tirto.id - Kementerian Dalam Negeri mempertimbangkan wacana dikembalikannya format pemilihan kepala daerah ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Sikap Kemendagri itu disampaikan Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Soni Sumarsono usai upacara Hari Otonomi Daerah di kantornya, Rabu (25/4/2018). Ia menyebut jumlah pihak yang pro dan kontra atas wacana itu berimbang.
"[Pihak] yang mendukung [pilkada] kembali ke DPRD karena biaya murah dan [pemilihan] langsung itu mahal. Karena mahal orang lalu cari-cari uang, ada politik pengembalian modal [...] sehingga korupsi terjadi," kata Sumarsono.
Menurutnya, mayoritas anggota DPRD di semua tingkat mendukung wacana pengembalian pilkada ke format tidak langsung.
Sumarsono berkata, pihak yang kontra memandang pilkada tak langsung sebagai kemunduran bagi demokrasi. Ia berpendapat agar baiknya ada perbaikan terhadap sistem pilkada alih-alih mengembalikan pemilihan ke format lama.
"Yang diperbaiki itu apanya? Misalnya biaya saksi itu kan bisa dicover dengan biaya pemerintah. Terus kampanye kurangi waktunya atau dikurangi lembaganya. Bahkan ada ide agar biaya murah pakai online saja. Kampanye pakai digital saja kan eranya sudah era informasi," tuturnya.
Pada awal April 2018, Mendagri Tjahjo Kumolo telah bertemu Ketua DPR RI Bambang Soesatyo untuk membicarakan bentuk pilkada yang ideal. Pertemuan itu memunculkan wacana revisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Pilkada langsung telah bergulir sejak 2005. Selama 2005-2014 Pilkada langsung digelar terpisah antardaerah. Pelaksanaan serentak baru terjadi tiga kali, yakni pada 2015, 2017, dan 2018.
Pada 2014, DPR RI sempat memutuskan pilkada kembali ke format lama, yakni pemilihan oleh DPRD. Namun, keputusan sidang paripurna DPR RI itu batal setelah Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Pilkada.
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Alexander Haryanto