Menuju konten utama

Bupati Rokan Hulu dan Tren Vonis Bebas Terdakwa Korupsi

Pasal 84 ayat (2) dan (3) UU Pemda menyebutkan jika setelah diaktifkan kembali, kemudian kepala daerah tersebut bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, maka kepala daerah tersebut diberhentikan secara tetap.

Bupati Rokan Hulu dan Tren Vonis Bebas Terdakwa Korupsi
Bupati Rokan Hulu nonaktif Suparman (tengah) berjalan keluar usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Kamis (21/7). Antara Foto/Hafidz Mubarak A.

tirto.id - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo kembali mengaktifkan status Suparman sebagai Bupati Rokan Hulu (Rohul). Suparman sebelumnya divonis Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru, pada 23 Februari lalu. Politikus Partai Golkar ini dinyatakan tidak terbukti menerima uang atau hadiah dalam kasus dugaan suap pembahasan APBD Perubahan Provinsi Riau 2014 dan APBD Riau 2015.

Majelis hakim yang dipimpin Rinaldi Triandiko tidak hanya membebaskan Suparman. Majelis Hakim juga memerintahkan agar hak dan kedudukan mantan Ketua DPRD Riau 2014-2019 (mundur saat maju Pilkada 2015) itu dipulihkan. Termasuk kedudukannya sebagai Bupati Rokan Hulu periode 2016-2021 yang sebelumnya dinonaktifkan. [Baca: KPK Nilai Vonis Bebas kepada Bupati Rokan Hulu Janggal]

Atas putusan tersebut, Kementerian Dalam Negeri akhirnya mengeluarkan surat pengaktifan kembali Suparman, pada 16 Mei kemarin. Direktur Jendral Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Sumarsono mengatakan, SK dari Mendagri tersebut bernomor 131.14-3035 tahun 2017 dengan tanggal 16 Mei 2017. SK berisi tentang pengaktifan kembali Bupati Rokan Hulu, Provinsi Riau.

“SK [Surat Keputusan] sudah di tandatangani tanggal 16 Mei, besok diambil Pemerintah Provinsi [Riau],” kata Soni, sapaan akrab Dirjen Otda, saat dihubungi Tirto, melalui pesan singkat, pada Rabu malam (17/5/2017).

Soni menjelaskan bahwa pengaktifan kembali Suparman didasari pada pertimbangan Pasal 84 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Pemda). Dalam regulasi ini dijelaskan kepala daerah atau wakil kepala daerah yang diberhentikan sementara dan ternyata terbukti tidak bersalah berdasarkan putusan pengadilan, maka statusnya harus diaktifkan kembali.

Namun, yang menjadi persoalan status hukum Suparman belum berkekuatan tetap atau belum inkracht. Hal ini karena jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung (MA) tidak lama setelah Pengadilan Tipikor Pekanbaru memvonis bebas Suparman. Apalagi hingga saat ini belum ada putusan dari MA terkait kasasi yang diajukan.

Menanggapi pengaktifan kembali Suparman sebagai Bupati Rokan Hulu oleh Mendagri, pengamat hukum dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar berpendapat bahwa UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemda memang mengatur hal tersebut. Menurut dia, jika kepala daerah yang dinonaktifkan diputus bebas oleh pengadilan, maka pengaktifan kembali statusnya sudah seharusnya dilakukan.

“Jika ada kepala daerah yang berstatus diberhentikan sementara karena didakwa melakukan tindak pidana yang ancaman hukumnya minimal 5 tahun, dan ternyata diputuskan bebas dan tidak bersalah, maka berdasarkan Pasal 84 ayat (1) UU nomor 23/2014, Mendagri mengaktifkan kembali bupati yang dibebaskan,” ujarnya saat dihubungi Tirto, pada Kamis (18/5/2017).

