tirto.id - Mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hadar Nafis Gumay mengakui tingginya biaya yang perlu dikeluarkan dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) langsun.
Namun, rencana mengembalikan Pilkada ke DPRD dianggap bukan solusi.
"Bahwa pemilihan oleh DPRD yang juga banyak masalah salah satu aspek diangkat menteri yaitu biaya politik tinggi. Dari DPRD bukan tidak ada biaya politik," kata Hadar di Matraman, Jakarta Timur pada Minggu (24/11/2019).
Hadar menjelaskan ketika Pilkada dilakukan oleh DPRD maka pertanggungjawaban kepala daerah pun kepada DPRD.
Di sini terbuka lagi peluang politik uang agar legislator menerima pertanggungjawaban kepala daerah sehingga dia bisa meneruskan jabatan ke tahun berikutnya.
Hadar menyebut masalah itu bukan isapan jempol belaka, melainkan memang terjadi pada masa Pilkada tak langsung. Karenanya sejak 2005 diputuskan Pilkada dilakukan secara langsung.
"Aneh kalau kemudian kita mau berdebat kembali tentang sistem pemilihan ini, ingin ke tidak langsung lagi," kata Hadar.
Terkait politik biaya tinggi yang dikeluhkan Hadar menilai yang kini dibutuhkan adalah pengawasan terhadap penggunaan dana kampanye.
Menurutnya, ada masalah dalam pencalonan oleh partai politik sehingga calon kepala daerah harus merogoh kocek lebih dalam, entah untuk kebutuhan promosi atau bahkan membeli suara.
Di sisi lain para calon kepala daerah juga mencari uang yang sumbernya tak jelas.
Karenanya, Hadar menilai harus disiapkan sistem yang memaksa para calon kepala daerah mengungkap dengan benar siapa penyandang dana mereka. Di sisi lain sistem itu juga harus mencegah dana kampanye digunakan untuk membeli suara.
"Jadi kangan sampai seperti dokter mendiagnosa gejala, tapi menyimpulkan penyakit yang keliru sehingga beri obat yang salah. Saya khawatir yang terjadi sekarang. Kami setuju evaluasi mendalam berdasar kajian dan data tapi jangan lompat karena ini sistem pemilihan," tandas Hadar.
Editor: Hendra Friana