membuat kami bisa mencoba menangkap dan menahan," tuturnya.

Kemudian, Tanak mengaku bahwa, meski telah mencoba mencari Harun Masiku berdasarkan informasi yang didapat, tetapi pihaknya tetap belum bisa menangkap buron tersebut.

"Bukan berarti adanya intervensi, dari pihak ketiga atau pihak mana pun juga. Karena semata-mata kami belum bisa melakukan penangkapan karena personel kami tidak seprofesional polisi," pungkasnya.

Selain soal Harun Masiku, panelis undangan Pansel KPK, Dadang Trisasongko, menanyakan pada Tanak tentang pentingnya kode etik pada pimpinan KPK.

"Mohon bisa dijelaskan kepada kami tentang pentingnya kode etik terhadap penegak hukum terutama kepada pimpinan KPK? Lalu yang kedua mohon bisa dijelaskan kepada kami sebenarnya yang terkait dengan keputusan Dewan Pengawas kepada Bapak itu apa?" tanya Dadang yang sempat menjadi Sekjen Transparency International Indonesia itu.

Tanak menjelaskan, masalah kode etik menjadi sangat penting bagi pimpinan KPK, seluruh jajaran KPK, seluruh pegawai negeri, dan penyelenggara negara. Ia pun menyinggung tentang statusnya yang divonis tidak bersalah dalam laporan kepada Dewan Pengawas (Dewas) KPK di masa lalu.

Perlu diketahui, Tanak sempat dilaporkan ke Dewas KPK lantaran diduga melanggar etik karena berkomunikasi dengan Dirjen Minerba ESDM, yang kala itu penyidikan tengah ditangani lembaga antirasuah. Tanak berdalih komunikasi tersebut memang sudah terjalin sejak lama, atas riwayat pertemanan.

"Kebetulan ada staf saya yang dulu di Kejaksaan Agung beliau kemudian ditempatkan di Kementerian ESDM tapi waktu itu saya gak tau beliau itu jadi plt plh di Dirjen Minerba saya dengan beliau itu sangat akrab setiap ada keluhan beliau suka diskusi dengan saya," tutur Tanak.

Saat itu, kata Tanak dia memforward pesan yang berisikan pertanyaan soal prosedur permohonan Izin Usaha Pertambangan (IUP). Hal tersebut dilakukan karena sebelumnya dia kerap memberikan pendapat hukum.

"Nah ketika itu saya mengirim SMS memforward sms mempertanyakan bagaimana prosedur kalau orang mengajukan permohonan izin IUP, saya di bidang tata usaha negara dulu sering memberikan pendapat hukum terhadap Kementerian dan lembaga," tutur Tanak.

Tanak sempat berkilah tidak mengetahui hal tersebut tidak boleh dilakukan saat menjadi pimpinan KPK.

Diketahui, hari ini Pansel KPK menggelar tes wawancara terhadap 10 capim KPK, setelah mewawancara 10 capim lainnya, kemarin.

Selain 9 orang Pansel KPK yang dipimpin oleh Muhammad Yusuf Ateh, terdapat juga dua orang panelis undangan dalam proses wawancara ini.

Dua orang tersebut yaitu, mantan Ketua KPK 2003-2007, Taufiequrrahman Ruki dan Ketua Dewan Etik Indonesia Corruption Watch (ICW) 2016–2022, Dadang Trisasongko.

Baca juga artikel terkait SELEKSI CAPIM KPK atau tulisan lainnya dari Auliya Umayna Andani

tirto.id - Hukum
Reporter: Auliya Umayna Andani
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Andrian Pratama Taher