Menuju konten utama

BPS: Minyak Goreng Berikan Dampak Deflasi Tiga Bulan Beruntun

BPS mencatat minyak goreng memberikan andil deflasi sebesar 0,07 persen secara bulanan atau month to month (mtm) pada Juli 2022.

BPS: Minyak Goreng Berikan Dampak Deflasi Tiga Bulan Beruntun
Polisi melakukan sidak penjualan minyak goreng di kios pedagang Pasar Kreneng di Denpasar Bali, Selasa (22/3/2022). ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/foc.

tirto.id - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat minyak goreng memberikan andil deflasi sebesar 0,07 persen secara bulanan atau month to month (mtm) pada Juli 2022. Deflasi ini terjadi selama tiga bulan berturut-turut.

Untuk diketahui, deflasi secara sederhana yakni ketika terjadi penurunan harga-harga barang dan jasa secara terus menerus dalam jangka waktu tertentu.

Kepala BPS, Margo Yuwono mengatakan, deflasi terhadap minyak goreng menjadi bukti yang dilakukan pemerintah dalam mengendalikan harga di lapangan berjalan maksimal. Hal itu tercermin dari harga minyak goreng baik curah maupun kemasan harganya sudah turun dari sebelumnya.

"Ini memberikan indikasi bahwa upaya pemerintah menjaga harga minyak goreng sudah memberikan dampak pada deflasi tiga bulan secara beruntun," kata dia dalam Rilis BPS di Kantornya, Jakarta, Senin (1/8/2022).

Margi menuturkan walaupun deflasi terjadi secara tiga bulan beruntun, namun secara tahunan atau year on year minyak goreng masih memberikan andil inflasi sebesar 0,29 persen.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) mengklaim, harga minyak goreng curah di sejumlah daerah secara merata sudah turun di angka Rp14.000 per liter. Menurutnya, saat ini peminat minyak goreng curah juga sudah mulai berkurang.

"Alhamdulillah sudah hampir merata di seluruh tanah air Rp14.000. Bahkan di Jawa harganya di bawah Rp14.000. Malah sekarang tertahan agak kurang peminatnya, kan Rp14.000 itu kan harga eceran tertinggi. Jadi kita syukuri harga sudah Rp14.000 sudah hampir semua terutama Jawa dan Bali," jelas dia, Senin (4/7/2022).

Permasalahan selanjutnya yang harus segera dibenahi di tata niaga sawit yaitu harga tandanan buah segar (TBS) yang saat ini masih anjlok. Dia menjelaskan, hingga saat ini Kementerian Perdagangan baru bisa mengimbau pada para pabrik kelapa sawit untuk membeli TBS dengan harga Rp1.600.

"Sekarang problem yang kita hadapi petani sawit kita. TBS itu murah, memang kita meminta agar pelaku industri, pabrik-pabrik minyak kelapa sawit itu membeli dengan sekurang-kurangnya Rp1.600 per kilogram tapi itu kan imbauan ya. Saya akan perintahkan Dirjen Perdagangan Dalam Negeri untuk menaikkan DMO," jelas Zulhas.

Baca juga artikel terkait DEFLASI atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin