tirto.id - Tiga tank merangkak pelan mengarahkan moncongnya ke permukiman warga di Bait Lahiya Gaza Palestina. "Bom..,bom..,bom..!" Peluru high explosive ditembakkan secara brutal para serdadu Israel Defence Forces (IDF) dalam serangan yang mereka sebut sebagai 'Operasi Padang Besi' Israel itu, Senin 20 November 2023.
Kota kecil di sebelah utara Jabalia, masuk Kegubernuran Gaza itu segera luluh lantak. IDF benar-benar gelap mata. Gempuran tank kali ini tidak hanya membidik Hamas, tapi juga menyasar permukiman warga bahkan Rumah Sakit Indonesia yang hari itu selain menjadi tempat perawatan dan pengobatan korban juga sudah menjadi tempat pengungsian.
Fikri Rofiul Haq, relawan Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) asal Indonesia di sana memberi kesaksian betapa mencekamnya Senin itu. Tank negeri Zionis hanya berjarak sekitar 50 meter dari rumah sakit. Kendaraan tempur tersebut menembakkan peluru secara berkala. Intensitasnya tinggi dan amat menghancurkan.
Saat itu, tank-tank baja milik Israel telah mengelilingi dan mengepung rumah sakit. Beberapa kali tank bersama infantri pasukan Zionis bersenjata melontarkan tembakan ke arah rumah sakit di lantai 1, 2, dan tiga secara membabibuta.
“12 korban tewas dan juga ada korban luka-luka,” ujar Fikri (24) kepada Tirto, Selasa (28/11/2023).
Situasi semakin menggila. Serangan tidak juga mereda terhadap rumah sakit meskipun tahu di sana banyak petugas medis, anak-anak, orang tua, dan korban warga sipil sedang dirawat. Fikri dan pihak rumah sakit mendengar kabar kalau IDF akan menginvasi dan menargetkan merebut rumah sakit tiga hari ke depan, Kamis 23 November 2023.
Para pasien, tenaga medis, relawan, hingga pengungsi yang berjumlah ratusan orang pun memutuskan untuk evakuasi. Mereka dibantu oleh Palang Merah Internasional (PMI) ke Gaza bagian Selatan, Proses evakuasi itu dilakukan selama tiga tahap, yakni tiga hari berturut-turut pada Senin, Selasa, dan Rabu, 20-22 November 2023.
Pasien yang sakit dalam keadaan darurat dibawa menggunakan ambulans. Sementara pasien dan relawan lainnya menggunakan bus.
“Kami sempit-sempitan, sampai overload di bus,” ujarnya.
Fikri bersama pengungsi lainnya mengevakuasi diri pada Rabu (23/11) ke Gaza Selatan. Ia berangkat sekitar pukul tiga sore waktu setempat. Akhirnya ia tiba di tempat pengungsian pada pukul 18.30 waktu setempat.
Fikri mendapat informasi dari rekannya bahwa saat penyerangan IDF di RS Indonesia masih terdapat tiga orang. Belum diketahui identitasnya apakah pengungsi atau korban luka-luka.
“Satu ditembak mati dan dua lainnya menjadi korban luka-luka,” ujarnya.
Serangan-serangan tersebut bermula sejak awal tentara perlawanan Palestina, Hamas menyerang Israel pada 7 Oktober 2023.
Mereka [IDF] melancarkan serangan ke mobil operasional milik MER-C yang terparkir di depan Wisma Jose Rizal atau yang terkenal dengan Wisma Indonesia.
Mobil itu hangus terbakar dan kini telah hancur menjadi bangkai. Lokasinya masih berada di kawasan RS Indonesia. “Nahasnya menewaskan satu pekerja lokal MER-C,” ucap Fikri
Fikri merupakan relawan WNI yang telah mendedikasikan dirinya sejak Februari 2020. Tak sendirian di sana, ia bersama dua temannya yang juga sama dengannya yaitu Farid Zanjabil Al Ayubi (22) dan Reza Aldilla Kurniawan (30).
Selama sebulan penuh, Fikri merasakan serangan dari tentara Israel yang begitu masif di sekitar rumah sakit. Bahkan, bangunan di sekitar juga terkena imbasnya.
Pasukan Israel juga dengan sengaja menghancurkan satu-satunya mesin generator yang masih berfungsi di rumah sakit dengan cara dibakar. Hal tersebut diperparah dengan bantuan solar yang sulit masuk ke Gaza Utara karena perang begitu masif, sehingga mengakibatkan stok habis.
Tak kehabisan akal, Fikri cs coba memanfaatkan minyak goreng yang diberikan sebagai bantuan sebagai bahan bakar pengganti solar.
“Alhamdulillah, dengan pertolongan Allah SWT tentunya, minyak goreng itu bisa buat nyala rumah sakit Indonesia [jadi bahan bakar generator],” ujarnya.
Selama berminggu-minggu, setiap hari ia mendengar dan menyaksikan peperangan. Drone yang terus berputar mengelilingi area perang, helikopter yang menembaki dari atas, hingga tank-tank baja yang terus menembak.
Ia juga menyaksikan sejumlah tempat di sekitar RS Indonesia, seperti Pasar Massar yang jaraknya sekitar lima menit dari rumah sakit dibombardir oleh tentara Israel yang mengakibatkan 50 korban meninggal. Lalu Kampung Senjabalika yang jaraknya juga dekat dengan rumah sakit, jumlah korbannya bahkan mencapai 400 orang.
Kemudian, juga sekolah milik pemerintah yang memang menjadi tempat evakuasi warga pun menjadi target serangan tentara Israel dan menewaskan 180 korban. Semua korban dari ketiga lokasi tersebut ditampung di RS Indonesia.
Selama terjadi perang, Fikri merasakan kerap kali terjadi ledakan yang mengakibatkan pecahan bangunan hingga besi menyasar ke dalam rumah sakit.
“Kalau dari sepantauan kami, mungkin ada satu-dua yang kena dan luka-luka” ujarnya.
Sebelum invasi ini, ketika terjadi perang-perang besar tentara Israel juga menyerang RS Indonesia meski ditetapkan sebagai area steril. Terakhir kali pada tahun 2021.
“Kalau peperangan enggak terjadi, enggak ada [serangan]. Kalau sudah perang, semuanya dibabat oleh si Zionis itu,” tuturnya.
Sebelum terjadi perebutan RS Indonesia oleh tentara Israel, kondisinya memang sudah tidak memungkinkan. Hampir tiap hari korban berdatangan: mulai luka ringan, berat, hingga meninggal dunia.
“Rumah Sakit Indonesia saat itu sudah tidak bisa menampung lagi. Karena memang bangunan yang sudah tidak memadai, akhirnya mereka hanya bisa ditaruh di trotoar-trotoar jalan atau di kebun-kebun di dekat area rumah sakit Indonesia,” terangnya.
Bukan hanya korban meninggal, korban luka-luka yang dirawat di Rumah Sakit Indonesia sudah tidak bisa tertampung lagi.
“Aula tengah itu yang harusnya menjadi jalan darurat, sudah dipadati korban luka-luka,” tuturnya.
Berdasarkan data terakhir yang ia catat per Rabu (22/11), total korban jiwa yang dirawat di RS Indonesia sebanyak 2.500-an dan luka-luka 6.000-an. Lalu total korban yang dirawat inap mencapai 400-an. Sementara daya tampung RS Indonesia hanya 300-an.
Fikri mengatakan korban yang meninggal di RS Indonesia kebanyakan yang terlantar karena tidak ada yang berani menguburkan di tengah situasi perang, baik tenaga medis maupun relawan.
Tentara Israel melakukan invasi lantaran menuduh RS Indonesia memiliki terowongan yang menjadi tempat persembunyian militer Hamas Palestina. Sampai akhirnya mereka menyerang masuk ke dalam rumah sakit pada Kamis (23/11). Pada saat itu, sudah tidak ada lagi orang di rumah sakit lantaran sudah pada melakukan evakuasi sejak 20-22 November.
Kemudian perihal tuduhan yang menjadi tempat persembunyian Hamas, Fikri mengatakan hingga saat ini IDF tidak bisa membuktikannya.
“Jangankan bukti kuat, bukti yang sedikit dan mungkin kemungkinan aja tidak ada mereka merilis video itu tersebut. Mereka hanya ingin menyerang,” imbuhnya.
Ketua Presidium MER-C, Sarbini Abdul juga membantah tudingan tentara Israel yang menyebutkan jika RS Indonesia sebagai tempat persembunyian Hamas Palestina. Selain itu, mereka juga menuduh jika RS Indonesia dibangun dari dana NGO.
Ia menegaskan, RS Indonesia dibangun sejak tahun 2011 menggunakan seratus persen dana dari masyarakat Indonesia. RS tersebut rampung pada tahun 2016 dengan luas bangunan 9.000 meter yang diresmikan oleh Jusuf Kalla yang saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden. Saat ini, RS Indonesia pun telah dihibahkan kepada pemerintah Palestina.
