tirto.id - Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mendorong pembentukan Computer Security Incident Response Team (SCIRT) di setiap instansi pemerintah untuk menanggulangi dan memulihkan insiden siber. Upaya ini dilakukan sebab di tengah perkembangan teknologi dan informasi, risiko ancaman keamanan informasi pun berkembang.
Government Computer Security Incident Respond Team menyatakan, pada 2017 sebanyak 86,3 persen dari seluruh insiden yang menyasar web pemerintah merupakan web defacement; 6,7 persen merupakan pishing; 5,5 persen merupakan spam; 0,4 persen merupakan brute force attack; dan 0,1 persen sisanya merupakan infeksi malware.
Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Djoko Setiadi mengatakan keamanan informasi penyelenggaraan e-government di tingkat pusat maupun daerah menjadi sasaran utama serangan siber. Dampaknya akan menjadi sangat merugikan, yaitu layanan pemerintah untuk publik terganggu dan kredibilitas pemerintah bisa menurun.
"Maka, BSSN mengundang seluruh pengelola sistem informasi layanan pemerintah baik pusat maupun daerah untuk menkonsolidasikan standar perlindungan, penanggulangan, dan pemulihan insiden siber pada sektor pemerintah," ujar Djoko di Jakarta pada Kamis (9/8/2018).
BSSN melibatkan seluruh kabupaten/kota di 35 provinsi Indonesia untuk membangun sistem CSIRT. Dalam membangun CSIRT membutuhkan SDM yang memiliki standar kompetensi yang sama di setiap instansi pemerintah.
"Lulusan STSN yang kami berdayakan. PNS, TNI/Polri akan dididik dengan standar yang sama di Pusdiklat, bagi yang belum ada SDM-nya coba kami supply dari pusat. Sehingga, benar-benar connect, lancar komunikasinya," ujarnya.
Diproyeksikan pada 2019 sistem ini sudah dapat berjalan. Dengan terbentuknya sistem tersebut, diharapkan nantinya BSSN dapat sangat mudah dan cepat untuk merespons insiden siber di setiap instansi pemerintah pusat dan daerah.
"Kami mulai setelah para kepala daerah sudah dilantik," ucapnya.
Djoko kemudian mengatakan bahwa adanya Focus Group Discussion (FGD) menjadi penting untuk membuka kesadaran pihak-pihak instansi pemerintah untuk meningkatkan keamanan siber. FGD menjadi media berbagi informasi dan terciptanya asistensi untuk pengembangan perlindungan, penanggulan dan pemulihan insiden siber pada sektor-sektor pemerintah.
"Kita harus tetap mengikuti perkembangan teknologi dan informasi, sehingga kesiapan ini harus kita siapkan berjalan ke depan. Sehingga, pada saat Pilpres nanti BSSN mampu mengkondisikan, menyiapkan keamanan untuk pesta demokrasi benar-benar berjalan aman," ucapnya.
Menjelang Pilpres, BSSN mengupayakan keamanan siber dapat dijamin. Maka, sosialisasi untuk mengantisipasi dan menangani insiden siber, kata Djoko terus digalakkan.
"Kemungkinan serangan tentunya pasti akan ada. Tingkatnya dan levelnya masih kami lihat. Mudah-mudahan dengan kesadaran yang tinggi di seluruh stakeholder, serangan siber dalam pesta demokrasi mudah-mudahan dapat diminimalisir," ujarnya.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Yuliana Ratnasari