tirto.id - Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Antonius Benny Susetyo angkat bicara terkait isu krusial dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) salah satunya terkait pasal penghinaan presiden.
"Kita berhak mengkritik Kepala negara dan pemerintah, namun dalam pelaksanaannya harus sesuai dengan norma sopan santun dalam masyarakat, dan berfokus pada substansi, bukan melakukan penghinaan dan serangan personal," kata Benny dalam keterangan tertulisnya dikutip Senin (29/8/2022).
Benny mengatakan, isu hak asasi manusia (HAM) kerap dibenturkan dengan RKUHP ini. Padahal pelaksanaan kebebasan yang masuk dalam kualifikasi HAM harus tetap dibatasi agar tidak mengganggu hak orang lain.
Ia juga menyebut disahkannya RKUHP akan membawa angin segar untuk penerapan restorative justice di Indonesia.
"Sistem restorative justice yang diterapkan oleh KUHP baru ini nantinya juga mengubah paradigma hukum pidana yang saat zaman kolonial tujuannya semata-mata untuk menghukum, menjadi upaya mengembalikan tatanan yang terganggu akibat perbuatan pidana," terang Benny.
Ia juga menyebut bahwa UU KUHP yang saat ini masih berlaku di Indonesia tidak sesuai dengan nilai Pancasila karena merupakan produk hukum yang menggunakan paradigma kolonial.
"Yang saat ini masih berlaku di Indonesia, merupakan produk kolonial dan karenanya paradigma yang dipakai adalah paradigma kolonial yang lebih mengutamakan kepentingan mereka yang berkuasa dan mengabaikan hak-hak masyarakat, khususnya yang berekonomi lemah, Hal ini tentunya tidak sejalan dengan nilai-nilai Pancasila. Karenanya Pengesahan RUU KUHP perlu segera dilaksanakan karena lebih sesuai dengan situasi perkembangan zaman dan nilai-nilai Pancasila," ujarnya.
Presiden Jokowi memerintahkan jajarannya melakukan sosialisasi 14 isu krusial dalam RKUHP sebelum disahkan menjadi UU. Pelaksanaan sosialisasi RKUHP sempat diwarnai protes karena dinilai hanya formalitas saja.
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Fahreza Rizky