Tidak hanya merebut, tentara Israel juga menghancurkan sejumlah fasilitas RS Indonesia. Selain yang disebutkan Fikri, fasilitas lainnya yang dirusak seperti pemeriksaan kandungan dan alat USG dihancurkan dan dibakar.
Kondisi Para Korban
Fikri mengatakan saat ini korban yang sebelumnya berada di RS Indonesia, telah dievakuasi di sejumlah lokasi di Gaza Selatan. Korban yang membutuhkan perawatan, dilarikan ke Rumah Sakit Eropa Gaza dan Rumah Sakit Nasser di Khan Younis, Gaza Selatan. Sementara warga lainnya mengungsi di sekolah-sekolah yang berada di sekitar.
Saat ini, kata Fikri, para korban membutuhkan air bersih, perban, pakaian hangat, terutama untuk anak-anak kecil. Berdasarkan catatannya terakhir di lokasi pengungsian di Gaza Selatan, jumlah korban luka-luka sekitar 600 lebih, sementara jumlah pengungsi 5.000-10.000 orang.
Fikri mengatakan sejauh ini bantuan pemerintah Indonesia yang diketahui oleh MER-C yaitu seberat 5,1 ton. Namun, bantuan tersebut saat ini masih ada di Mesir.
“Tinggal menunggu perizinan mereka masuk, atau belum kami kurang tahu juga,” tuturnya.
Israel dan Palestina sempat melakukan gencatan senjata pada 24 November 2023 lalu. Selama terjadi gencatan senjata, warga Palestina sudah banyak yang beraktivitas di jalan, membeli kebutuhan di pasar, membeli setok makanan, hingga menguburkan jenazah yang terlantar dan belum sempat dikebumikan.
Namun, warga yang telah mengungsi ke daerah Selatan, tidak boleh kembali ke jalur Gaza Utara. Akan tetapi baru beberapa hari gencatan senjata, Fikri mendapat informasi jika Israel melanggar perjanjian. Berdasarkan informasi dan dokumen yang ia dapat, tentara Israel tetap melakukan penyerangan ketika terdapat warga dari Gaza Selatan masuk ke Gaza Utara.
Pada waktu gencatan senjata per Senin (27/11), menambah jumlah warga Israel yang dibebaskan menjadi 51 orang, bersama dengan 19 sandera berkewarganegaraan lain. Sejauh ini, 150 warga Palestina telah dibebaskan dari penjara Israel.
Ketika terjadi gencatan senjata, Fikri mengatakan pasukan tentara Israel yang menduduki RS Indonesia telah ditarik mundur.
"RS Indonesia akan mulai beroperasi kembali. Kondisi RS sekarang belum tahu karena kami di Gaza Selatan. Kami hanya dapat informasi dari wartawan lokal," tuturnya.
Fikri berharap gencatan senjata dapat dilakukan secara permanen, bahkan perang antara Israel dan Palestina segera berakhir.
“Sehingga warga bisa kembali mudik (Pulang) ke kampung halamannya dan harapan yang utama Palestina bisa mendapatkan kemerdekaannya dalam waktu dekat,” pungkasnya.
Menjadi Relawan di Gaza
Fikri, Farid, dan Reza memiliki tugas masing-masing sebagai relawan MER-C. Ada yang mendokumentasikan, membuat laporan-laporan, dan sebagainya. Setelah selesai bertugas, mereka berkumpul di RS Indonesia atau di Wisma Dr. Jose Rizal.
Ia mengatakan awalnya WNI di jalur Gaza sebanyak 10 orang. Sebanyak tujuh orang sudah selesai dievakuasi pulang ke Indonesia. Saat ini, hanya tersisa mereka bertiga.
“Kami sendiri memang menolak dievakuasi (Pulang ke Indonesia) dan akan tetap bertahan karena kami akan membantu mereka atas dasar kemanusiaan,” tuturnya.
Fikri mengatakan selama ini selalu intens memberikan laporan kepada MER-C serta media-media yang membutuhkan informasi dari dirinya. Namun, pada tanggal 11 November, ia sempat mengalami kehilangan sinyal internet. Ketika sudah memasuki wilayah Gaza Selatan, ia baru mendapatkan sinyal.
“Setelah mendapatkan sinyal, kami mengupdate jumlah korban segala macam,” tuturnya.
Tugasnya sebagai relawan kemanusiaan bukan hanya di medis. Tetapi, Fikri dan kedua temannya juga membantu memberikan laporan dan dokumentasi. Bahkan ketika terjadi serangan dari tentara Israel, baik melalui darat maupun udara, mereka masih tetap aktif mengabaikan momen tersebut dengan gawai dan peralatan seadanya.
