Menuju konten utama

BPOM akan Tarik 67 Merek Obat Berbahan Ranitidin Pemicu Kanker

BPOM akan menarik 67 merek obat berbahan baku Ranitidin di seluruh apotek di Indonesia.

BPOM akan Tarik 67 Merek Obat Berbahan Ranitidin Pemicu Kanker
Ilustrasi obat ilegal. foto/istockphoto

tirto.id - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) akan menarik 67 merek obat berbahan baku ranitidin di seluruh apotik di Indonesia.

Kepala BPOM Penny K Lukito mengatakan, selagi pihaknya tengah melakukan pengujian terhadap kandungan obat secara spesifik, sambil menarik semua obat dari seluruh produsen dan apotik.

"Pengujian saat ini terus dilakukan. Kami secepatnya ambil langkah dan mengatakan hold dan kami mengambil semua ranitidin. Mulai sekarang seluruh produk ditarik, kami temukan ada 67 brand dari zat aktif ranitidin," kata dia di Gedung C BPOM, Salemba, Jakarta Pusat, Jumat (11/10/2019).

Ia mengatakan, penarikan obat akan berlangsung selama 80 hari. Terhitung pada 4 Oktober 2019, saat BPOM memerintahkan penarikan sejumlah produk obat yang mengandung ranitidin dari peredaran.

"Kami berikan waktu sampai 80 hari untuk penarikan. Sedianya yang awal kami tarik itu larutan dan injeksi ya yang biasa digunakan oleh tenaga medis tapi belakangan ada yang dalam bentuk tabet ya juga [ditarik]," ujarnya.

Perintah penarikan sejumlah produk obat Ranitidin itu berawal dari peringatan US Food and Drug Administration (US FDA) dan European Medicine Agency (EMA).

Pada 13 September 2019, lembaga pengawas obat di AS dan Eropa itu mengeluarkan peringatan tentang temuan cemaran Nitrosodimethylamine (NDMA) dalam jumlah relatif kecil pada sampel produk obat yang mengandung bahan aktif ranitidin.

NDMA merupakan turunan zat Nitrosamin yang dapat terbentuk secara alami. Sementara menurut hasil studi global, nilai ambang batas cemaran NDMA yang diperbolehkan adalah 96 nanogram per hari. Jika dikonsumsi melampaui ambang batas itu secara terus-menerus dalam waktu yang lama, NDMA akan bersifat karsinogenik atau memicu kanker.

Kandungan ranitidin sendiri untuk beberapa obat di Indoensia memiliki komposisi yang terlalu besar sehingga memicu karsinogen atau racun pemicu kanker. Obat tersebut aman dikonsumsi dan bisa menyembuhkan jika komposisinya tidak terlalu besar dan tidak dikonsumsi dalam durasi yang lama.

"Respons cepat ini, kami harapkan masyarakat bisa memahami dan tidak panik," kata dia.

Menurut Ketua Ikatan Apoteker Indoensia (IAI) Nurul Falah, zat kandungan ranitidin yang bisa menjadi karsinogen jika pasien mengkonsumsinya dengan kadar 92 nanogram secara rutin.

"Kalau kadarnya lebih dari 92 nanogram/hari menjadi karsinogenik. Tapi itu kalau diminum terus-menerus. Kalau gak terus terusan enggak apa-apa," kata dia di lokasi yang sama.

Ia mengatakan, randitin merupakan salah satu jenis obat generik yang banyak tersedia di Puskesmas dan apotek. Beberapa diantaranya yaitu antasida, famotidin, proton paminbitor omeprasol.

"Apotekernya tidak lagi memberikan ranitidin pada masyarakat karena sudah dinyatakan untuk di recall [ditarik]. Meskipun ini obat legal, izin edarnya masih ada. Jadi tak ada unsur pidana kalau masih menyimpan ranitidin saat ini, karena masih dalam proses recall dan suspend," papar dia.

Ia mengatakan, hukuman bagi para produsen akan dilakukan setelah masa suspend. Alias ada keterangan BPOM melarang obat berkandungan raniditin dijual di pasaran

"Kami mengimbau kepada semua masyarakat terutama di apotik segera menarik [raniditin] dari perderaran kemudian kepada aparat ini sekali lagi ini obat legal. Sampai nanti BPOM mengumumkan kalau ini dicabut izin edarnya. Karena kan ini masih dalam proses penelitian lebih lanjut," jelas dia.

Untuk memastikan raniditin tak dikonsumsi masyarakat, IAI sudah mengimbau produsennya ubtuk tak memproduksi obat dengan kandungan ranitidin sejak imbauan recall dari BPOM keluar.

"Kami yang di industri farmasi tentu kami sudah menghentikan produksi. kemudian melalui distributornya masing-masing melakukan recall. Kemudian apoteker-apoteker kami yang membuat pelayanan di rumah sakit di apotek di klinik kesehatan dan kefarmasian dan di puskesmas juga merecall obat obatannya. Tidak disalurkan kepada masyarakat khususnya si ranitidin ini," terang dia.

Meski sudah panjang lebar menjelaskan soal raniditin, ia enggan menyebutkan 67 merek obat yang sedang ditarik dari pasaran tersebut.

"Ini obat tukak lambung dan tukak usus. Saya enggak mau sebut merek karena ranitidin itu nama generik. Mereknya banyak tadi disebutkan ada 67. Jadi, nama generik. Kalau nama generik itu nama bukan nama dagang," tandas dia.

Sebelum melakukan penarikan, BPOM telah memberikan persetujuan terhadap ranitidin, obat yang digunakan untuk pengobatan gejala penyakit tukak lambung dan tukak usus, melalui kajian evaluasi keamanan, khasiat, dan mutu. Ranitidin tersedia dalam bentuk sediaan tablet, sirup, dan injeksi.

Pada 13 September 2019, US Food and Drug Administration (US FDA) dan European Medicine Agency (EMA) mengeluarkan peringatan tentang adanya temuan cemaran NDMA dalam jumlah yang relatif kecil pada sampel produk mengandung bahan aktif ranitidin.

Studi global memutuskan nilai ambang batas cemaran NDMA yang diperbolehkan adalah 96 mg/hari bersifat karsinogenik jika dikonsumsi di atas ambang batas secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama. Hal ini dijadikan dasar oleh Badan POM dalam mengawal keamanan obat yang beredar di Indonesia.

Pada 17 September 2019, Badan POM menerbitkan Informasi Awal untuk Tenaga Profesional Kesehatan terkait Keamanan Produk yang Mengandung Bahan Aktif Ranitidin pada 4 Oktober 2019.

BPOM menerbitkan penjelasan terkait jenis produk ranitidin yang terdeteksi mengandung cemaran NDMA di atas ambang batas berdasarkan hasil pengujian BPOM.

BPOM telah memerintahkan industri farmasi pemegang izin edar produk yang terdeteksi mengandung cemaran NDMA untuk melakukan penghentian produksi dan distribusi. BPOM melakukan penarikan kembali seluruh produk yang terdeteksi mengandung cemaran NDMA.

Dari hasil kajian BPOM hingga 9 Oktober 2019, cemaran NDMA pada produk ranitidin, dalam rangka kehati-hatian untuk melindungi masyarakat Badan POM memerintahkan seluruh industri farmasi pemegang izin edar produk ranitidin untuk menghentikan sementara produksi, distribusi dan peredarannya.

Beberapa industri farmasi telah melakukan pengujian secara mandiri terhadap cemaran NDMA dan menarik secara sukarela produk ranitidin dengan kandungan cemaran melebihi ambang batas yang diperbolehkan.

Saat ini Badan POM terus melakukan pengambilan dan pengujian sampel produk ranitidin. Pengujian dan kajian risiko akan dilanjutkan terhadap seluruh produk yang mengandung ranitidin untuk menjadikan dasar pengambilan keputusan selanjutnya.

Baca juga artikel terkait KANKER atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Maya Saputri