tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menganggap Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak berkomitmen untuk turut andil dalam pemberantasan korupsi di Tanah Air lantaran memperbolehkan terpidana korupsi mengikuti pemilihan kepada daerah (Pilkada) 2020.
Baru-baru ini, KPU menerbitkan Peraturan KPU terkait pilkada 2020. Dalam peraturan KPU No. 18/2019 disebutkan bahwa bakal pasangan calon Gubernur/Wakil Gubernur, Wali Kota/Wakil Wali Kota, dan Bupati/Wakil Bupati dari mantan terpidana kasus korupsi boleh mencalonkan diri.
Peraturan itu berseberangan dengan rekomendasi KPK, di mana KPK meminta kriteria calon kepala daerah wajib memiliki integritas, di antaranya bebas dari kasus korupsi.
"Kalau mau komit dengan apa yang dilakukan KPK dengan kajian sistem integritas parpol, apa yang kami sebut sebagai politik cerdas, integritas, itu jelas," kata Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang di kawasan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Minggu (8/12/2019).
"Jadi kalau kami dekati itu sebagai pisau analisis, ya [KPU] tidak komit," tambahnya.
Maka dari itu, Saut mempertanyakan keputusan KPU menerbitkan PKPU No. 18/2019 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota Dan Wakil Walikota.
Menurutnya, keputusan KPU mengizinkan narapidana koruptor untuk mencalonkan diri pada Pilkada 2020 bisa berpengaruh negatif terhadap Indeks Persepsi Korupsi (IPK).
"Jadi komite ini [KPU] enggak tegas juga. Ya enggak boleh abu-abu dong, ini kan persepsi. Karena kita sudah sepakat indeks persepsi korupsi jadi penilaian, ya kita harus masuk ke detil-detil itu. Diantaranya sampai bisa menjelaskan, enggak boleh kalau pernah jadi terpidana," terangnya.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Ringkang Gumiwang