“Misalnya kalau ada serangan-serangan, kita tahan misalnya sekitar 10 menit itu baru kita lanjut lagi mendokumentasi korban-korban luka hingga perumahan ataupun tempat-tempat yang diserang oleh militer Israel yang memang berada di sekitar rumah sakit Indonesia saja,” terangnya.
Selama dalam kondisi perang, apalagi dalam seminggu terakhir ketika area di sekitar rumah sakit terjadi peperangan, ia mengaku tidak bisa dengan bebas melakukan aktivitasnya di luar sebagai relawan kemanusiaan.
Ketika terjadi serangan ke rumah sakit, Fikri mengaku kerap dilanda ketakutan. Pernah suatu waktu ketika ia diminta oleh Direktur Rumah Sakit Indonesia untuk mengambil perlengkapan obat-obatan dari tempat bantuan di Gaza Selatan atau rumah warga. Sementara perang tengah berkecamuk.
Selain itu, ia juga mengambil makanan untuk para relawan lainnya serta mainan untuk anak-anak yang mengungsi.
“Kami benar-bener tidak berani keluar lagi. Namun, ada staff lokal MER-C yang memang selalu mendatangkan bantuan-bantuan, tentunya melalui komunikasi-komunikasi kami atau setuju perjuangan kami dan sampai terakhir,” tuturnya.
Desakan Seret Israel ke ICC
Atas tindakan tersebut dan telah membuat genosida di Gaza, Sarbini mengecam. Per 5 Desember 2023, total korban jiwa di Gaza akibat serangan Israel mencapai 15.523 orang. MER-C pun mengusulkan kepada pemerintah Indonesia agar menyeret tentara Israel ke Pengadilan Kriminal Internasional atau International Criminal Court (ICC).
"Kami mengusulkan dan mengajak pemerintah atau advokat untuk melapor Israel ke ICC," kata Sarbini kepada Tirto, Kamis (30/11/2023).
Anggota Komisi I DPR RI, Fadli Zon mendorong pemerintah agar melaporkan Israel ke ICC. Sebab, kejahatan yang dilakukan oleh Israel dengan merebut rumah sakit telah melanggar Konvensi Jenewa dan pelanggaran terhadap hukum Internasional.
“Kalau menurut saya harus diupayakan ya segala jalan dan kalau ada ruang ya itu harus bisa dilakukan, kata Fadli kepada Tirto, Kamis (30/11/2023).
Saat ini, Fadli Zon yang juga merupakan Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI dipilih menjadi pimpinan sidang oleh Dewan Eksekutif Organisasi Parlemen Asia, Asian Parliamentary Assembly (APA), di Antalya, Turki. Dalam sidang itu, APA membentuk komisi khusus terkait Palestina.
Kendati mendukung dilaporkan ke pengadilan hukum internasional, ia mengatakan pemerintah Indonesia perlu mempelajari dan mempertimbangkan terlebih dahulu agar tujuan yang dilakukan tepat sasaran. Terutama bagaimana cara melaporkan ke PBB yang notabanenya terdapat negara Amerika Serikat sebagai petinggi yang mendukung Israel.
“Kami sangat mendukung langkah-langkah dari civil society dan juga dari pemerintah dalam diplomasi untuk membela kepentingan rakyat Palestina. Karena ini merupakan komitmen kita dari dulu sampai sekarang untuk Palestina yang bebas dari kolonialisme, dari penjajahan, dari pendudukan dari Israel, jadi kita mendukung sepenuhnya kemerdekaan Palestina,” tegasnya.
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Prof Hikmahanto Juwana menjelaskan, berdasarkan perjanjian internasional, hanya negara-negara peserta saja yang warga negaranya bisa diadili di ICC. Sementara itu, Israel bukan merupakan anggota dari ICC. Sehingga, tidak mungkin Perdana Menteri Israel, Netanyahu diadili di ICC.
Lagipula, lanjut dia, RS Indonesia saat ini telah dihibahkan kepada Palestina. Sehingga atas perebutan dan kerusakan fasilitas tersebut oleh IDF, Palestina lah yang bisa melaporkannya.
“Tapi, Palestina juga tidak bisa melapor, karena dia kan tidak diakui sebagai negara,” kata Hikmahanto kepada Tirto, Kamis (30/11/2023).
Kemudian jika Israel dibawa ke Mahkamah Internasional (ICJ), yakni sebuah badan kehakiman PBB yang ada di Den Hag, Belanda, juga tidak memungkinkan.
“Kalau pun bisa, siapa yg membawa Netanyahu ke Belanda? Masa otoritas dari Israel datang ke sana. ‘Nih saya bawa Netanyahu ke Belanda’. Mana ada. Netanyahu di Israel dianggap pahlawan,” jelas dia.
Sementara itu, jika kasus ini dibawa ke Dewan Keamanan PBB dan jika terdapat resolusi Netanyahu harus diadili, kemungkinan drafnya akan dianulir atau diveto oleh Amerika Serikat yang mendukung Israel dan sesama negara Zionis. Pasalnya sebagai salah satu negara yang membentuk PBB, Amerika memiliki hak veto.
“Ya kalau sekadar usulan dan dibuat suratnya bisa saja, tapi tidak ditindaklanjuti. Kalau dalam masyarakat hukum internasional itu yang berlaku hukum rimba, siapa yang kuat dialah yg menang,” pungkasnya.
Menlu Dorong ke ICC
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Lalu Muhammad Iqbal mengatakan jika sejauh ini Menteri Luar Negeri (Menlu), Retno Marsudi belum membahas perihal melaporkan Israel ke ICC.
"Sejauh saya ingat, kami belum pernah bahas itu (Menlu laporkan Israel ke ICC). Nanti saya cek kalau beliau (Retno Marsudi sudah kembali dari New York," kata Iqbal kepada Tirto, Kamis (28/11/2023).
Menlu Retno Marsudi di Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) menyampaikan desakan kuat untuk menyeret Israel ke berbagai forum pengadilan internasional, termasuk Mahkamah Internasional atas pelanggaran nyata terhadap hukum kejahatan perang dan hukum humaniter internasional di Gaza.
Ia menyatakan hal itu dalam pidato di Majelis Umum PBB di New York, yang membahas Agenda 35 (Pertanyaan Palestina) dan Item 34 (Situasi di Timur Tengah) pada 28 Oktober 2023, Selasa, (28/11).
Dengan tegas ia menyatakan, Indonesia menuntut pertanggungjawaban Israel atas tindakan mereka di Gaza. Sebab yang terjadi di Gaza adalah kejahatan perang dan pelanggaran terang-terangan hukum humaniter internasional.
"Kita harus menyebut hal ini secara jujur apa adanya. Yang terjadi di Gaza adalah pelanggaran nyata terhadap hukum humaniter internasional, dan tidak bertindak atas hal tersebut bisa dianggap sebagai ikut serta (dalam kejahatan itu)," kata Retno dikutip dari United Nation TV.
Lebih lanjut, Retno pun mengatakan jika Indonesia memberikan dukungannya pada upaya internasional untuk menuntut pertanggungjawaban Israel.
"Bahkan perang punya aturan dan batasan, dan ini tidak terlihat sama sekali di Gaza," tegasnya.
Sebelumnya Menlu Retno juga telah membahas peristiwa genosida Israel terhadap Palestina di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI)-Liga Arab.
Ia juga membahas mengenai Rumah Sakit Indonesia di Gaza yang diserang oleh tentara Israel.
Jubir Kemenlu, Iqbal mengatakan jika ICC itu merupakan subyeknya individu, bukan negara. Jadi, MER-C bisa secara langsung melaporkan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu ke ICC tanpa harus melalui pemerintah.
"Beberapa asosiasi lawyer juga sudah melaporkan Netanyahu ke ICC. Berbeda dengan ICJ (International Criminal Justice/Mahkamah Pengadilan Internasional), subyeknya negara. Tapi kalau kejahatan perang, lebih banyak ke ICC karena biasa ya terkait dengan leader yang memerintahkan perang," jelas dia.
Sementara itu Direktur Perlindungan WNI Kemlu, Judha Nugraha mengatakan saat ini terdapat permintaan evakuasi untuk pulang ke Indonesia dari satu relawan dari ketiga WNI yang masih bertahan di Gaza Selatan tersebut. Namun, ia tidak merinci siapa orang tersebut.
Saat ini, Kemlu tengah mengupayakan seorang WNI tersebut agar bisa keluar dari Gaza Selatan menuju ke perbatasan Mesir. Pasalnya untuk menlintas ke perbatasan, nama orang tersebut harus didaftarkan agar diizinkan melintas di Arafah.
“Ini adalah proses yang sulit, rumit antar pihak-pihak yang terkait di Gaza. Kita tidak terlibat langsung, tapi kita minta itu. Karena akses itu tidak diberikan kepada orang, tetapi hanya kepada bantuan yang keluar masuk, kemudian yang kedua pelepasan sandera,” kata Judha kepada Tirto, Jumat (1/12/2023).