Sementara terkait status hukum yang belum inkracht, menurut Fickar hal tersebut tidak akan mengganggu tugas Suparman sebagai Bupati Rokan Hulu. Sebab, lanjut pria kelahiran 15 September 1957 ini, kasasi tersebut hanya untuk memeriksa penerapan hukum (judex jurist) oleh pengadilan tinggi dan pengadilan negeri, sehingga tidak akan mengganggu proses pelayanan Suparman sebagai Bupati Rokan Hulu.

Fickar menjelaskan bahwa dalam Pasal 84 ayat (2) dan (3) UU Pemda menyebutkan jika setelah diaktifkan kembali, kemudian kepala daerah tersebut bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, maka kepala daerah tersebut diberhentikan secara tetap.

“Apabila setelah diaktifkan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah ternyata terbukti bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, Presiden memberhentikan gubernur dan/atau wakil gubernur dan Menteri memberhentikan bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota,” demikian bunyi Pasal 84 ayat (2).

Sementara Pasal 84 ayat (3) berbunyi: “Apabila setelah diaktifkan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah ternyata terbukti tidak bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, Presiden merehabilitasi gubernur dan/atau wakil gubernur dan Menteri merehabilitasi bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota.”

Infografik Kepala Daerah Divonis Bebas

Tren Vonis Bebas Terdakwa Korupsi

Vonis bebas terhadap Suparman menambah daftar panjang para kepala daerah yang lolos dari dakwaan korupsi di Pengadilan Tipikor. Dalam penelusuran Tirto, setidaknya ada empat kasus lain yang hampir sama. Misalnya, pada Juni 2016, Pengadilan Tipikor Pekanbaru juga memberikan vonis bebas terhadap mantan Bupati Pelalawan, Tengku Azmun Jaafar.

Bergeser ke Palu, ada mantan Gubernur Sulawesi Tengah, Mayor Jenderal (Purn) Bandjela Paliudju yang juga divonis bebas dalam sidang di Pengadilan Tipikor Palu, pada 21 April 2016. Dalam pembacaan amar putusanya, Ketua Majelis Hakim Sutarto mengatakan bahwa terdakwa tidak terbukti bersalah seperti dakwaan JPU.

Kasus serupa juga pernah terjadi di Pengadilan Tipikor Bandung, Jawa Barat, pada tahun 2011 dan 2015. Misalnya, pada Oktober 2011, Pengadilan Tipkor Bandung memvonis bebas mantan Wali Kota Bekasi, Mochtar Muhammad dalam dugaan kasus suap terhadap anggota DPRD untuk meloloskan APBD tahun anggaran 2010. Namun, dalam kasasi yang diajukan oleh KPK ke Mahkamah Agung, Mochtar Muhammad akhirnya divonis 6 tahun penjara, denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan.

Hal yang sama juga terjadi pada tahun 2015 saat Pengadilan Tipikor Bandung memvonis bebas mantan Bupati Tasikmalaya, Irianto MS. Syafiudin alias Yance. Ia divonis bebas pada 1 Juni 2015 dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tanah tanah proyek pembangunan PLTU Sumur Adem Kecamatan Sukra, Kabupaten Indramayu tahun 2006-2007 senilai Rp 5,3 miliar. Namun, dalam putusan kasasi di MA, Yance akhirnya divonis hukuman 4 tahun penjara pada April 2016. [Baca: Kepala Daerah yang Lolos dari Dakwaan Korupsi]

Dalam konteks ini, meskipun Mendagri telah mengaktifkan kembali Suparman sebagai Bupati Rokan Hulu, bukan berarti secara otomatis Suparman bebas dari kasus yang membelitnya. Karena apabila kasasi yang diajukan jaksa KPK dikabulkan MA, maka nasib Suparman akan serupa dengan Mochtar Muhammad (mantan Wali Kota Bekasi), dan Irianto MS. Syafiudin atau Yance (mantan Bupati Tasikmalaya).

Baca juga artikel terkait KORUPSI atau tulisan lainnya dari Abdul Aziz

tirto.id - Hukum
Reporter: Chusnul Chotimah
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz